Pertamina tengah menjalankan program subsidi tepat elpiji 3 kg. Per 1 Juni, NIK pembeli elpiji melon wajib terdaftar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil pendataan dan pemadanan data yang dilakukan PT Pertamina (Persero) menunjukkan pembelian elpiji 3 kilogram atau elpiji bersubsidi relatif merata pada desil 1-7 atau 7 kelompok pendapatan terendah (dari 10). Namun, juga masih tercatat pembeli elpiji melon yang berasal dari desil 10 atau kelompok terkaya, padahal elpiji jenis tersebut diperuntukkan bagi warga tak mampu.
Desil (1-10) ialah pembagian penduduk menjadi 10 kelompok berdasarkan pendapatan mereka. Desil 1 berarti 10 persen penduduk termiskin, sedangkan desil 10 berarti 10 persen penduduk terkaya. Di antara keduanya, terdapat desil 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Berdasarkan profiling konsumen rumah tangga yang dilakukan Pertamina, diketahui mayoritas pembeli elpiji berasal dari desil 1-7, dengan jumlah yang relatif merata. Pada desil 7, misalnya, terdapat 2,64 juta NIK yang membeli elpiji 3 kg (10 persen dari desil itu). Pada desil 8 terdapat 0,71 juta NIK (3 persen), desil 9 sebanyak 0,61 juta NIK (2 persen), dan desil 10 sebanyak 0,32 juta NIK (1 persen).
Data tersebut dipaparkan Pertamina dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (28/5/2024). Saat ini, Pertamina tengah menjalankan program subsidi tepat elpiji 3 kg, yang telah dimulai Januari 2024, yang salah satu tujuannya ialah guna memetakan konsumen pembeli elpiji 3 kg yang hingga kini distribusinya masih bersifat terbuka.
”Walaupun masyarakat komplain dan sebagainya, kami tetap menjalankan pendataan dengan pembelian (elpiji 3 kg) menggunakan KTP sehingga kita bisa dapat pemetaan bahwa dari desil 1 sampai desil 10, itu semua menikmati. Itu sebagai tahapan awal untuk memetakan sehingga nanti bisa terlihat ada yang kurang tepat sasaran,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat itu.
Menurut dia, data yang dipadankan dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) itu nantinya dapat digunakan pemerintah jika ingin mengubah sistem distribusi elpiji dari yang saat ini terbuka menjadi langsung atau tertutup. Pertamina, kata Nicke, siap mendukung apa pun kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.
Sementara itu, dalam rapat yang sama, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan menuturkan, profiling konsumen elpiji 3 kg itu juga untuk mengetahui seberapa banyak warga membelinya per bulan. ”Range-nya 1-5 tabung per bulan, tetapi memang ada yang lebih dari 5 tabung, untuk mereka yang mendaftar sebagai pengecer,” katanya.
Program transformasi pendistribusian elpiji itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran. Juga Keputusan Dirjen Migas No 99/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran, yang ditetapkan Februari 2023.
Dalam Keputusan Dirjen Migas itu disebutkan, antara lain, pembelian elpiji tertentu hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang terdata dalam sistem berbasis web dan/atau aplikasi, terhitung sejak 1 Januari 2024. Namun, sejak diterapkan, masih diberikan kelonggaran, seperti diperbolehkan mendaftarkan KTP/NIK saat itu juga jika belum terdaftar dalam sistem.
Pertamina mengisyaratkan penerapan ketentuan persyaratan itu bakal diperketat. ”Per tanggal 1 Juni (2024) nanti, pada saat akan dilakukan pembelian elpiji 3 kg, akan dipersyaratkan untuk gunakan KTP. Per 30 April 2024, dari 253.365 pangkalan aktif yang menyalurkan elpiji 3 kg, sebesar 98,8 persen telah melakukan pencatatan transaksi minimal satu kali,” ujar Riva.
Dorong subsidi tertutup
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Maman Abdurrahman menilai, upaya pembenahan distribusi, termasuk melalui persyaratan KTP dalam membeli elpiji 3 kg, belum akan menyelesaikan masalah. Selama ada dua produk serupa, tetapi terdapat disparitas harga (subsidi dan nonsubsidi) dan dibeli dengan sistem terbuka, masyarakat akan cenderung mencari produk yang lebih murah.
Upaya yang dilakukan pemerintah dan Pertamina saat ini lebih bersifat sementara. ”Solusi permanennya adalah segera ubah metode subsidi. Harus didorong menjadi subsidi tertutup. Namun, menuju metode itu, tolong dibenahi data orang miskin,” kata Maman.
Ia juga menjamin para pelaku usaha dalam rantai pasok elpiji 3 kg, mulai dari stasiun pengisian bulk elpiji (SPBE), agen, hingga pangkalan tidak akan rugi jika metode distribusi diubah ke sistem tertutup. Pasalnya, gas sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Dengan pemberlakuan sistem distribusi tertutup, cepat atau lambat, publik akan bergeser ke elpiji nonsubsidi.
Audit SPBE
Sebelumnya, Sabtu (25/5), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melakukan inspeksi mendadak ke SPBE di Tanjung Priok, Jakarta, serta menemukan tabung elpijii 3 kg yang tak sesuai dengan pelabelan serta kebenaran kuantitas. Artinya, volume elpiji yang diterima masyarakat di bawah 3 kg. Ada prosedur operasi standar (SOP) tentang pengelolaan tabung kosong dan pengisian elpiji 3 kg yang tak dipatuhi, sebagaimana dikutip dari siaran pers Kemendag.
Merespons itu, Pertamina Patra Niaga akan terus melakukan pengawasan dengan optimal. ”Kami akan melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait untuk dapat memberikan solusi yang terbaik bagi pelayanan ke masyarakat,” kata Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan melalui siaran pers.
Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem Sugeng Suparwoto, saat membaca kesimpulan rapat pada Selasa, mengatakan, pihaknya mendesak Dirut Pertamina untuk mengaudit secara fisik dan berkala kepada seluruh SPBE yang ada di Indonesia. Selain itu, SPBE yang terbukti melakukan pelanggaran juga agar diberi sanksi.