Kisah Rantai Pasok Dunia dan Tekor Biaya Jasa Logistik Ekspor-Impor RI
Rantai pasok dan logistik dunia mulai berubah. Sementara defisit jasa transportasi barang ekspor-impor RI makin melebar.
Rantai pasok dan logistik dunia kian menantang dan mengkhawatirkan akibat friendshoring dan perubahan iklim. Di sisi lain, ketergantungan Indonesia terhadap jasa transportasi barang ekspor dan impor asing cukup besar sehingga defisit neraca jasa sektor itu semakin melebar.
Dalam tujuh tahun terakhir, 2018-2024, rantai pasok dan logistik global tertekan akibat gempuran beruntun sejumlah persoalan. Dimulai dari perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, pandemi Covid-19, hingga berlanjut ke perang Rusia-Ukraina, dan konflik di Timur Tengah.
Konflik geoekonomi dan geopolitik memunculkan friendshoring dan nearshoring. Dua kubu yang terlibat konflik pelan-pelan memindahkan perdagangan dan investasi, baik ke negara-negara yang memiliki kesamaan pandangan politik-ekonomi maupun ke negara tetangga atau wilayah terdekat.
Ketegangan geopolitik memecah belah perdagangan global. Peta rantai pasok dunia dan sebagian rute logistik barang ekspor dan impor dunia akan bergeser.
Di samping itu, dampak perubahan iklim terhadap kedua sektor tersebut semakin nyata. Musim kemarau panjang akibat fenomena El Nino menyebabkan Danau Gatun, sumber air Terusan Panama, susut. Jumlah kapal yang melalui jalan pintas benua Amerika itu dibatasi.
”Forum Rantai Pasok Global (GSCF) PBB menjadi bukti tekad kolektif kami untuk mengatasi tantangan-tantangan itu secara langsung,” kata Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina J Mohammed saat membuka GSCF Ke-1 di Barbados, Selasa (21/5/2024), waktu setempat.
Ketegangan geopolitik memecah belah perdagangan global. Peta rantai pasok dunia dan sebagian rute logistik barang ekspor dan impor dunia akan bergeser.
GSCF Ke-1 digelar Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) di Barbados pada 21-24 Mei 2024. Forum tersebut mempertemukan para pemimpin industri, pembuat kebijakan, dan pakar dari seluruh dunia untuk mendiskusikan dan mengatasi tantangan dan peluang dalam manajemen rantai pasok global.
Amina meminta agar setiap negara berkolaborasi mengatasi sejumlah tantangan itu. Upaya itu dimulai dari merencanakan strategi hingga menelurkan kebijakan mitigasi meredam dampak fragmentasi perdagangan dan investasi global tidak semakin meluas.
Perdana Menteri Barbados Mia Amor Mottley menambahkan, disrupsi rantai pasok dan logistik global sangat merugikan negara kepulauan, seperti Barbados. Untuk itu, ia berharap forum tersebut melahirkan kebijakan kolektif yang mengarah kepada perdagangan multilateral dan ekonomi inklusif.
Dalam Global Trade Update yang dirilis pada 21 Maret 2024, UNCTAD menunjukkan perang Rusia-Ukraina menyebabkan ketergantungan perdagangan Rusia terhadap Uni Eropa (UE) per Februari 2024 turun 5,3 persen secara tahunan. Hal itu juga membuat ketergantungan Rusia terhadap China meningkat 7,1 persen.
Baca juga: ”Friend-shoring” dan Prabowo-Gibran
Sebaliknya, ketergantungan perdagangan Ukraina dengan UE semakin meningkat sebesar 5,8 persen. Akibat perang itu pula, perdagangan UE dengan Rusia tumbuh negatif 0,6 persen secara tahunan.
Perang dagang AS-China juga belum mereda. Perdagangan AS terhadap China tumbuh minus 1,2 persen secara tahunan. Begitu juga perdagangan China terhadap AS, tumbuh minus 0,8 persen.
Hal itu juga membuat China semakin memperkuat kerja sama dengan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS). Adapun AS mempererat kerja sama melalui Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA) pada 1 Juni 2020 sebagai ganti Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA).
Untung rugi RI
Bagaimana dengan Indonesia? Disrupsi rantai pasok dan logistik dunia juga berpengaruh ke Indonesia. Di era Covid-19, ekportir dan importir RI kesulitan mendapatkan kontainer, mengalami keterlambatan bahkan pembatalan pengiriman, dan menanggung biaya logistik yang melambung tinggi.
Pada saat perang Rusia-Ukraina dan konflik Timur-Tengah meletus, impor pupuk dan bahan baku pupuk, serta gandum terganggu. Hambatan itu antara lain berupa negara produsen tidak dapat mengekspor komoditasnya, dan pengalihan rute pelayaran ke jalur yang lebih aman meskipun jarak tempuh semakin panjang.
Hal itu membuat para importir komoditas terkait mengalihkan sumber impor ke negara lain. Mereka juga mengalami keterlambatan pengiriman barang, serta menanggung biaya logistik yang tinggi. Konflik di Laut Merah, misalnya, menyebabkan impor bahan baku pupuk PT Pupuk Indonesia (Persero) terlambat. Perusahaan milik negara itu juga menanggung biaya pengiriman yang lebih tinggi (Kompas, 21/3/2024).
Baca juga: Konflik Laut Merah Hambat Impor Bahan Baku Pupuk RI
Di tengah banyaknya pekerjaan rumah logistik nasional, kondisi tersebut semakin membebani eksportir dan importir. Belum lagi dengan tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, hal ini bakal menimbulkan biaya tambahan bagi mereka.
Nilai defisit neraca jasa transportasi barang ekspor-impor Indonesia pada 2021-2023 di kisaran 6,2-7,5 miliar dollar AS. Defisit itu semakin melebar dibandingkan sebelum Covid-19 atau pada 2019 yang senilai 5,96 miliar dollar AS.
Ingat, selama ini, ketergantungan RI terhadap kapal-kapal logistik negara lain sangat besar. Salah satunya tecermin pada transaksi berjalan dalam Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Pembayaran jasa transportasi barang ekspor-impor itulah yang menjadi salah satu faktor penyumbang defisit terbesar transaksi berjalan RI.
Bank Indonesia mencatat, nilai defisit neraca jasa transportasi barang ekspor-impor pada 2021-2023 di kisaran 6,2-7,5 miliar dollar AS. Defisit tersebut melebar dari 6,24 miliar dollar AS pada 2021 menjadi 7,45 miliar dollar AS. Defisit itu juga lebih tinggi dibandingkan defisit pada 2019 sebelum Covid yang sebesar 5,96 miliar dollar AS.
Pada triwulan I-2024, defisit neraca jasa transportasi barang ekspor-impor itu sebesar 1,93 miliar dollar AS. Hal itu terjadi lantaran nilai jasa transportasi barang impor, yakni 9,98 miliar dollar AS, lebih besar ketimbang jasa ekspor yang sebesar 2,53 miliar dollar AS.
Baca juga: Surplus Dagang dan ”Goyang” Rupiah
Kendati begitu, Pemerintah Indonesia optimistis bisa menangkap peluang dari fenomena fragmentasi perdagangan dan investasi dunia. RI yang berada di posisi netral bisa masuk ke berbagai kubu atau kelompok negara dan menangkap peluang investasi.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan, fenomena itu memengaruhi pola perubahan perdagangan dan investasi global, serta dapat merugikan sekaligus menguntungkan Indonesia. Indonesia tentunya harus menggali sejumlah peluang, seperti mempercepat diversifikasi ekonomi dan mengurangi ketergantungan pada ekspor komoditas.
”Selain itu, RI juga dapat mengembangkan sektor-sektor yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti teknologi, manufaktur, dan jasa serta pengembangan industri strategis lainnya,” ujarnya dalam pembukaan Gambir Trade Talk (GTT) #14 bertema ”Dampak Kebijakan Technology Decoupling dan Fenomena Friendshoring terhadap Kinerja Perdagangan Luar Negeri” yang digelar secara hibrida di Jakarta, pada 15 Mei 2024.
Baca juga: Arus Besar Pengubah Peta Dagang Global