Komentar soal Tapera: dari Presiden Jokowi, Iwan Fals, hingga Soleh Solihun
Program Tapera picu kontroversi. Pekerja dan pengusaha kompak menolak. Bagaimana pandangan elite dan tokoh masyarakat?
Program Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang mewajibkan karyawan swasta hingga pekerja mandiri menyisihkan pendapatan bulanan mereka sebagai iuran tabungan perumahan menuai polemik.
Dalam sepekan terakhir, program Tapera menjadi topik hangat di masyarakat. Dari media sosial hingga warung kopi, warga ramai menanggapi isu ini.
Banyak pihak skeptis, apakah pemupukan dana untuk pembiayaan perumahan dapat menuntaskan persoalan backlog perumahan atau kekurangan jumlah perumahan antara kebutuhan dan pasokan yang mencapai 9,9 juta unit pada 2023.
Pemerintah hingga saat ini belum dapat memberikan kepastian bahwa peserta Tapera akan mendapatkan rumah jika melakukan iuran dalam jangka waktu tertentu.
Hal yang paling sulit masyarakat terima adalah skema program tersebut mewajibkan iuran atau potongan sebesar 3 persen dari gaji atau penghasilan pekerja, dengan batasan penghasilan senilai minimal upah minimum. Untuk karyawan perusahaan, potongan ditanggung bersama oleh karyawan dan perusahaan, masing-masing sebesar 2,5 persen dan 0,5 persen.
Sementara untuk pekerja mandiri, potongan 3 persen sepenuhnya ditanggung pekerja yang bersangkutan. Dengan berbagai skema tersebut, pemerintah hingga saat ini belum dapat memberikan kepastian bahwa peserta Tapera akan mendapatkan rumah jika melakukan iuran dalam jangka waktu tertentu.
Bagaimana pandangan para elite tentang Tapera? Sejauh ini, sejumlah elite politik telah melontarkan pandangannya, baik melalui konferensi pers maupun komentarnya di media sosial.
Tak ketinggalan tokoh masyarakat dan beberapa pesohor menyampaikan pandangannya. Ada yang eksplisit menyampaikan pendapatnya. Ada pula yang sebatas melemparkan pertanyaan untuk memancing diskusi.
Dari arsip dan pantauan di media sosial, Kompas meringkasnya dalam artikel ini. Sejumlah elite dan tokoh sengaja dipilih guna mewakili pandangan pemerintah dan masyarakat sipil. Berikut petikannya.
Presiden Jokowi
Pemerintah punya argumen dan pembelaan soal urgensi implementasi program Tapera yang paling cepat akan diterapkan pada 2027. Presiden Joko Widodo menyebutkan pro dan kontra terkait rencana implementasi program Tapera sebagai hal yang wajar.
“Dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau enggak berat. Seperti dulu BPJS, di luar yang BPI (bantuan penerima iuran) yang gratis 96 juta (orang), kan, juga rame, tapi setelah berjalan, saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya. Hal-hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum, biasanya pro dan kontra,” ujarnya.
Baca Juga: Serius Mau Tapera, Setelah Kasus Taspen, Asabri, dan Jiwasraya?
Ketentuan Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024. Seluruh pekerja dan pekerja mandiri dengan penghasilan di atas upah minimum wajib terdaftar sebagai peserta Tapera dan menyisihkan penghasilan dalam simpanan Tapera.
Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menegaskan, Presiden Jokowi terus menjalankan reformasi di sektor sistem jaminan kesejahteraan sosial, termasuk perumahan. ”Pemerintah ingin menunjukkan kehadiran pemerintah dalam semua situasi yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya persoalan berkaitan dengan sandang pangan papan. Tapera berkaitan dengan papan,” jelas Moeldoko.
Dasar hukum Tapera adalah UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Tapera merupakan perluasan dari program Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil yang khusus untuk aparatur sipil negara ke pekerja mandiri dan swasta.
“Kenapa diperluas? Karena ada problem backlog yang dihadapi pemerintah sampai saat ini, ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah,” tambah Moeldoko.
Wapres Ma'ruf Amin
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan program Tapera bisa membantu masyarakat memiliki tempat tinggal. Hal ini disampaikan usai meresmikan gedung baru Bank Syariah Indonesia (BSI) cabang Aceh di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Kamis (30/5/2024),
Beragam kritik dan kekhawatiran dari publik ia tenggarai muncul lantaran program Tapera belum tersosialisasikan dengan baik. ”Sebenarnya (akar) soalnya belum tersosialisasi dengan baik,” kata Wapres Amin.
Amin menjelaskan, Tapera memberi kesempatan kepada warga untuk saling membantu dalam penyediaan rumah lewat kredit pemilikan rumah (KPR). Sementara masyarakat yang memiliki tanah bisa menggunakan kredit bangun rumah (KBR). Adapun warga yang sudah punya rumah bisa menggunakan kredit renovasi rumah (KRR) untuk perbaikan rumah.
Jusuf Kalla
Sementara itu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla mengingatkan kebijakan pemotongan gaji untuk Tapera bisa benar-benar memberikan manfaat untuk pekerja-pekerja baru yang belum memiliki rumah. Prasyaratnya, pengelolaan dana oleh Badan Pengelola Tapera berjalan baik, bersih, dan transparan.
”Ini, kan, tabungan atau semacam asuransi,” kata Jusuf Kalla kepada wartawan di sela-sela pembukaan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia di Kabupaten Sungai Liat, Bangka Belitung, Rabu (29/5/2024).
Iwan Fals
Sekalipun potongan Tapera, seperti yang dijelaskan Wapres Ma’ruf Amin dan Jusuf Kala, dihitung sebagai tabungan atau investasi, potongan itu bersifat wajib, bukan pilihan.
Sementara biasanya, masyarakat berhak menentukan atau memilik produk tabungan dan investasi yang cocok dengan mereka. “Pemaksaan” inilah yang memicu timbulnya polemik dan keraguan di masyarakat.
Belum lagi kasus-kasus penyelewengan yang terjadi pada program-program penghimpunan dana masyarakat oleh lembaga-lembaga dalam lingkaran pengaruh pemerintah. Sebut saja misalnya program dana-dana yang dikelola oleh PT Asabri, PT Jiwasraya, PT Taspen, dan dana pensiun di BUMN.
Musisi Iwan Fals memberikan komentar terkait Tapera. Lewat sebuah cuitan di akun X pribadinya @iwanfals, musisi senior itu mempertanyakan soal Tapera. "Tapera apaan tuh?" cuitnya pada Rabu (29/5).
Meski tidak melakukan cuitan lebih lanjut soal Tapera, apa yang Iwan Fals tulis memancing ratusan respons dari warganet yang menilai kebijakan program Tapera hanya akan memberatkan dan tidak benar-benar memberikan manfaat terkait pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat.
Yenny Wahid
Direktur The Wahid Institute yang juga putri dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, menyorot logika Tapera yang dinilai memberatkan.
Dalam unggahan di akun Instagram miliknya, @yennywahid, ia menghitung dengan kisaran gaji Rp 7 juta per bulan, seorang pekerja akan mendapat potongan Rp 125 ribu per bulan dan baru akan mendapatkan rumah setelah 3.468 bulan atau setara dengan 285 tahun.
“Dapet kerjaan susah, giliran udah dapet kerja, pas gajian potongannya di luar nurul,” tulis Yenny Wahid dalam caption yang ia unggah, Rabu (29/5/2024).
Soleh Solihun
Komentar bernada kritis terkait skema Tapera juga datang dari komika Soleh Solihun. Dalam cuitan yang ia unggah lewat akun X @solehsolihun, Selasa (28/5/2024), ia mempertanyakan program tersebut.
“Kalau gaji 10 juta perbulan, dipotong tapera 3 persen = Rp 300.000 per bulan. 1 tahun = Rp 3,6 juta. 100 tahun menabung akhirnya bisa deh dapet rumah yang harganya Rp 360 juta. Ngitungnya gitu gak sih?” tulis Soleh Solihun.
Mahfud MD
Ibarat menyimpulkan beragam kritik dari masyarakat terkait program Tapera, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD, meminta pemerintah untuk betul-betul mempertimbangkan suara dan kritik publik soal rencana implementasi program tersebut.
"Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal," cuit Mahfud dalam akun X @mohmahfudmd, Kamis (30/5).
Mahfud merinci, dengan hitungan orang yang mendapatkan gaji Rp5 juta per bulan, maka ia hanya akan mendapatkan sekitar Rp100 juta dalam periode 30 tahun menabung. “Untuk sekarang pun Rp 100 juta tak akan dapat rumah apalagi 30 tahun yang akan datang, ditambah bunganya sekalipun,” katanya.
Baca juga : Tapera, Mengapa Gaji Semua Karyawan Harus Dipotong 2,5 Persen?
Mahfud menyimpulkan akumulasi bunga tabungan masyarakat yang dikelola oleh Tapera tidak akan punya arti signifikan bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam membeli rumah. Terlebih lagi jika sesuatu hal membuat para pekerja ini harus berhenti bekerja secara dini.
“Apa ada kebijakan yang menjamin para penabung untuk betul-betul dapat rumah? penjelasan tentang ini yang ditunggu publik,” tulis Mahfud.