Kepadatan Penumpang Angkutan Penyeberangan Saat Mudik Lebaran
Apabila masalah terus berulang, kapasitas jalan dan penyeberangan tak akan memadai.
Rabu (24/4/2024) ini adalah peringatan Hari Angkutan Nasional. Tahun ini peringatan berlangsung hanya dua pekan selepas hari-H Lebaran. Peringatan menjadi momen untuk mengevaluasi hajat masyarakat yang menggunakan seluruh moda transportasi untuk pulang kampung merayakan Lebaran 2024, termasuk kapal feri yang jadi andalan penyeberangan antarpulau.
Meski perbaikan terus dilakukan dari waktu ke waktu, penumpukan kendaraan di pelabuhan masih jadi isu yang disorot. Kemacetan pun mengular.
Pada Lebaran 2024, PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Indonesia Ferry (Persero) atau ASDP, yang menaungi delapan lintasan penyeberangan, mengoperasikan 159 unit kapal. Adapun angkutan Lebaran tahun ini H-7 hingga H+7 terjadi pada 3-18 April 2024.
Total penumpang ASDP pada masa itu mencapai 4,14 juta orang atau naik 3 persen dibandingkan tahun lalu, yakni 4 juta orang. Jumlah penumpang yang meningkat beriringan dengan angka kendaraan yang juga meningkat.
Kendaraan roda dua tercatat meningkat hingga 16 persen dari 370.525 unit pada Lebaran 2023 menjadi 429.564 unit dalam tahun ini. Adapun jumlah roda empat mencapai 475.379 unit yang setara naik 1 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 470.069 unit. Secara akumulasi, total seluruh kendaraan tembus 1 juta unit, naik 9 persen dari tahun lalu.
Baca juga: Kecelakaan Travel "Gelap” Jalan Tol Cikampek Menguak Borok Transportasi Darat
”Kendati secara umum berjalan lancar dan terkendali, terdapat sejumlah catatan dan evaluasi dari layanan penyeberangan ASDP di masa angkutan Lebaran tahun ini. Hal ini terutama dilandasi lonjakan pergerakan yang sangat signifikan,” ujar Corporate Secretary ASDP Shelvy Arifin saat dihubungi, Selasa (23/4/2024).
Meski secara umum pelayanan berjalan baik, kemacetan cukup panjang yang terjadi menuju Pelabuhan Merak di Banten saat arus mudik menjadi catatan tersendiri. Kenaikan jumlah penumpang tak dibarengi kapasitas pelabuhan yang memadai. Alhasil, terjadi kemacetan panjang saat puncak arus mudik di Pelabuhan Merak pada Minggu (7/4/2024).
”Pelaksanaan angkutan Lebaran 2024 secara keseluruhan cukup baik, hanya memang kemacetan yang lebih crowded ketimbang tahun lalu terjadi di luar prediksi, terutama di penyeberangan,” ujar Ketua DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bidang Angkutan Orang Kurnia Lesani Adnan saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Baca juga: Tiket di Pelabuhan Merak Habis, Tersedia Kembali pada 9 April 2024
Lonjakan pergerakan masyarakat secara serentak terjadi karena hari-H Lebaran jatuh di tengah minggu. Libur Lebaran pun dimulai dari pekan sebelum hari-H hingga pekan setelah hari-H. Masyarakat cenderung mudik pada Jumat (5/4/2024) sehingga terjadi ledakan di jalan serta penyeberangan pada Jumat hingga Minggu atau 5-7 April 2024, mulai H-5 hingga H-3 Lebaran.
”Kapasitas pelabuhan terbatas sehingga yang harus dilakukan adalah pengendalian pergerakan kendaraan. Untuk ticketing penyeberangan masih banyak kepentingan di lapangan yang tak dipetakan dengan baik,” kata Sani.
Berdasarkan laporan Kompas, tumpahnya kendaraan menuju Pelabuhan Merak mendorong kepolisian menerapkan delaying system atau sistem tunda di sepanjang jalur. Hal ini dilakukan sejak terjadi kenaikan jumlah kendaraan pada Jumat. Namun, puncaknya pada Minggu, sistem tunda berimbas pada kemacetan hingga belasan kilometer.
Akibatnya, perjalanan masyarakat tersendat hingga belasan jam. Perjalanan dari Tangerang Selatan menuju Merak hingga masuk kapal biasanya ditempuh dalam waktu dua jam, tetapi pada hari Minggu itu, pada rute yang sama, pemudik harus menunggu 14 jam untuk menyeberang dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Mereka tertahan saat menuju antrean masuk kapal (Kompas.id, 6/4/2024).
ASDP melaporkan, pada H-3 Lebaran atau puncak arus mudik, jumlah penumpang tak bertiket atau datang tak sesuai hari di Pelabuhan Merak mencapai 32 persen atau sekitar 19.700 kendaraan. Sebagian besar penumpang memiliki tiket untuk keberangkatan sehari atau dua hari setelahnya atau H-2 dan H-1, setelah mereka kehabisan tiket pada hari Minggu. Namun, mereka tetap memaksa datang pada hari Minggu dengan harapan terangkut pada hari itu.
Pada hari Minggu itu, pada rute yang sama, pemudik harus menunggu 14 jam untuk menyeberang dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera.
Sebaliknya, H+3 Lebaran atau puncak arus balik hanya ada 1,8 persen penumpang atau 1.800 orang tak bertiket yang menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung, di Pulau Sumatera untuk menyeberang ke Pelabuhan Merak di Pulau Jawa.
Penumpang minim opsi
Penerapan delaying system melalui zona penyangga alias buffer zone masuk ranah aparat kepolisian. Shelvy menilai, penerapan skema tersebut patut diapresiasi karena mampu menyeimbangkan antara kapasitas pelabuhan dan kendaraan yang masuk.
Meski demikian, Sani berpendapat bahwa skema delaying system hanyalah solusi sementara ketika penumpukan terjadi. Upaya itu hanya menahan penumpukan agar tak terjadi di dermaga.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Haris Muhammadun mengatakan, aplikasi pemesanan tiket, Ferizy, yang dimiliki ASDP semestinya memiliki lebih banyak fitur, antara lain penumpang bebas memilih kapal, nomor kursi, serta letak slot parkir kendaraan.
Ia mengatakan, opsi-opsi tersebut dapat memberi kepastian bagi konsumen. Selama ini, fasilitas itu belum tersedia sehingga terjadi perbedaan kapasitas kapal dan daya tampung dermaga.
Baca juga: ”Delaying System” Diterapkan, Tangsel-Merak 14 Jam
Selain itu, Haris juga menyayangkan Pelabuhan Bojonegara, Banten, yang tak digunakan. Padahal, ada sejumlah kapal yang dapat berpartisipasi jika dilibatkan guna mengurangi kepadatan kendaraan di Pelabuhan Merak dan Ciwandan, Banten.
”Ada Bojonegara dengan angkutan-angkutan penyeberangan yang tak harus di bawah ASDP, tetapi bisa juga memanfaatkan angkutan-angkutan kapal yang sifatnya lebih besar. Arus itu bisa dipecah ke sana,” kata Haris, yang juga Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta.
Menanggapi persoalan ini, Shelvy berpendapat bahwa usulan ini belum memungkinkan untuk diterapkan saat ini. Sebab, tiap kapal memiliki spesifikasi yang berbeda.
Kapal yang beroperasi berbeda dengan moda transportasi lain, seperti pesawat. Kapal memiliki karakteristik yang unik, sedangkan pesawat memiliki tipe Boeing atau Airbus yang sama spesifikasinya di seluruh dunia.
”Kalau kapal feri, setiap kapal memiliki spesifikasi yang berbeda. Jadi belum memungkinkan (memberi opsi rinci penumpang). Jenis kapal yang bisa sandar di dermaga juga berbeda. Ada yang bisa sandar di semua dermaga, ada yang hanya di beberapa dermaga,” ujar Shelvy.
Terapkan fleksibilitas kerja
Penumpukan kendaraan di pelabuhan terjadi karena pergerakan masyarakat yang terjadi bebarengan. Hal ini bisa dicegah jika pemerintah lebih sigap menerapkan kebijakan sebelum kepadatan terjadi, belajar dari peristiwa yang sudah-sudah.
Sani berharap, para pemangku kepentingan dapat memberlakukan libur hari raya jauh sebelum dan sesudah hari-H. China menerapkan kebijakan tersebut saat libur Tahun Baru Imlek sehingga pergerakan masyarakat tak tertuju pada hari atau tanggal tertentu. Sebab, apabila masalah terus berulang, kapasitas jalan dan penyeberangan tak akan memadai, apalagi Pemerintah Indonesia tak membatasi pertumbuhan kendaraan.
”Pemerintah harus duduk bersama untuk menentukan kapan mulai libur dan sampai kapan libur nasional agar masyarakat tak berbondong-bondong (pergi) pada H-3 libur nasional dan setelah dapat tunjangan hari raya. Penampungan itu preventif dan diskresi lapangan saja,” tutur Sani, yang juga Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia.
Hal senada diutarakan Haris. Pemerintah semestinya mempelajari tren pergerakan masyarakat saat hari raya besar dari tahun-tahun sebelumnya.
”Semestinya pemerintah dapat menerapkan fleksibilitas bekerja dari rumah (WFH) atau dari mana saja (WFA) itu tiga hari sebelum H-7 dan tiga hari setelah H+7,” ujarnya.
Berkaca dari arus balik Lebaran lalu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menerapkan WFH bagi aparatur sipil negara pada 16-17 April 2024 atau H+6 dan H+7 Lebaran.
”Kemenko PMK melaksanakan WFH setelah ada kepadatan di mana-mana. Seharusnya peraturan itu diresmikan sebelumnya sehingga orang bisa persiapan untuk kepulangannya. Pemerintah ini, kan, selalu menyampaikan telat sehingga orang enggak punya perencanaan,” tutur Haris.
Padahal, jika aturan dapat lebih dipersiapkan, masyarakat bisa memiliki perencanaan waktu keberangkatan dan kepulangannya. Pola-pola perjalanan bisa diatur dengan ruang dan waktu yang cukup sehingga pergerakan ratusan juta orang dapat teralokasikan dengan baik guna mengurangi beban puncak.
Kapal feri masih menjadi favorit masyarakat sebagai moda penyeberangan antarpulau. Perbaikan memang terus diupayakan, tetapi kemacetan akibat kepadatan kendaraan di pelabuhan masih menjadi pekerjaan rumah yang harus dituntaskan.
Baca juga: Puncak Arus Mudik, Pelabuhan Panjang Jadi Jalur Alternatif Penyeberangan