Banyak Gejolak di Awal Tahun, Daya Tahan Ekonomi Indonesia Diuji
Meski banyak tantangan, pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2024 diperkirakan masih bisa mencapai 5,15-5,17 persen.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia mesti menghadapi berbagai risiko ekonomi sepanjang paruh pertama tahun 2024 akibat kondisi pasar global yang tidak stabil dan transisi pergantian rezim di dalam negeri. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi pada awal tahun ini diperkirakan masih bisa mencapai ”level aman” 5 persen karena terbantu oleh sejumlah faktor temporer.
Tahun 2024 diawali dengan sejumlah risiko sekaligus peluang. Di satu sisi, ketahanan eksternal perekonomian Indonesia diuji di tengah iklim perdagangan dunia yang lesu akibat eskalasi ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi China, dan turunnya harga komoditas.
Akibatnya, meski masih membukukan surplus untuk 47 bulan berturut-turut, nilai surplus neraca perdagangan Indonesia menurun 39,4 persen secara tahunan menjadi 7,34 miliar dollar AS sepanjang Januari-Maret 2024. Kinerja ekspor turun lebih signifikan ketimbang impor.
Di saat yang sama ketika surplus menipis, terjadi aliran keluar modal (capital outflow) sebanyak 1,89 miliar dollar AS dari pasar obligasi Indonesia sepanjang triwulan I-2024. Modal yang ”kabur” itu terjadi karena perubahan ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), dan eskalasi ketegangan geopolitik.
Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pun tercatat melemah hingga turun 2,96 persen secara year to date per akhir Maret 2024. Cadangan devisa juga turun hampir 6 miliar dollar AS sejak Desember 2023.
Namun, di sisi lain, kinerja investasi tercatat kuat pada triwulan pertama dengan realisasi investasi langsung (direct investment) mencapai Rp 401,5 triliun atau naik 22,1 persen secara tahunan. Investasi dari luar ataupun domestik tumbuh hampir seimbang, menunjukkan kepercayaan investor terhadap Indonesia sebagai tujuan investasi masih terjaga.
Secara rinci, pada triwulan I, penanaman modal asing (PMA) menyumbang 50,9 persen dari total realisasi investasi dan tumbuh 15,5 persen secara tahunan, sementara penanaman modal dalam negeri (PMDN) berkontribusi 49,1 persen terhadap realisasi investasi dan tumbuh 29,7 persen secara tahunan.
Ekonomi Indonesia pada triwulan I-2024 masih bisa tumbuh 5,17 persen dan sepanjang tahun tumbuh 5,07 persen.
Bisa tumbuh 5,15 persen
Menurut Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky, Sabtu (4/5/2024), kombinasi antara tren positif dan tantangan di awal tahun itu membuat ekonomi Indonesia masih bisa bertahan di awal tahun.
LPEM FEB UI pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa lebih baik dari tahun lalu, yaitu mencapai 5,15 untuk triwulan I-2024 dan 5,1 persen sepanjang 2024 (full year). Sebagai perbandingan, pada triwulan I-2023, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen dan sepanjang 2023 tumbuh 5,05 persen.
Menurut dia, faktor temporer dari dalam negeri membantu menopang ekonomi dari merosot terlalu dalam. ”Ada pemilu, dibarengi beberapa periode libur panjang dan perayaan musiman Ramadhan yang mendorong tingkat konsumsi secara umum. Di sisi lain, realisasi investasi kita yang jauh melampaui target juga mencerminkan tingkat kepercayaan investor,” kata Riefky.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, ekonomi Indonesia pada triwulan I-2024 masih bisa tumbuh 5,17 persen dan sepanjang tahun tumbuh 5,07 persen. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh bulan Ramadhan yang bergeser lebih awal tahun ini sehingga pola kenaikan permintaan pun ikut bergeser ke triwulan I dari biasanya di triwulan II.
”Pergeseran ini menyebabkan efek low-base (basis pertumbuhan yang rendah) sehingga berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih tinggi. Selain itu, ada juga peningkatan pengeluaran akibat penyelenggaraan pemilu yang mendorong pengeluaran pemerintah dan lembaga nonprofit seperti partai politik,” kata Josua, Sabtu.
Tantangan di paruh pertama
Ke depan, setidaknya hingga paruh pertama 2024 (Januari-Juni), perekonomian Indonesia masih akan menghadapi tantangan yang kompleks. Secara internal, ujarnya, ada tantangan berupa tekanan inflasi pangan dan perlambatan konsumsi rumah tangga akibat efek El Nino.
Ada pula efek ketidakpastian pasca-Pemilu 2024, khususnya untuk proses transisi dari pemerintahan Joko Widodo ke Prabowo Subianto, yang bisa tetap akan memengaruhi iklim investasi dan pendekatan investor.
Secara eksternal, tantangan berupa perlambatan ekonomi global, potensi eskalasi konflik geopolitik, serta kebijakan suku bunga AS yang bertahan hingga sepanjang semester I-2024, akan menambah risiko ekonomi.
Ketidakpastian pasar keuangan global akan berlanjut sepanjang tahun, didorong sentimen higher for longer serta potensi eskalasi konflik geopolitik.
Pada April 2024 saja sudah terjadi gejolak yang kuat di pasar keuangan global akibat keputusan AS mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari perkiraan dan eskalasi ketegangan di Timur Tengah. Arus keluar modal melonjak dan nilai tukar rupiah mencapai titik terlemahnya dalam empat tahun terakhir sebesar Rp 16.280 per dollar AS pada pertengahan April.
Pelemahan rupiah yang cukup signifikan ini membuat Bank Indonesia (BI) ikut menaikkan tingkat suku bunga acuannya menjadi 6,25 persen meski sejauh ini dampaknya belum signifikan menguatkan nilai tukar rupiah.
Riefky menilai, ketidakpastian pasar keuangan global akan tetap berlanjut sepanjang tahun ini, didorong oleh sentimenhigher for longer dan potensi eskalasi ketegangan geopolitik lebih lanjut. Jika berlanjut, pelemahan rupiah bisa berdampak ke berbagai aspek, mengganggu sektor riil, daya beli masyarakat, dan kepercayaan investor.
”Paling tidak sampai awal Mei, upaya yang diambil BI untuk melawan tekanan pada nilai tukar rupiah tidak signifikan karena tekanan eksternal yang lebih besar. Ke depan, pemerintah harus sangat waspada dalam menavigasi tekanan eksternal dan mengelola rupiah,” katanya.
Sementara itu, Josua berharap ketidakpastian ekonomi bisa mulai berkurang pada paruh kedua tahun 2024 (selepas Juni). Jika berjalan sesuai prediksi, AS akan menurunkan tingkat suku bunganya sehingga berdampak pada penguatan rupiah.
”Tekanan eksternal diperkirakan akan berkurang secara bertahap sehingga investasi langsung ataupun arus modal masuk diantisipasi meningkat,” katanya.