Ekspor benih bening lobster mengancam keberlanjutan usaha pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dimulainya ekspor benih bening lobster menyisakan pekerjaan rumah bagi keberlanjutan budidaya lobster di Tanah Air. Pengembangan komoditas unggulan perikanan budidaya itu dikhawatirkan tersendat akibat maraknya benih lobster yang dipasok ke luar negeri.
Pengiriman benih bening lobster ke luar negeri mulai berlangsung pada akhir pekan lalu, sebagai tindak lanjut kebijakan pemerintah membuka keran ekspor benih lobster per Maret 2024. Ekspor benih lobster itu merupakan bagian dari kerja sama antara Pemerintah (G to G) Indonesia dan Vietnam.
Meski demikian, pemberian izin ekspor benih kepada lima perusahaan Vietnam yang bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri dan sudah berbadan hukum tidak lantas menyurutkan kasus penyelundupan benih lobster. Sejak April hingga awal Mei 2024, tercatat lima kasus penyelundupan benih bening lobster yang digagalkan aparat penegak hukum.
Di dalam negeri, kekhawatiran muncul terkait keberlangsungan usaha budidaya lobster yang bakal semakin kesulitan mendapatkan pasokan benih bening lobster.
Pembudidaya lobster di Sumatera Utara, Effendy Wong, mengungkapkan, pembudidaya lobster harus bersaing memperebutkan benih bening lobster yang banyak dipasok ke luar negeri, baik lewat jalur resmi maupun ilegal. Benih lobster yang dijual ke eksportir itu memiliki harga jual lebih tinggi ketimbang di dalam negeri sehingga pasokan untuk pembudidaya menjadi tersendat.
”Keberpihakan pemerintah terhadap keberlanjutan budidaya lobster di dalam negeri harus bisa dibuktikan dengan jaminan pasokan dan harga benih lobster yang terjangkau pembudidaya. Pemerintah jangan hanya fokus menggarap ekspor benih bening lobster dan membesarkan pembudidaya luar negeri,” tutur Effendy, yang juga Penasihat Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo), Minggu (12/5/2024).
Pembukaan ekspor benih bening lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster(Panulirus spp.), Kepiting(Scylla spp.), dan Rajungan(Portunus spp.) yang diundangkan pada 21 Maret 2024. Pemerintah menugasi Badan Layanan Umum Perikanan Budidaya (BLUPB) untuk menyerap, menjual, serta mengendalikan pemasaran benih bening lobster ke luar negeri. Tiga BLUPB yang ditunjuk adalah BLU di Jepara, Situbondo, dan Karawang.
Berpihak ke asing
Effendy menyoroti peran BLUPB terkesan hanya melayani pemasaran benih bening lobster ke investor dan pembudidaya asing. Sebaliknya, regulasi tidak mengatur jaminan pasokan dan harga benih lobster ke pembudidaya di dalam negeri. Permen KP No 7/2024 tidak memiliki program pengembangan budidaya lobster dalam negeri. Pembudidaya lobster di dalam negeri dibiarkan jalan sendiri dan bersaing mendapatkan benih lobster di pasar resmi ataupun pasar gelap ekspor benih.
”Muncul kesan Badan Layanan Umum Perikanan Budidaya hanya memasok dan melayani kebutuhan benih bagi investor asing, tetapi tidak ada kepedulian terhadap pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Seharusnya badan layanan umum tidak lepas tanggung jawab untuk menjamin pasokan benih yang terjangkau bagi pembudidaya lokal,” katanya.
Aturan buka-tutup ekspor benih bening lobster telah beberapa kali dilakukan. Catatan Kompas, pemerintah pernah menutup keran ekspor benih bening lobster pada 2015-2019, lalu membukanya lagi pada Mei 2020.
Namun, pada 26 November 2020, ekspor benih bening lobster ditutup sementara menyusul kasus suap perizinan usaha budidaya dan ekspor benih lobster yang menyeret bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus tersebut. Lalu, pada 2021, pemerintah menetapkan larangan ekspor bening benih lobster. Namun, tahun ini izin ekspor dibuka lagi.
Seharusnya badan layanan umum tidak lepas tanggung jawab untuk menjamin pasokan benih yang terjangkau bagi pembudidaya lokal.
Peneliti Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKPSL), Qustam Sahibuddin, saat dihubungi terpisah, mengemukakan, regulasi pengelolaan lobster yang terus berubah, termasuk buka-tutup aturan ekspor benih bening lobster, membingungkan serta tidak membawa dampak signifikan terhadap nelayan, pembudidaya, ataupun pengusaha.
”Aturan yang dibuat tidak bisa menghentikan praktik ekspor benih bening lobster ilegal. Ketika larangan ekspor sudah diberlakukan, masih banyak ekspor benih lobster secara ilegal. Begitu juga ketika ekspor benih bening lobster dibuka, masih saja ekspor benih ilegal jalan,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Hasil kajian memperlihatkan, keuntungan terbesar ekspor benih bening lobster dinikmati pengusaha ekspor. Nelayan penangkap benih hanya menerima 15-16 persen dari marjin pemasaran benih ke luar negeri. Sementara itu, ekspor benih lobster ke luar negeri mengakibatkan harga benih menjulang tinggi sehingga pembudidaya lokal di Indonesia justru kesulitan benih bening lobster.
Jika pemerintah hanya fokus mengurusi kebijakan ekspor benih bening lobster, tentu kondisi budidaya di Tanah Air akan semakin tertinggal dari Vietnam.
Pemerintah telah berdalih bahwa keran ekspor benih bening lobster akan membawa Indonesia terlibat dalam rantai pasok lobster dunia. Hal itu dinilai kontradiktif karena produk yang dipasarkan hanya berupa benih bening lobster dan bukan dalam bentuk produk akhir, yakni lobster konsumsi (500 gram-1 kg per ekor). Adapun program Kampung Lobster di Lombok Timur yang telah menghabiskan dana Rp 7,62 miliar tidak didorong berkembang.
”Jika pemerintah hanya fokus mengurusi kebijakan ekspor benih bening lobster, tentu kondisi budidaya di Tanah Air akan semakin tertinggal dari Vietnam. Kegiatan budidaya lobster di Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan Vietnam, tetapi kenapa justru pemerintah memberikan karpet merah berupa dukungan benih ke Vietnam,” tutur Qustam.