Jalan Transformasi Sawit PTPN III dan Rakyat
PalmCo akan meningkatkan produksi minyak goreng. Petani sawit memiliki panduan pengelolaan perkebunan bebas deforestasi.
Sawit Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara III (Persero) tengah berbenah. Begitu juga sawit rakyat. Keduanya sama-sama mengusung jalan transformasi di tengah tantangan internal dan eksternal yang semakin kompleks.
Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III bakal membenahi hulu-hilir sawit melalui subholding PalmCo. Petani sawit rakyat atau swadaya mulai menerapkan panduan budidaya komoditas bebas deforestasi.
PalmCo merupakan hasil merger atau penggabungan PTPN V, VI, dan XIII ke dalam PTPN IV pada awal Desember 2023. PalmCo mengelola perkebunan kelapa sawit milik keempat PTPN itu, serta perkebunan kelapa sawit dan lahan kosong PTPN VII dan XIV.
”Melalui merger, PTPN-PTPN yang kuat mendistribusikan kapabilitas dan modalitas untuk memperbaiki PTPN-PTPN lain yang lemah,” kata Direktur Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) Abdul Ghani dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Melalui merger, PTPN-PTPN yang kuat mendistribusikan kapabilitas dan modalitas untuk memperbaiki PTPN-PTPN lain yang lemah.
Menurut Ghani, dalam lima tahun ke depan, PalmCo akan menambah luas kebun sawit dari 500.000 hektar menjadi 700.000 hektar. Dua upaya yang akan dilakukan adalah mengonversi tanaman karet menjadi sawit dan memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk menanam kelapa sawit.
Produktivitas tandan buah segar (TBS) sawit juga akan ditingkatkan dari rerata 12-13 ton per hektar menjadi 18 ton per hektar. Salah satu perkebunan yang telah digarap dan meningkat produktivitasnya berada di Banten.
”Kami berhasil meningkatkan produktivitas TBS sawit dari 12-13 ton per hektar menjadi 18 ton per hektar di lahan seluas 200.000 hektar. Ke depan, kami akan tingkatkan menjadi 20 ton per hektar,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Ghani, PalmCo telah mulai menggarap peremajaan atau penanaman kembali kelapa sawit dengan target seluas 60.000 hektar. PalmCo juga siap membantu program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang dananya berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
”Dengan naiknya dana PSR dari Rp 30 juta per hektar menjadi Rp 60 juta per hektar, PalmCo sanggup membantu percepatan PSR seluas 100.000 hektar,” katanya.
Baca juga: Benah-benah Sawit Indonesia
BPDPKS mencatat, penyaluran dana untuk program PSR mencapai Rp 9,42 triliun sejak 2017 hingga 31 Mei 2024. Dana tersebut disalurkan bagi 151.185 pekebun dengan total lahan seluas 336.834 hektar.
Capaian itu jauh di bawah luas lahan sawit rakyat yang perlu diremajakan, yakni 2,8 juta hektar. PSR itu diperlukan lantaran tanaman kelapa sawit petani banyak yang berusia di atas 30 tahun dengan rerata produksi TBS hanya 2-3 ton per hektar.
Hilirisasi sawit
Ghani juga menyatakan, PalmCo juga akan menggarap sektor hilir sawit yang tidak hanya berupa minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Produksi minyak goreng akan ditingkatkan dari 460.000 ton per tahun menjadi 1,8 juta ton per tahun pada 2026.
PalmCo juga akan memproduksi bahan baku biodiesel dari sawit dengan membangun pabrik fatty acid methyl ester (FAME) berkapasitas 450.000 ton per tahun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara. Pabrik yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2025 itu tengah dalam proses penyelesaian kontrak pembangunan.
Baca juga: Mengobati Gejala ”Sembelit” Sawit
Berbagai upaya transformasi PTPN Group itu berjalan beriringan dengan sejumlah tantangan eksternal dan internal. Hal itu terutama terkait dampak penurunan harga CPO global dan beban utang.
Berdasarkan data PTPN III, laba perseroan turun dari Rp 6,02 triliun pada 2022 menjadi Rp 1,02 triliun pada 2023. Tahun ini, PTPN menargetkan dapat meraih laba Rp 3,9 triliun. ”Penurunan laba itu dipengaruhi tren penurunan harga CPO global. Pada tahun lalu, pendapatan dari komoditas itu turun Rp 2,5 triliun,” kata Ghani.
Adapun terkait utang, dalam tiga tahun perjalanan transformasi, 2021-2023, PTPN III telah melunasi utang Rp 18 triliun dari total utang Rp 43 triliun. Pelunasan itu mencakup pembayaran kewajiban kepada perbankan Rp 11,3 triliun, santunan hari tua Rp 3,7 triliun, dan iuran pensiun Rp 3 triliun.
Panduan bebas deforestasi
Tak mau kalah dengan perusahaan pelat merah, petani sawit rakyat juga bertransformasi. Transformasi itu tidak sekadar dalam mendapatkan sertifikasi sawit berkelanjutan (RSPO dan ISPO) dan PSR, tetapi juga mengelola perkebunan sawit berkelanjutan.
Kini, para petani sawit swadaya telah memiliki panduan pengelolaan perkebunan bebas deforestasi. Dengan begitu, mereka dapat mempraktikkan panduan itu dan memastikan komoditas yang dihasilkan bisa menembus pasar Uni Eropa, bahkan global, sesuai dengan ketentuan produk bebas-deforestasi. Panduan itu bahkan bisa diterapkan petani kopi, kakao, dan karet swadaya.
Panduan pengelolaan perkebunan bebas deforestasi dapat diterapkan oleh petani sawit, kopi, karet, dan kakao swadaya atau kecil.
Baca juga: Sawit Rakyat Naik Kelas dan Janji Perusahaan
Panduan Pengelolaan Perkebunan Bebas-Deforestasi untuk Petani Kecil Indonesia itu dikembangkan dan disusun selama enam tahun oleh sejumlah lembaga masyarakat nonprofit. Mereka adalah High Carbon Stock Approach (HCSA), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Yayasan Petani Pelindung Hutan (4F), Greenpeace, dan High Conservation Value Network (HCVN).
Panduan yang mengakomodasi kriteria dan metodologi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Stok Karbon Tinggi (SKT) itu juga telah diuji coba petani sawit swadaya di Kalimantan Barat selama empat tahun. Hal itu guna memastikan kesederhanaan dan kemudahan penerapan panduan tersebut oleh kelompok petani lokal.
Panduan itu berisi petunjuk praktis yang sederhana, seperti cara petani mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan dan lahan di kampung mereka. Ada pula cara mengenali dan mengonservasi keanekaragaman hayati, serta mengidentifikasi ancaman beserta dampaknya.
Ketua SPKS Sabaruddin, Senin (24/6/2024) malam, mengatakan, petani kecil kerap dicap sebagai biang keladi deforestasi sehingga mereka tersisih dari pasar. Namun, melalui uji coba panduan itu, petani kecil terbukti mampu menerapkan praktik-praktik pertanian yang tidak menyebabkan deforestasi.
”Kami berharap dengan pedoman itu, para petani kecil, termasuk sawit, dapat mendapat akses yang lebih adil terhadap pasar. Mereka juga akan bisa membantu pemerintah mewujudkan komitmen mengurangi deforestasi,” ujarnya melalui siaran pers.
Baca juga: Uni Eropa: Syarat Uji Tuntas EUDR Tak Tergantikan
Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia Kiki Taufik berpendapat, deforestasi masih menjadi persoalan besar bagi Indonesia. Namun, dengan panduan itu, petani kecil bisa berkontribusi terhadap capaian target konservasi dan komitmen iklim Indonesia.
Greenpeace terlibat dalam proses itu agar petani kecil bisa membuktikan bahwa mereka bisa menerapkan praktik-praktik bebas deforestasi dan melindungi hutan. Mereka juga dapat memenuhi sejumlah persyaratan regulasi bebas deforestasi, seperti undang-undang produk bebas deforestasi Uni Eropa (EUDR).
Direktur Eksekutif HCSA Jesús Cordero menambahkan, EUDR dan peraturan internasional lainnya tidak bisa mengabaikan kontribusi petani kecil terhadap rantai pasok yang bebas deforestasi. Panduan itu memungkinkan petani skala kecil mampu memproduksi komoditas, melestarikan hutan dan keanekaragaman hayati, serta menghormati hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal.
”Mereka dapat menjadi kunci penghubung rantai pasok dan pasar yang berkelanjutan ketika bermitra dengan produsen dan pembeli besar,” kata Cordero.