Permenaker Perlindungan Pengemudi Daring Ditargetkan Selesai Desember 2024
Idealnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu direvisi.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi atau pengemudi/pengojek daring selesai Desember 2024. Regulasi ini kelak akan mengatur mulai dari definisi pekerja luar hubungan kerja hingga penyelesaian perselisihan.
Langkah itu dinilai paling memungkinkan dalam waktu dekat untuk melindungi para pengemudi daring meskipun idealnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu direvisi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, Selasa (21/5/2024), mengatakan, praktik hubungan mitra tidak terbatas pada pekerja angkutan berbasis aplikasi. Jika pemerintah hanya mengatur regulasi untuk segmen itu saja, akan terjadi kesenjangan hukum di pasar kerja.
”Hal yang ideal ialah merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, revisi akan memerlukan waktu banyak. Pengaturan lewat permenaker (peraturan menteri ketenagakerjaan) paling memungkinkan dilakukan saat ini,” ucap Nabiyla.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Senin (20/5/2024) sore, di Jakarta, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, pihaknya telah membuat peta jalan penyusunan regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi.
”Kami telah membuat peta jalan penyusunan regulasi yang terdiri dari tahap serap aspirasi, perumusan dan pembahasan draf, dan harmonisasi peraturan. Rezim Kementerian Ketenagakerjaan yang baru akan lebih banyak bekerja untuk merealisasikannya,” ujar Ida.
Menurut Ida, tahap serap aspirasi telah berjalan sejak tahun lalu hingga Agustus 2024. Dalam tahap ini, Kemenaker menyerap aspirasi dari para pekerja luar hubungan kerja pada layanan angkutan berbasis aplikasi atau kerap disebut mitra layanan ride hailing.
Kemudian, tahap perumusan dan pembahasan draf berlangsung pada September -Oktober 2024. Setelah itu, harmonisasi peraturan ditargetkan pada November 2024. Adapun tahap penetapan pada Desember 2024.
Regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi menurut rencana akan berbentuk permenaker. Substansinya meliputi definisi tenaga kerja luar hubungan kerja pada layanan berbasis aplikasi, hak dan kewajiban dalam perjanjian luar hubungan kerja, imbal hasil, waktu kerja dan istirahat, penegasan jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan, serta penyelesaian perselisihan.
Khusus jaminan sosial, Ida menjelaskan, Pasal 34 Permenaker Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua mengamanatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja hubungan kemitraan harus dipastikan oleh pihak penyedia jasa layanan melalui kemitraan.
Namun, dari catatan yang diperoleh Kemenaker, sampai saat ini belum semua pekerja yang disebut mitra platform ride hailing menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan. Jumlah mitra pengemudi Gojek yang jadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan mencapai 176.365 orang, Grab 7.803 orang, dan Shopee Food 22.639 orang.
”Salah satu program kerja Kemenaker tahun 2025 juga memperkuat kepastian hukum dan perlindungan bagi pekerja di luar hubungan kerja pada platform ekonomi, seperti angkutan berbasis aplikasi (ride hailing). Di luar jaminan sosial, kepastian hukum untuk mereka berserikat harus dijamin lebih luas,” tutur Ida.
Sampai saat ini belum semua pekerja yang disebut mitra platform ride hailing menjadi peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Menanggapi hal itu, Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Irham Ali Saifuddin, di Jakarta, Selasa, berpendapat, pihaknya melihat pemerintah berupaya membuat terobosan untuk mengisi ruang kosong hubungan kerja yang tidak jelas dalam konsep kemitraan. Kendati demikian, dia menilai, konsep ”kemitraan” perlu diperdebatkan ulang.
”Konsep itu dalam praktiknya sering digunakan untuk mengakali agar sebagian besar dari beban rantai produksi, seperti kendaraan dan bahan bakar minyak, ditanggung oleh pekerja. Dalam banyak hal, pekerja pada platform ekonomi, terutama pada hubungan kemitraan, tidak memiliki posisi negosiasi dengan perusahaan platform ekonomi,” ujarnya.
Lebih jauh, Irham melanjutkan, pihaknya mengapresiasi langkah Kemenaker untuk membuat regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi. Konfederasi sekaligus mengingatkan masih banyak lubang relasi kerja lain yang harus ditambal.
”Dengan diberikannya hak berserikat, hal ini akan sangat membantu mereka untuk menyuarakan perhatian yang mereka hadapi sekaligus merupakan langkah awal agar mereka menuju setara dalam relasi industrial dengan pihak layanan platform ekonomi. Kami juga menyarankan agar regulasi yang disusun itu bisa diperluas dan diterapkan kepada pekerja sektor informal karena prekariasi yang mereka hadapi,” ucap Irham.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, Indrasari Tjandraningsih, berpendapat, selama memakai istilah kemitraan, kebijakan berserikat bagi pengemudi angkutan berbasis aplikasi tidak akan digubris oleh perusahaan platform ekonomi. Pemerintah melalui Kemenaker cukup mengakui pengemudi angkutan berbasis aplikasi sebagai pekerja dengan dasar hukum Undang-Undang Ketenagakerjaan.
”Hapus istilah mitra, ganti dengan pekerja,” ujar Indrasari.