Dorong Penggunakan Kapal Roro untuk Tekan Biaya Logistik
Tak hanya untuk mengangkut penumpang, Filipina juga menggunakan kapal roro untuk mengantar logistik.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan biaya logistik Indonesia terhadap produk domestik bruto yang tidak secepat negara lain dinilai karena pengiriman logistik yang tidak efektif. Pengiriman barang masih tergantung pada kapal-kapal kontainer. Padahal, kapal roll-on, roll-off atau roro bisa dimanfaatkan untuk mengirim barang dengan investasi yang lebih murah dan efektif.
Saat ini, biaya logistik Indonesia masih tembus 20 persen, lebih tinggi ketimbang negara-negara tetangga. Padahal, sebagian negara di Asia menunjukkan penurunan signifikan biaya logistik terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam dua dekade.
Berdasarkan data Bank Dunia, biaya logistik Indonesia memakan 27 persen PDB pada 2000, turun 14,8 persen menjadi 23 persen pada 2023. Namun, angkanya masih di bawah negara kepulauan lain. Filipina, misalnya, berhasil menekan hingga 51,9 persen biaya logistik selama dua dekade. Pada 2000, biaya logistik Filipina masih 27 persen PBD atau sama dengan di Indonesia. Namun, negara itu berhasil menurunkannya di level 13 persen pada 2023.
”Padahal, Indonesia dan Filipina sama-sama negara kepulauan,” ujar mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) RJ Lino dalam seminar bertajuk ”Strategi Pengembangan Transportasi dan Logistik Menjemput Indonesia Emas 2045” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Adapun biaya logistik di Thailand mencapai 13,2 persen PBD, India dan Malaysia (12,5 persen), serta Jepang (8,2 persen).
Lino mengatakan, Filipina berhasil menekan biaya logistik terhadap PDB karena pemerintah mengeluarkan dekret mengenai jalan maritim republik bernama Strong Republic Nautical Highway pada 2003. Negara itu menerapkan sistem roro terminal sebagai perluasan jaringan rute yang menghubungkan banyak provinsi dan kota di Filipina.
Pemerintah setempat membagi pelabuhan dalam tiga kategori, yakni besar, sedang, dan kecil, dengan jumlah rute berbeda-beda.Tidak hanya untuk mengangkut penumpang, Filipina juga menggunakan kapal roro untuk mengantar logistik.
Lino menambahkan, pemanfaatan roro ini merupakan bentuk investasi yang lebih sederhana dan murah ketimbang kapal kontainer. Ukuran kedalaman sandar kapal lebih dangkal, tak sedalam kapal-kapal besar. Durasi transportasi bisa terpangkas sehingga lebih efisien.
”Indonesia itu dari Sumatera ke Jawa dalam praktiknya lewat darat, hanya menyeberang melalui Pelabuhan Merak-Bakauheni. Begitu pula dari Jawa ke Bali itu juga memanfaatkan angkutan darat,” katanya
Idealnya, barang-barang logistik diprioritaskan lewat air. Jalur darat menjadi pilihan terakhir. Negara-negara lain, seperti Eropa, mampu menekan biaya logistiknya karena banyak memanfaatkan kanal-kanalnya. Indonesia dapat memanfaatkan sungai-sungai yang ada mengoptimalkan jalur air.
Tantangan lain, kepemilikan kapal perusahaan pelayaran badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) serta PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) alias Pelni, didominasi kapal tua. Rata-rata usianya mencapai 30 tahun. Kapal-kapal yang mengonsumsi bahan bakar besar, rendah nilai ramah lingkungannya, menurut Lino harus diganti,
Guna menekan biaya logistik Indonesia agar lebih efisien, penggunaan kapal-kapal roro untuk mengangkut truk kargo perlu dipertimbangkan. Kapal roro dapat mengangkut angkutan darat dan masuk-keluar kapal dengan lebih sederhana ketimbang memanfaatkan kapal kontainer.
Lino mengatakan, sistem roro ini bisa menghemat investasi infrastruktur terminal pelabuhan. Tidak hanya itu, roro dapat mengeliminasi penanganan kargo, mengurangi biaya transportasi, serta meningkatkan efisiensi. Sistem logistik Indonesia dinilai makin efisien jika didominasi kapal-kapal roro ketimbang kapal kontainer. Pembangunan terminal kapal roro perlu didorong.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Antoni Arif Priadi mengakui masih ada sejumlah isu maritim yang menghambat. Biaya logistik pun belum bisa ditekan maksimum.
Salah satu isu menonjol adalah pembangunan infrastruktur yang belum diprioritaskan. Saat ini, kapal tak dianggap sebagai infrastruktur, tetapi setara dengan mobil dan bus. ”Sehingga untuk dapat pinjaman lunak dan bunga dengan tenor yang panjang itu sangat susah sehingga banyak (pengusaha) yang lari ke luar negeri untuk meminjam uang,” ujar Antoni.
Jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas. Partisipasi pihak swasta masih rendah sehingga masih perlu didorong untuk terlibat mengelola pelabuhan.
Antoni menambahkan, membangun transportasi serupa dengan membangun budaya. Persoalan logistik semestinya tak hanya menjadi tanggung jawab Kemenhub, tetapi juga kementerian lain. Alhasil, akan lebih efektif jika pembangunan dibuat dalam suatu program sehingga bisa menggandeng lembaga dan institusi lain. Transportasi laut perlu dianggap sebagai infrastruktur prasarana serta berfungsi sebagai infrastruktur sarana.
Hal serupa diutarakan Wakil Ketua Komisi V DPR Andi Iwan Darmawan. Laut merupakan medium terpenting pengiriman logistik. Ia juga mendorong para pengusaha swasta pada bidang logistik ikut terlibat, tidak hanya melalui laut, tetapi juga memanfaatkan jenis transportasi lain.
Seminar selain dihadiri kalangan pengusaha, antara lain Asosiasi Logistik Indonesia dan Organisasi Angkutan Darat, serta dihadiri Menhub Budi Karya Sumadi dan Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Ahmad Muzani.
Budi mengatakan, konsep sistem transportasi logistik memang harus dimiliki. Pemanfaatan kapal roro merupakan suatu jalan tengah. ”Satu sisi, kita bisa mendukung pergerakan manusia, tetapi di sisi lain, logistik tetap jalan. Butuh suatu pemilihan untuk pergerakan kapal kontainer dan roro,” ujarnya.
Budi berharap, Komisi V DPR bisa memudahkan perizinan bagi Pelni agar bisa memanfaatkan kapal roro untuk perjalanan jarak jauh. Alhasil, para pengusaha pelayaran tetap memiliki margin atau pendapatan yang nantinya bisa menyubsidi para penumpang.
Ia berpesan agar seluruh pihak di Indonesia jangan merasa inferior atas pencapaian negara lain. Indonesia telah berada pada jalur yang tepat. Budi meminta semangat yang ada harus dilanjutkan dalam masa pemerintahan mendatang agar dapat bersaing lebih baik lagi.