Ekspektasi Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Menurun
Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 bulan ke depan per Mei 2024 sebesar 139, menurun dibandingkan April 2024.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan per Mei 2024 tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi pascamusim Lebaran dan transisi pemerintahan baru membuat tingkat konsumsi tidak segencar sebelumnya.
Mengutip Indeks Ekspektasi Konsumen Mei 2024 yang merupakan bagian dari Survei Konsumen Bank Indonesia, tiga variabel ekspektasi konsumen, yakni ekspektasi penghasilan, ketersediaan lapangan kerja, dan ekspektasi kegiatan usaha, pada enam bulan ke depan menurun dibandingkan April 2024.
Indeks Ekspektasi Penghasilan untuk 6 bulan ke depan dari Mei 2024 ada pada level 139,0, menurun dibandingkan April 2024 yang ada pada level 140,6. Adapun Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja untuk 6 bulan ke depan dari Mei 2024 ada pada level 134,5 menurun dibandingkan April 2024 yang sebesar 134,8. Begitu pula dengan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha untuk 6 bulan ke depan dari Mei 2024 ada pada level 131,6 menurun dibandingkan April 2024 yang sebesar 132,6.
Dalam siaran persnya, Senin (10/6/2024), Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, walau tercatat penurunan, ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan terpantau tetap kuat. Level indeks yang berada di 100 menunjukkan optimistis, sedangkan level di bawah 100 menunjukkan sebaliknya.
Indeks Keyakinan Konsumen pada Mei 2024 juga menurun dibandingkan April 2024. Pada Mei 2024, Keyakinan Konsumen ada pada level 125,2 menurun dari 127,7. ”Kendati demikian, level indeks di atas 100 tetap menunjukkan optimistis,” ujar Erwin.
Survei Konsumen adalah survei bulanan BI untuk mengetahui keyakinan konsumen mengenai kondisi ekonomi saat ini yang tecermin dari persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi konsumen terhadap perekonomian ke depan. Adapun survei ini dilakukan terhadap 4.600 rumah tangga di 18 kota.
Perlambatan ekonomi juga terpotret dari menurunnya indeks belanja manager. Mengutip Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global, posisi indeks PMI Mei 2024 ada pada level 52,1. Angka ini menurun 0,8 poin dibandingkan April 2024 yang sebelumnya berada 52,9.
Walau mencatat penurunan, posisi PMI Manufaktur Indonesia masih berada di level ekspansif. Indeks di atas 50 menunjukkan kondisi dunia usaha yang tengah ekspansif, tetapi di bawah 50 menunjukkan sebaliknya.
Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan, indeks PMI Manufaktur tersebut menunjukkan kinerja solid sektor manufaktur yang didorong oleh perolehan output dan permintaan baru.
Permintaan pasar bertahan positif meski sebagian besar didukung oleh klien domestik karena manufaktur global terus menunjukkan penurunan kinerja untuk permintaan ekspor baru.
Kendati begitu, Paul menyebut, meski pertumbuhan bertahan positif, terlihat tanda-tanda akan memburuk. Tingkat pertumbuhan secara umum rendah, sementara kepercayaan diri turun ke posisi terendah selama lebih dari empat tahun.
”Tekanan biaya juga naik. Dapat dipahami bahwa perusahaan berhati-hati terhadap jumlah tenaga kerja dengan menunggu dan melihat daripada mengganti staf yang berhenti,” ujar Paul dalam keterangan resminya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, kondisi perekonomian memang secara musiman akan lebih lambat pasca-Lebaran. Sebab, saat periode itu konsumsi sedang meningkat tajam, persepsi konsumen pun meningkat. Pascaperiode Lebaran, persepsi konsumen pun menurun seperti tingkat belanjanya.
Di saat yang sama, dari sisi produksi pun menurun pascakondisi memuncak saat Lebaran.
”Jadi secara musiman, tren konsumsi dan produksi menurun setelah Lebaran. Ini juga membentuk persepsi konsumen tingkat pola dan keyakinan konsumsinya. Di sisi lain juga pengaruh dari aspek produksi dunia usaha,” ujar Faisal dihubungi Senin.
Selain faktor siklus musiman itu, lanjut Faisal, tren konsumsi masyarakat memang menurun karena berbagai faktor lainnya. Perlambatan ekonomi dunia turut berkontribusi menghambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Akibatnya, konsumsi masyarakat juga melambat.
Tak hanya itu, faktor transisi pemerintah pascapemilu juga memicu para investor untuk menunggu dan menanti kepastian kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan pemerintahan baru. Kondisi ketidakpastian ini juga membuat konsumen lebih berhati-hati dalam belanja.