Dari Gedung Hijau hingga Keberlanjutan Sektor Keuangan
Meski tak secara langsung berkontribusi bagi emisi karbon, sektor jasa keuangan tetap berupaya menerapkan keberlanjutan.
Sekilas, tidak ada yang berbeda dari gedung berhiaskan kaca biru tua dengan sederet gedung perkantoran lainnya di kawasan Foresta BSD, Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten. Kawasan tersebut berjarak sekitar 6,3 kilometer dari Stasiun Cisauk dengan waktu tempuh sekitar 12 menit menggunakan kendaraan bermotor.
Segala yang ada di gedung Wisma BCA Foresta itu, mulai dari pos jaga, tempat parkir, resepsionis, hingga aktivitas para pekerja tiada ubahnya gedung perkantoran pada umumnya. Namun, sebuah plakat yang tertempel di salah satu sisi dinding marmer sedikit mencuri perhatian.
Plakat tersebut bertuliskan “Greenship Exsisting Building Platinum”. Artinya, gedung ini telah mengantongi sertifikat level tertinggi sebagai bangunan dengan standardisasi ramah lingkungan dari Green Building Council Indonesia (GBCI).
Untuk bisa mendapatkan sertifikasi bangunan ramah lingkungan dari GBCI, setidaknya terdapat enam ketentuan yang perlu diperhatikan, yakni pemilihan tempat (side development) terkait dengan sarana transportasi publik, efisiensi energi, serta efisiensi air. Selain itu, ada pula penggunaan material ramah lingkungan, kualitas udara, serta perawatan (maintenance) sesuai standar gedung ramah lingkungan.
Excecutive Vice President Divisi Logistik dan Gedung PT Bank Central Asia (BCA) Tbk Arlianto Djunaidi menjelaskan, gedung yang secara resmi beroperasi sejak Oktober 2020 itu memang didesain dengan konsep keberlanjutan, ramah lingkungan, serta hemat energi. Hal utama yang mendukung ketiga aspek tersebut ialah penggunaan material berupa kaca berganda (double glass) untuk meredam panas dan penerapan water cooled chiller sebagai sistem pendingin udara.
Meski dari segi harga terbilang relatif lebih mahal dibanding pembangunan gedung biasa, biaya tersebut akan terkompensasi oleh biaya operasional yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya. Dalam memilih material kaca berganda, misalnya, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai 10 persen lebih tinggi dibanding material kaca biasa.
“Namun, bisa lebih hemat dari sisi energi atau konsumsi listrik dan paling berdampak, sehingga yang kami pakai secara rata-rata hampir 50 persen lebih hemat dari gedung-gedung lainnya,” kata Arlianto saat ditemui di Jakarta, Jumat (14/6/2024).
Produk-produk ramah lingkungan itu kan masih mahal karena pemainnya masih belum banyak. Akan tetapi, apabila nanti semakin banyak yang membutuhkan, itu akan membuat harga semakin kompetitif. Memang tantangannya ada pada biaya, mindset, dan komunitas.
Sebagai gambaran, konsumsi listrik di gedung tersebut bisa mencapai 3.030 kilovolt ampere dalam sebulan. Dengan konsumsi listrik sebesar itu, biaya yang dikeluarkan biasanya mencapai Rp 450 juta. Namun, biaya yang dikeluarkan dalam operasional gedung tersebut hanya sekitar Rp 300 juta per bulan.
Adapun gedung tersebut dilengkapi dengan solar panel yang diperkirakan dapat mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 360 ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq). Selain itu, terdapat upaya lainnya seperti mengurangi konsumsi energi listrik dengan cara menggunakan lampu LED, mengatur jadwal operasional AC, lampu, lift, komputer, dan perangkat elektronik lainnya.
Atas berbagai upaya tersebut, gedung yang menjulang setinggi 15 lantai ini pun mendapat pengakuan berupa Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai juara 1 kategori efisiensi energi pada 2022. Selain itu, ada pula penghargaan dari ajang ASEAN Energy Awards untuk kategori Energy Efficient Building pada 2023.
Ke depan, BCA akan mengembangkan gedung-gedung kantor pusat dengan konsep ramah lingkungan, berkelanjutan, dan hemat energi sebagaimana telah terwujud dalam Wisma BCA Foresta. Salah satu contoh pengembangan lainnya ialah Wisma BCA BSB Semarang yang pada Maret 2024 lalu telah mengantongi sertifikasi bangunan ramah lingkungan dari GBCI.
Senior Vice President Divisi Logistik dab Gedung BCA Victor Teguh Sutedja menambahkan, terdapat dua unsur yang menjadi perhatian utama dalam membangun gedung ramah lingkungan, yakni efisiensi energi dan menggunakan produk-produk ramah lingkungan. Efisiensi menjadi salah satu fokus utama mengingat dapat mengurangi beban operasional, baik dengan pemilihan sistem pendingin udara maupun dengan mematikan lampu serta lift di waktu-waktu tertentu.
“Produk-produk ramah lingkungan itu kan masih mahal karena pemainnya masih belum banyak. Akan tetapi, apabila nanti semakin banyak yang membutuhkan, itu akan membuat harga semakin kompetitif. Memang tantangannya ada pada biaya, mindset, dan komunitas,” ujarnya.
Selain BCA, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk turut berupaya berkontribusi terhadap aspek lingkungan, yakni dengan meluncurkan platform Digital Carbon Tracking dalam acara ESG Festival pada akhir 2023 lalu. Hal ini sebagai bentuk transparansi informasi atas emisi gas rumah kaca (GRK) dari operasional perusahaan.
Vice President ESG Communication Bank Mandiri Adam Zahir, melalui keterangan resmi pada Rabu (5/6/2024) menyebut, Bank Mandiri menjadi bank pertama yang menerapkan pelacakan jejak karbon secara digital di Indonesia. Platform ini sekaligus menjadi inisiatif perusahaan dalam menargetkan Net Zero Emissions (NZE) in Operations pada tahun 2030 atau lebih cepat.
“Dengan memonitor jejak karbon secara digital ini, kami juga turut menumbuhkan awareness untuk mengimplementasikan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan serta menentukan strategi ke depannya untuk memperkuat komitmen kami dalam menurunkan emisi operasional,” kata Adam.
Berdasarkan data Bank Mandiri, jumlah emisi GRK selama lima tahun secara keseluruhan turun 17,6 persen, dari 358.753,56 tCO2e pada 2019 menjadi 295.713,18 tCO2e pada 2023. Penurunan tersebut salah satunya dilakukan dengan efisiensi energi terkait operasional, seperti penghematan bahan bakar minyak dan listrik, penggunaan kendaraan listrik, pemakaian lampu LED, serta pemasangan panel surya.
Platform Digital Carbon Tracking tersebut mencatat emisi karbon Bank Mandiri, mulai dari tingkat pusat, regional, hingga cabang. Platform ini bekerja dengan memantau tiga cakupan emisi, meliputi konsumsi bahan bakar (BBM), pembelian listrik. Sedangkan, serta aktivitas perjalanan dinas pegawai menggunakan pesawat.
“Penghitungan ini sudah dilakukan sesuai standar terkini. Jadi, penghitungan dari Digital Carbon Tracking sudah sangat mutakhir,” tuturnya.
Baca juga: Perbankan Berkomitmen Terlibat dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Pembiayaan hijau
Selain dengan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan secara fisik, sektor jasa keuangan wajib menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan, antara lain terkait dengan peningkatan portofolio pembiayaan yang sejalan dengan penerapan Keuangan Berkelanjutan. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Berdasarkan laporan keuangan triwulan I-2024 Bank Mandiri, total portofolio hijau tercatat sebesar Rp 130 triliun atau tumbuh sebesar 19,3 persen secara tahunan. Selain itu, total portofolio sosial Bank Mandiri mencapai Rp 134 triliun atau tumbuh 9 persen secara tahunan.
Dengan demikian, total portofolio berkelanjutan Bank Mandiri tumbuh 14 persen secara tahunan menjadi menjadi Rp 264 triliun per akhir Maret 2024. Jumlah ini setara dengan 24 persen dari total portofolio kredit Bank Mandiri.
Sementara itu, laporan keuangan BCA pada triwulan I-2024 menunjukkan, pembiayaan berkelanjutan mencapai Rp 197 triliun atau tumbuh 9,1 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, porsi pembiayaan berkelanjutan sebesar 23,5 persen dari total portofolio kredit BCA.
Vice President Environment, Social, and Governance Group BCA Natalina Barasi menyampaikan, capaian pembiayaan tersebut merupakan bagian dari kepatuhan dan tanggung jawab atas komitmen BCA terhadap POJK No 51/2017. Upaya ini akan terus ditingkatkan salah satunya melalui program-program menarik terkait pembiayaan kendaraan listrik.
“Pertama, kami harus melakukan pembiayaan yang bertanggung jawab, yang ramah lingkungan, dan bagaimana aspek-aspek ESG diimplementasikan pada proses pembiayaan itu terjadi. Kami di sini juga berupaya kalau bisa melebihi ekspektasi dari POJK dengan berfokus kepada operasi yang ramah lingkungan, salah satu bentuknya adalah gedung ramah lingkungan dan efisiensi energi,” tuturnya.
Ia menambahkan, penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan tidak hanya dilakukan di sisi internal perusahaan, melainkan juga dari sisi eksternal dengan memastikan prinsip tersebut diterapkan oleh para pemangku kepentingan, seperti oleh vendor. Hal ini mengingat penerapan prinsip keberlanjutan dapat berdampak positif bagi reputasi perusahaan di mata para pemangku kepentingan dan para investor.
Penyaluran pembiayaan berkelanjutan khususnya untuk kendaraan listrik menghadapi sejumlah kendala, yakni harga kendaraan yang relatif mahal dan infrastruktur pengisian baterai serta servis yang masih sangat terbatas.
Selain perbankan, lembaga pembiayaan turut ambil andil dalam pembiayaan berkelanjutan. PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) atau CIMB Niaga Finance, misalnya, realisasi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan per Mei 2024 sebesar Rp209,39 miliar atau hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar Rp 73,59 miliar. Selain nilai pendanaannya, jumlah unit pun turut tumbuh 237 persen menjadi 663 unit pada Mei 2024.
Presiden Direktur CNAF Ristiawan menyampaikan, CNAF akan mendukung upaya pemerintah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam penerapannya, CNAF turut mempercepat realisasi program pembiayaan kendaraan ramah lingkungan serta meningkatkan intensitas kegiatan operasional ramah lingkungan melalui akselerasi program digitalisasi dan peningkatan kompetensi keuangan berkelanjutan seluruh jajaran.
“Pembiayaan kendaraan ramah lingkungan telah dilakukan sejak tahun 2019. Sampai saat ini, CNAF gencar menawarkan pembiayaan kendaraan ramah lingkungan dengan memberikan suku bunga yang bersaing dengan pasar atau lebih murah dibanding pembiayaan kendaraan reguler, bahkan menawarkan suku bunga 0 persen dengan syarat khusus,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Selain itu, CNAF juga memfasilitasi nasabah yang memiliki kendaraan listrik dengan menyediakan stasiun pengisian (charging station) di Kantor Pusat CNAF Bintaro. Bentuk komitmen terhadap penerapan ESG lainnya melalui aplikasi CNAF Mobile sebagai upaya meminimalkan penggunaan kertas.
Kendati demikian, penyaluran pembiayaan berkelanjutan khususnya untuk kendaraan listrik menghadapi sejumlah kendala, yakni harga kendaraan yang relatif mahal dan infrastruktur pengisian baterai serta servis yang masih sangat terbatas. Lebih lanjut, terdapat pula kekhawatiran atas nilai jual Kendaraan yang jatuh karena belum terdapat pasar sekunder kendaraan listrik.
Baca juga: Sejumlah Pihak Pertanyakan Taksonomi Hijau Versi OJK
Tantangan implementasi
OJK secara langsung mendukung penerapan ESG di sektor jasa keuangan melalui POJK Nomor 51/2017. Dalam POJK tersebut, implementasi dilakukan secara bertahap mulai dari 2019-2025 sesuai dengan kesiapan di masing-masing industri yang tidak sama.
Sektor jasa keuangan yang telah menerapkan prinsip ESG tersebut, antara lain bank umum seluruh kelompok, bank perekonomian rakyat, emiten, perusahaan pembiayaan, modal ventura, serta perasuransian. Di sisi lain, dana pensiun yang mempunyai total aset paling sedikit Rp 1 triliun juga akan menyusul menerapkan kebutuhan dalam ESG pada 1 Januari 2025.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar menyampaikan, sektor perbankan lebih dominan dalam penerapan keuangan berkelanjutan mengingat perbankan merupakan mayoritas dari keseluruhan industri sektor jasa keuangan di Indonesia. Selain itu, perbankan menjadi industri jasa keuangan pertama yang menerapkan POJK No. 51/2027, yakni sejak 2019.
“Beberapa hal yang jadi tantangan dalam implementasi ESG adalah keterbatasan dan kapasitas dari sumber daya manusia yang memang memahami dengan baik dan mumpuni dalam bidang yang penting ini. Selain itu ada juga keterbatasan data, seperti data terkait emisi, perubahan iklim, dan lain-lain,” katanya dalam RDKB OJK Juni 2024 secara daring.
Kendati demikian, saat ini, sektor-sektor jasa keuangan lainnya semakin gencar menerapkan keuangan berkelanjutan mengingat tuntutan dari para investor dan pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun global. Oleh sebab itu, tantangan tersebut harus direspons secara tepat, sehingga dapat dilaksanakan dengan lebih optimal sembari memperhatikan perkembangan di negara-negara lain.
Mahendra menyebut, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kapasitas dan SDM di sektor jasa keuangan sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Sebagai regulator, OJK mendorong kerja antara lembaga jasa keuangan dengan para pemangku kepentingan terkait pendampingan dalam menerapkan instrumen-instrumen keuangan yang mendukung aspek berkelanjutan.
Secara pararel, OJK juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dalam rangka menutup kekurangan terkait menyiapkan data dan informasi pendukung yang dirasa masih kurang. Salah satunya dengan pengembangan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia sebagai pedoman atas klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan tujuan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Ini mencakup seluruh aspek dalam ESG, bahkan lebih luas lagi, karena mencakup seluruh aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial. Tentunya untuk pengembangan selanjutnya beberapa inisiatif lain, termasuk upaya untuk menetapkan disclosure standar yang dicanangkan secara internasional oleh ISSB/IFRS, sehingga apa yang kita lakukan di Indonesia ini memiliki standar dan kemampuan interoperability di internasional,” turut Mahendra.
Di sisi lain, bagi lembaga jasa keuangan yang melanggar ketentuan atau belum menerapkan prinsip-prinsip ESG, OJK sejauh ini hanya akan mengenakan sanksi berupa administrasi berupa teguran dan peringatan tertulis. Namun, tidak menutup kemungkinan OJK ke depannya akan memberikan sanksi dalam bentuk lainnya.
Baca juga: Investor Peka Isu Keberlanjutan Lebih Terfasilitasi