Serikat Pekerja: Badai PHK Masih Akan Terjadi Tahun Ini
Ketika industri padat karya terpukul, efek domino ke penyerapan tenaga kerja turun cukup tajam dibandingkan sektor jasa.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat, Kamis (20/6/2024), mengatakan, pemutusan tenaga kerja atau PHK diperkirakan masih bakal terjadi di tahun ini. Bahkan, ada kemungkinan angkanya akan naik. PHK terjadi hampir di semua sektor industri.
Dunia usaha, imbuhnya, benar-benar mengalami kelesuan. Penyebabnya ialah nilai tukar rupiah yang melemah, padahal masih banyak sektor industri dalam negeri yang mengandalkan bahan baku impor.
”PHK juga dialami oleh pekerja yang bekerja di sektor keamanan (satpam), telekomunikasi, perbankan, dan jalan tol. Di pabrik kendaraan pun sebenarnya ada. Sayangnya, pemberitaan media cenderung lebih menyoroti PHK di industri manufaktur tekstil,” ucapnya.
Hal yang patut diwaspadai dari gelombang PHK kali ini ialah perusahaan diduga akan semakin banyak menerapkan program pensiun dini untuk memangkas karyawan. Jika program ini yang dijalankan, relatif tidak akan tercatat di dinas tenaga kerja ataupun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
”Hampir 50 persen pekerja yang terkena pemangkasan dari perusahaannya itu melalui program pensiun dini. Walaupun ada juga pekerja anggota yang benar-benar di-PHK karena perusahaan merugi dan ada pula yang di-PHK karena perusahaan menerapkan otomasi,” katanya.
Data Kemenaker menyebutkan, pekerja yang terkena PHK dari Januari hingga 19 Juni 2024 mencapai 27.793 orang. Jumlah ini gabungan, baik dari sektor industri tekstil, garmen, alas kaki, dan penyamakan kulit, maupun di luar keempat sektor itu, belum termasuk data jumlah pekerja Tokopedia-Tiktok Shop yang bakal mengalami PHK.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri menyatakan, total data pekerja ter-PHK sampai akhir tahun 2024 bisa lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu. Sepanjang 2023, total pekerja yang terkena PHK tercatat lebih kurang 60.000 orang.
”Kalaupun (tetap) naik, kenaikan jumlah pekerja ter-PHK diperkirakan hanya 20 persen (dari data jumlah pekerja ter-PHK saat ini). Insya Allah bisa turun dibandingkan tahun 2023,” ujarnya saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR, Rabu (19/6/2024) petang, di kompleks Senayan, Jakarta.
Industri padat karya masih terpukul oleh berbagai tantangan, seperti naiknya harga bahan baku fluktuasi nilai tukar rupiah dan relokasi pabrik tekstil dari Indonesia ke Vietnam dan Bangladesh.
Dia menambahkan, Kemenaker selalu mendorong agar PHK menjadi jalan paling terakhir yang diambil perusahaan untuk menyelamatkan bisnis. PHK tidak selalu menimbulkan perselisihan hubungan industrial sehingga pihak pekerja dan manajemen biasanya mempunyai kesepakatan hak dan kewajiban.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menguraikan, industri tekstil dan pakaian jadi pada triwulan I-2024 tumbuh 2,6 persen. Pertumbuhan ini relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri pengolahan nonmigas yang sebesar 4,6 persen.
”Pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi yang mencapai 2,6 persen pada triwulan I-2024 bahkan lebih rendah dibandingkan dengan industri makanan-minuman yang tumbuh 5,8 persen, industri rokok 7,6 persen, dan logam dasar 16,5 persen. Dengan demikian, performa industri tekstil dan pakaian jadi yang rendah, meskipun belum negatif, akan rentan PHK massal,” katanya.
Tingkat pengangguran global tahun 2024 dan 2025 hanya turun tipis dari 5 persen pada 2023 menjadi 4,9 persen.
Menurut dia, secara sektoral, industri padat karya masih terpukul oleh berbagai tantangan, seperti naiknya harga bahan baku fluktuasi nilai tukar rupiah dan relokasi pabrik tekstil dari Indonesia ke Vietnam dan Bangladesh. Ketika industri padat karya terpukul, efek domino ke penyerapan tenaga kerja turun cukup tajam dibandingkan dengan sektor jasa.
Dari aspek global, Deputi Direktur Jenderal Organisasi Buruh Internasional (ILO) Celeste Drake, yang ditemui di sela-sela diskusi ”Artificial Intelligence and Implications on The Indonesian Labour Market Forum”, Kamis (20/6/2024), di Jakarta, mengatakan, pemulihan pasar kerja global dari efek pandemi Covid-19 tidak merata. Oleh karena itu, ILO dalam laporan riset berjudul ”World Employement and Social Outlook: May 2024 Update” memproyeksikan tingkat pengangguran global tahun 2024 dan 2025 hanya turun tipis dari 5 persen pada 2023 menjadi 4,9 persen.
”Sebelum pandemi Covid-19, sejumlah negara telah bekerja keras mengurangi angka kemiskinan. Akan tetapi, pandemi Covid-19 menginterupsi pencapaian penurunan angka kemiskinan. Saat ini, hal lain yang harus dikhawatirkan juga ialah potensi angka pekerja informal yang memburuk,” ucapnya.