Izin Acara Sebaiknya Terbit Setahun Sebelum Pelaksanaan
Pengamat menilai, idealnya izin penyelenggaraan acara bisa terbit setahun sebelum hari pelaksanaan.
JAKARTA, KOMPAS — Peluncuran digitalisasi layanan perizinan penyelenggaraan acara memang disambut baik para promotor sebagai pelaku ekonomi kreatif. Namun, perizinan idealnya bisa diatur bahkan setahun sebelumnya guna mengoptimalkan promosi acara agar lebih banyak orang berpartisipasi.
Pemerintah resmi meluncurkan digitalisasi layanan perizinan penyelenggaraan beragam acara di Indonesia. Situs One Single Submission (OSS) bakal memudahkan para penyelenggara mengurus perizinan karena terintegrasi dengan para pemangku kebijakan lain. Harapannya, situs ini dapat menyederhanakan birokrasi agar transparan dan lebih efisien guna mengadakan acara berskala nasional dan internasional.
Baca juga: Sepi Dukungan, Promotor Musik Masih Hadapi Lorong Gelap Perizinan
Praktisi budaya pariwisata dan ekonomi kreatif, Harry Waluyo, berpendapat, perizinan penyelenggaraan event tak cukup baru keluar 14-21 hari. Idealnya, izin bisa dikeluarkan setahun sebelumnya.
”Sehingga bisa masuk calendar of event karena bisa memengaruhi promosi acara dan lain-lain. Ini soal kecepatan dan (penargetan) segmen pasar juga,” kata Harry sekaligus mantan Sekretaris Utama Badan Ekonomi Kreatif saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (26/4/2024).
Dari sisi pengelola lokasi (venue) akan terbantu dengan digitalisasi ini. Mereka dapat lebih fokus pada penyelenggaraan karena ada aspek pengamanan yang perlu dipikirkan pula.
Acara-acara ini bukanlah perhelatan rutin. Penyelenggaraannya pun bergantung pada pelaku ekonomi kreatif ikut penawaran (bidding)atau para bintang dunia memiliki inisiatif mandiri karena melihat Indonesia sebagai target pasarnya. Semestinya, hal seperti ini bisa diantisipasi dan disiapkan jauh-jauh hari.
Langkah penerbitan perizinan satu pintu ini disambut positif para pelaku industri ekonomi kreatif yang telah lama menantikannya. Penyederhanaan izin dinilai jadi salah satu hal signifikan untuk dilakukan.
”Ini sebuah fasilitas yang bagus buat kita sebagai pelaku industri karena, menurut saya, perizinan itu, kan, di hilir proses pelaksanaan kami. Jadi, pelaksanaan acara enggak akan berjalan kalau tanpa ada izin,” ujar Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (Apmi) Dino Hamid saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (26/6/2024).
Baca juga: Indonesia Hadapi Sederet Masalah Kembangkan Seni Pertunjukan
Dengan digitalisasi, Dino menambahkan, proses perizinan akan makin sederhana. Industri pun akan makin mudah untuk diaudit sehingga produktivitas dan kualitas juga meningkat.
Sebagai penyelenggara, para promotor serta pelaku acara lain dapat merasakan keuntungan yang selama ini belum terjadi. Pertama, ada kepastian jadwal dan biaya bisa diprediksi.
”Itu secara timeline sudah benar-benar bisa mengukur dengan prosesnya. Secara cost juga sudah kita ’check out’pada sistem sesuai dengan kapasitas event tersebut. Jadi, menurut saya, itu akan sangat memudahkan kami dalam konteks pengembangan dan pelaksanaan semua event,” kata Dino.
Promotor diuntungkan karena data terarsip rapi. Performa dari sisi keuangan serta kualitas dapat dievaluasi sehingga dukungan dapat diupayakan dari beragam pihak, seperti pemerintah dan swasta. Harapannya, ekosistem industri ekonomi kreatif dapat makin didukung.
Hal senada diutarakan promotor Prambanan Jazz Festival, Anas Syahrul Alimi. Kepastian izin dan perencanaan pembiayaan kini sudah jelas dalam perizinan satu pintu.
”Itu yang selama ini kami tunggu. Sebab, selama ini soal ketidakjelasan kapan keluar (izin) bikin deg-degan penyelenggara event kayak kami. Dengan adanya OSS ini, semua sudah terjawab,” ujar Anas.
Tak ada lagi pembayaran-pembayaran ”di bawah meja” alias undertable. Selama ini, sejumlah artis internasional sulit menggelar konser di Indonesia karena tak ada kepastian izin karena keputusan kerap terbit H-1, bahkan saat hari-H acara.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan peluncuran OSS pada Senin (24/6/2024) lalu. Layanan ini berlaku untuk mengurus seluruh perizinan helatan, antara lain konser musik dan olahraga.
Ia menilai, pengurusan izin selama ini begitu rumit. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang besar. Para penyelenggara selama ini masih mau mengadakan acara, apalagi jika prosesnya dipercepat.
Baca juga: Layanan Digital Diluncurkan, Pengurusan Izin ”Event” Dijanjikan Cukup 14 Hari
MotoGP di Mandalika, misalnya, Presiden mengatakan, dampak ekonominya mencapai Rp 4,3 triliun karena dapat menyerap tenaga kerja hingga 8.000 orang. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terlibat sekitar 1.000 usaha.
”Tapi, begitu saya tanya bagaimana mengenai perizinannya, lemas saya. Ternyata ada 13 izin yang harus diurus, tapi namanya bukan perizinan, (melainkan) namanya surat rekomendasi. Sebetulnya sama saja, perizinan itu, hanya diganti nama saja,” tutur Presiden, seperti dikutip dari laman Sekretariat Presiden.
Nantinya, para penyelenggara hanya perlu mengisi 23 file dari sebelumnya 63 file. Kemudian, hanya dua dokumen yang perlu dilengkapi dari sebelumnya sembilan dokumen.
Semua perizinan untuk acara nasional akan keluar 14 hari sebelum hari-H, sedangkan 21 hari sebelum hari-H bagi acara berskala internasional. Standardisasi biaya dijanjikan ada.
Secara teknis, penyelenggara acara mengisi formulir secara daring melalui situs OSS. Sesudahnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), kepolisian, dan dinas terkait bakal memproses dan menyelesaikannya dalam 14 hari kerja.
”Perizinan akan terbit dan bisa diunduh dari mana saja,” ujar Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Sementara ini, sistem OSS baru mengakomodasi tujuh lokasi di Jakarta dan sekitarnya. Ketujuhnya adalah Gelora Bung Karno, JI Expo Kemayoran, Jakarta Convention Center, Beach City International Stadium, Indonesia Convention Exhibition (ICE BSD), Taman Mini Indonesia Indah, serta Community Park Pantai Indah Kapuk 2.
Polri juga akan melakukan proses pengkajian untuk lokasi-lokasi acara di sejumlah kota, antara lain Medan (Sumatera Utara), Bogor dan Bandung (Jawa Barat), Semarang dan Solo (Jawa Tengah), Yogyakarta, Denpasar (Bali), serta Surabaya (Jawa Timur) (Kompas.id, 24/6/2024).
Belajar mendukung
Presiden Joko Widodo menyoroti megakonser yang dilakukan di Indonesia, bahkan tak sempat terselenggara. Akibatnya, banyak orang Indonesia berbondong-bondong ke negara tetangga untuk menontonnya.
Dilansir dari situs Sekretariat Presiden, ia mengatakan, konser Taylor Swift di Singapura pada Maret lalu berhasil diadakan selama enam hari di Singapura. Negara itu juga menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menyelenggarakan konser itu. Tiap hari dilaksanakan selama tiga jam yang dihadiri total 360.000 orang, setengah dari penonton adalah warga Indonesia.
Akibatnya, aliran uang dari Indonesia menuju ke Singapura. Indonesia kehilangan uang tidak hanya untuk membeli tiket, tetapi kehilangan untuk komponen lainnya. Beberapa di antaranya biaya hotel, makan, dan transportasi.
”Kenapa sih selalu yang menyelenggarakan dari Singapura? Ya, karena kecepatan melayani dalam mendatangkan artis-artis tadi, dukungan pemerintah, baik itu kemudahan akses, keamanan, dan lain-lainnya,” ujar Presiden.
Baca juga: Sukses Monopoli Konser Taylor Swift, Singapura Berpeluang Panen Cuan
Menanggapi hal ini, Anas mengingatkan bahwa Pemerintah Singapura memanfaatkan kekuasaannya untuk mendatangkan Swift. Sebab, mereka memiliki kesadaran yang sama bahwa konser tersebut akan laku di Singapura, mulai dari suvenir, oleh-oleh, hotel, hingga pesawat, dan sebagainya. Seluruh bantuan dari hulu hingga hilir diupayakan, antara lain pajak yang tetap (flat), pengadaan lokasi, serta tarif tiket juga didukung.
Pergeseran budaya
Digitalisasi perizinan penyelenggaraan acara memang dinilai positif bagi banyak pihak. Namun, sistem OSS perlu terus dikawal agar proses perizinan bisa berjalan sebagaimana mestinya.
”Masih banyak yang harus dieksplorasi juga secara sistem. Kita harus sama-sama kawal dan beri input, tujuannya agar sistem ini sustain (bertahan, berkesinambungan). Jangan sampai di tengah jalan balik ke konvensional,” kata Dino.
Ia berharap digitalisasi jangan justru memperumit proses perizinan, bahkan biaya yang keluar jadi lebih mahal. Proses tak hanya membahas soal sistem, tetapi pergeseran budaya dari konvensional ke digital.
Anas mengatakan, dukungan pemerintah harus lebih penuh pada dunia industri musik karena potensi ekosistem musik yang tertata akan berdampak luar biasa. Wisata musik atau music tourism perlu disadari betul.
Baca juga: Puluhan Triliun Pesona Taylor Swift