Sinyal The Fed dan Kekhawatiran Investor Bawa Rupiah Tembus Rp 16.400 Per Dollar AS
Rupiah diproyeksikan akan berada di kisaran Rp 15.900-Rp 16.300 per dollar AS pada akhir 2024.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah kembali terdepresiasi hingga sempat menembus Rp 16.400 per dollar AS di akhir pekan. Ini menyusul kebijakan bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, yang mengindikasikan pemangkasan suku bunga acuannya hanya akan terjadi satu kali pada akhir 2024. Ada pula faktor kekhawatiran investor terhadap kebijakan belanja pemerintahan Indonesia 2024-2029.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), pada perdagangan Jumat (14/6/2024), rupiah ditutup pada level Rp 16.374 per dollar AS atau melemah 6,33 persen dibandingkan dengan penutupan akhir 2023. Ini sekaligus menjadi level pelemahan terdalam rupiah selama kalender berjalan.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan membuat dollar AS melemah. Namun, hasil rapat Dewan Kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) per Juni 2024 mengindikasikan The Fed hanya akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) sekali pada akhir 2024. Implikasinya, dollar AS kembali menguat.
”Dollar AS dalam sepekan terakhir tercatat kembali menguat terhadap mata uang global, baik mata uang negara maju maupun mata uang negara berkembang, termasuk rupiah yang melemah hingga ke level 16.400 per dollar AS,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (17/6/2024).
Di sisi lain, kinerja dollar AS terhadap mata uang lainnya yang tecermin dari indeks dollar AS selama sepekan turut menguat 0,63 persen ke level 105,55 bps. Adapun pemilihan parlemen Perancis pada akhir Juni 2024 membuat para investor cenderung beralihpada aset yang lebih likuid (safe-haven) sehingga dollar AS pun menguat.
Joshua memperkirakan, pemangkasan suku bunga oleh The Fed akan terjadi pada Desember 2024 sebesar 25 bps sehingga berada dalam kisaran 5-5,25 persen. Pemangkasan tersebut mempertimbangkan potensi tingkat inflasi yang tinggi untuk jangka waktu tertentu mengingat adanya risiko inflasi dari kenaikan harga komoditas, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta hajatan pemilihan umum AS.
Kebijakan belanja ke depannya dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif pada masa pemerintahan mendatang sehingga defisit cenderung meningkat tajam. Kekhawatiran ini juga terefleksi dari kenaikan ’yield’obligasi 10 tahun sebesar 21 bps ke level 7,20 persen dalam sepekan.
Selain faktor eksternal, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh pemberitaan dari salah satu kantor berita asing terkait dengan kenaikan rasio utang Pemerintah Indonesia periode 2024-2029. Meski belum bisa dikonfirmasi sumbernya, pasar mengkhawatirkan belanja pemerintah mendatang lebih ekspansif dan cenderung memperlebar defisit.
”Kebijakan belanja ke depannya dikhawatirkan cenderung lebih ekspansif pada masa pemerintahan mendatang sehingga defisit cenderung meningkat tajam. Kekhawatiran ini juga terefleksi dari kenaikan yield obligasi 10 tahun sebesar 21 bps ke level 7,20 persen dalam sepekan,” tutur Josua.
Berdasarkan data transaksi 10–13 Juni 2024, investor asing di pasar keuangan domestik mencatatkan beli neto sebesar Rp 8,91 triliun. Ini terdiri dari aksi jual neto investor nonresiden di pasar Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 0,75 triliun, beli neto senilai Rp 0,76 triliun di pasar saham, dan beli neto senilai Rp 8,9 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Secara kalender berjalan hingga 13 Juni 2024, investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik masih mencatatkan beli neto sebesar Rp 63,41 triliun. Masuknya investasi asing tersebut terutama ditopang oleh instrumen SRBI yang mencatatkan beli neto sebesar Rp 108,9 triliun. Di sisi lain, investor asing masih mencatatkan jual neto Rp 35,09 triliun di pasar SBN dan jual neto Rp 10,40 triliun di pasar saham.
Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada akhir 2024, Josua memperkirakan, ruang bagi penurunan BI-Rate akan bergeser ke awal 2025 atau setelah The Fed memangkas suku bunga acuannya terlebih dahulu. Hal ini mengingat Bank Indonesia (BI) tengah berupaya menjaga spread positif dari instrumen keuangan domestik Indonesia.
Selain itu, nilai tukar rupiah diproyeksikan akan berada di kisaran Rp 15.900-16.300 per dollar AS pada akhir 2024 dengan imbal hasil obligasi rupiah bertenor 10 tahun berkisar 6,9-7,2 persen. Di tengah kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang masih mendominasi, BI akan tetap berada di pasar untuk melakukan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga akan berpengaruh terhadap cadangan devisa dalam jangka pendek.
”Dengan pasar keuangan global yang masih diselimuti ketidakpastian, ruang penurunan suku bunga oleh BI dalam jangka pendek cenderung tertutup sekalipun tingkat inflasi bulan Mei terkendali dan data cadangan devisa bulan Mei tercatat meningkat,” ucap Josua.
Adapun tingkat inflasi pada Mei 2024 tercatat sebesar 2,84 persen secara tahunan atau masih berada dalam kisaran target 1,5-3,5 persen. Lebih lanjut, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei 2024 tercatat sebesar 139 miliar dollar AS atau naik dibandingkan dengan posisi April 2024 yang sebesar 136,2 miliar dollar AS.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, bauran kebijakan BI akan terus diperkuat guna menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam kondisi global yang masih bergejolak, kebijakan moneter akan secara konsisten menjaga stabilitas dengan memastikan inflasi tetap terkendali dan nilai tukar rupiah tetap stabil.
Di sisi lain, kebijakan makroprudensial longgar diarahkan untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini, antara lain, melalui insentif likuiditas kepada perbankan untuk penyaluran kredit ke berbagai sektor guna meningkatkan kapasitas perekonomian, termasuk hilirisasi pertanian serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan.
”Kami meyakini, inflasi yang rendah sebagai faktor sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta kesejahteraan rakyat Indonesia,” katanya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2024 dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Award di Istana Negara secara hibrida, Jakarta, Jumat (14/6/2024).