Himbara Jadi Kontributor Utama Setoran Dividen BUMN ke Kas Negara
Total alokasi dividen yang akan disetorkan bank Himbara adalah Rp 92,12 triliun, sebagian masuk ke kas negara.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sektor perbankan diproyeksi akan menjadi tumpuan badan usaha milik negara untuk merealisasikan setoran dividen kepada negara yang tahun ini ditargetkan sebanyak Rp 85,8 triliun. Proyeksi ini sejalan dengan Himpunan Bank-bank Milik Negara atau Himbara yang memastikan akan mengucurkan dividen berlimpah tahun ini.
Sebagai informasi, pemerintah bersama Panitia Kerja A Badan Anggaran DPR sepakat menaikkan target setoran dividen BUMN untuk 2024 menjadi Rp 85,8 triliun. Jumlah ini naik Rp 5 triliun dari target sebelumnya yang tertuang dalam RUU APBN 2024, yakni Rp 80,8 triliun.
Adapun realisasi setoran dividen BUMN pada 2023 mencapai Rp 82,1 triliun atau menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Setoran dividen yang masuk dalam pos Kekayaan Negara Dipisahkan ini juga tumbuh 102,1 persen dibandingkan dengan setoran dividen pada 2022 yang sebesar Rp 40,6 triliun.
Sektor jasa keuangan menyumbangkan salah satu profitabilitas paling besar dari keseluruhan laba konsolidasi BUMN.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, mengatakan, jika dilihat dari sisi profitabilitas, gabungan laba keempat anggota Himbara, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, bisa hampir separuh dari seluruh laba konsolidasi BUMN.
”Sektor jasa keuangan menyumbangkan salah satu profitabilitas paling besar dari keseluruhan laba konsolidasi BUMN. Mungkin lebih dari 50 persen, sumbangan dari total laba konsolidasi BUMN diperoleh dari bank Himbara,” ujar Toto, saat dihubungi, Selasa (18/6/2024), di Jakarta.
Secara historis, besaran laba yang dihimpun Himbara tegak lurus dengan besaran setoran dividen yang disumbangkan perseroan terhadap negara.
Mengutip Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2022 yang disusun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi penyumbang dividen terbesar mencapai Rp 14,04 triliun, kemudian disusul Bank Mandiri (Rp 8,75 triliun), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (Rp 7,73 triliun), PT Pertamina (Persero) (Rp 2,92 triliun), dan Bank Negara Indonesia (BNI) (Rp 1,63 triliun).
Menururut Toto, kontribusi Himbara pada tahun anggaran 2023 dan 2024 masih tetap besar, mengingat kinerja bisnis dan keuntungan yang didapat berkat pendapatan dari bunga yang cukup tinggi. Namun, agar kinerja bank Himbara dapat lebih optimal, Toto menilai keempat Bank Himbara perlu menurunkan margin bunga bersih (net interest margin/NIM).
”Ini agar biaya capital yang harus ditanggung oleh para debitor juga bisa semakin murah sehingga upaya-upaya melakukan diverisifikasi pendapatan dengan masuk kepada fee based income ke depan perlu semakin dicermati oleh para bank Himbara,” kata Toto.
Kompas mencatat, pada tahun ini keempat bank Himbara berkomitmen untuk menyetorkan dividen jumbo. Bank Mandiri pada Maret lalu mengumumkan komitmen untuk menyalurkan dividen sebesar Rp 33,03 triliun dari total laba sebesar Rp 55,06 triliun. Adapun BRI mengalokasikan Rp 48,01 triliun untuk dividen atau 80,04 persen dari laba sepanjang 2023 sebesar Rp 60,43 triliun.
Sementara itu, BNI berkomitmen menyetorkan dividen Rp 10,45 triliun kepada pemegang saham tahun ini. Nilai tersebut mencapai 50 persen dari perolehan laba bersih sepanjang 2023 yang sebesar Rp 20,9 triliun. Tak mau ketinggalan, BTN tahun ini berkomitmen menyalurkan dividen 20 persen dari perolehan laba perusahaan sepanjang 2023 sebesar Rp 3,5 triliun atau Rp 700 miliar.
Total alokasi dividen yang akan disetorkan bank Himbara kepada para pemegang sahammencapai Rp 92,12 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian akan masuk ke kantong negara dalam pos Kekayaan Negara Dipisahkan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam menilai, semakin besar setoran dividen Himbara ke dalam kas negara, maka modal pemerintah akan bertambah untuk menjalankan program-program pembangunan. ”Bank pelat merah kelebihan modal jika merujuk pada kondisi CAR (rasio kecukupan modal) mereka. Jadi, Himbara tidak perlu menahan-nahan keuntungan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menilai peningkatan realisasi setoran dividen BUMN kepada negara menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan transformasi BUMN. Pertumbuhan setoran dividen menunjukkan hasil transformasi hingga bersih-bersih mendorong kondisi BUMN menjadi lebih sehat dan berdampak pada peningkatan kontribusi bagi negara.
Berdasarkan laporan BPK, kinerja setoran dividen ke kantong negara bergerak fluktuatif dalam sedekade terakhir.Setoran dividen tercatat senilai Rp 37,64 triliun pada 2015, kemudian turun menjadi Rp 37,13 triliun pada 2016. Selanjutnya, setoran dividen BUMN pada 2017 naik menjadi Rp 43,90 triliun dan lanjut bertumbuh ke posisi Rp 45,06 triliun pada 2018. Adapun setoran dividen tahun 2019 mencapai Rp 80,7 triliun.
Setoran kemudian turun menjadi Rp 66,1 triliun pada 2020 dan kembali melemah ke Rp 30,5 triliun pada 2021 karena pandemi Covid-19. Namun, pada 2022, setoran dividen BUMN naik menjadi Rp 40,6 triliun. Setoran ini lantas kembali melesat pada 2023 dengan realisasi sebanyak Rp 82,1 triliun.
Sejalan dengan target dividen jumbo pada tahun 2024 sebesar Rp 85 triliun, Menteri BUMN Erick Thohir juga telah mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) senilai total Rp57,8 triliun untuk periode 2024-2025. Perinciannya, Kementerian BUMN mengusulkan PMN yang berasal dari alokasi pembiayaan cadangan investasi APBN 2024 senilai Rp 13,6 triliun. Sementara itu, untuk tahun anggaran 2025, Erick mengajukan suntikan modal negara sebesar Rp 44,24 triliun.
Pertumbuhan setoran dividen menunjukkan hasil transformasi hingga bersih-bersih mendorong kondisi BUMN menjadi lebih sehat dan berdampak pada peningkatan kontribusi bagi negara.
BUMN yang diusulkan meraih PMN 2024 dari alokasi pembiayaan cadangan investasi adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 2 triliun, PT Hutama Karya (Persero) Rp 1,6 triliun, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) dan ID Food masing-masing Rp 1 triliun.
Selanjutnya, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni dan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) alias IFG masing-masing diusulkan meraih Rp 3 triliun. Adapun PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA sebesar Rp 2 triliun.