Surplus Perdagangan Maret akibat Turunnya Impor dan Faktor Musiman
Rupiah baru akan tertolong jika Amerika Serikat memutuskan memangkas kenaikan suku bunganya.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Indonesia yang surplus 47 bulan berturut-turut belum tentu cukup kuat untuk menopang rupiah dari pelemahan lebih lanjut. Di tengah tren perlambatan ekonomi global, lonjakan surplus perdagangan pada Maret 2024 diperkirakan hanya sementara. Secara kumulatif, surplus perdagangan diperkirakan terus menyempit.
Rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia kembali menorehkan surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 sebesar 4,47 miliar dollar AS. Artinya, RI telah mencatat surplus neraca perdagangan secara beruntun selama 47 bulan berturut-turut. Capaian Maret 2024 itu juga menjadi surplus tertinggi selama 13 bulan terakhir.
Secara bulanan, surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 meningkat sekitar 3,64 miliar dollar AS dibandingkan dengan Februari 2024 yang mencapai 0,83 miliar dollar AS. Demikian pula, secara tahunan, terjadi kenaikan surplus 1,65 miliar dollar AS dibandingkan dengan Maret 2023 yang sebesar 2,83 miliar dollar AS.
Di tengah tren kenaikan surplus yang semestinya memperkuat cadangan devisa, nilai tukar rupiah justru melemah sejak Maret hingga April 2024 akibat berlanjutnya kebijakan pengetatan moneter oleh Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya tensi geopolitik di Timur Tengah. Pada 19 April 2024, rupiah sempat terdepresiasi ke level Rp 16.280 per dollar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Senin (22/4/2024), mengatakan, lonjakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 sekilas menjadi ”kabar baik” untuk rupiah yang saat ini terus melemah terhadap dollar AS. Meski demikian, efek surplus perdagangan untuk menahan depresiasi rupiah itu diperkirakan tidak signifikan.
Sebab, lonjakan surplus perdagangan pada Maret 2024 hanya terjadi sementara dan lebih banyak didorong oleh impor yang menurun lebih dalam dari perkiraan. BPS mencatat, impor menurun hingga 12,76 persen secara tahunan, lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor sebesar 4,19 persen secara tahunan.
Meskipun kinerja ekspor mengalami kenaikan pada Maret 2024, capaian itu lebih banyak didorong oleh faktor ”musiman” akibat naiknya permintaan dari China di tengah momentum libur panjang Imlek serta meningkatnya permintaan eksternal untuk emas di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
Rupiah baru akan tertolong jika AS memutuskan memangkas kenaikan suku bunganya pada semester II tahun 2024.
”Jadi, peningkatan surplus perdagangan tampaknya bersifat sementara karena lebih didorong oleh penurunan impor. Surplus perdagangan kemungkinan akan kembali menyempit di masa mendatang sehingga meningkatkan kemungkinan melebarnya defisit neraca transaksi berjalan meski akan tetap terkendali,” kata Josua.
Rupiah baru akan tertolong jika AS memutuskan memangkas kenaikan suku bunganya pada semester II-2024. ”Itu dapat meningkatkan sentimen risk-on, menarik arus modal masuk ke dalam negeri, dan meningkatkan prospek pertumbuhan global yang pada akhirnya bisa mendukung pergerakan harga komoditas,” ujarnya.
Maksimalkan ”parkir” DHE
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal menilai, surplus neraca perdagangan semestinya bisa membantu mendorong apresiasi rupiah. Namun, itu bergantung pada kemampuan Indonesia menjaga tren surplus hingga beberapa bulan ke depan, yang relatif sulit di tengah perlambatan ekonomi dunia.
Apalagi, secara kumulatif, kinerja surplus neraca perdagangan semakin mengecil. BPS mencatat, sepanjang Januari-Maret 2024, neraca perdagangan kumulatif menurun dari posisi 12,11 miliar dollar AS tahun lalu menjadi 7,31 miliar dollar AS. Penurunan itu terjadi di neraca perdagangan migas ataupun non-migas.
Faisal menilai, untuk memaksimalkan potensi cadangan devisa yang masuk ke dalam negeri lewat kinerja perdagangan, pemerintah mesti memaksimalkan kebijakan parkir devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri. Kebijakan itu sebenarnya sudah diwajibkan bagi eksportir komoditas sumber daya alam (SDA) sejak Agustus 2023.
”Untuk lebih maksimal, agar DHE lebih banyak yang ditaruh di dalam negeri, insentif yang ditawarkan ke pengusaha harus lebih besar, bukan sekadar anjuran. Tanpa terobosan insentif, efektivitasnya memang relatif terbatas,” kata Faisal.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, cadangan devisa sampai Maret 2024 masih tercatat 140 miliar dollar AS. Ia menilai ini cukup untuk menopang ketahanan eksternal Indonesia di tengah gejolak ekonomi global.
Guna mengurangi kebutuhan dan permintaan akan dollar AS, permintaan juga mendorong korporasi untuk bertransaksi impor menggunakan mekanisme local currency transaction (LCT) atau menggunakan mata uang lokal saat bertransaksi dengan negara mitra dagang, bukan memakai dollar AS.
Utang dan defisit fiskal AS sedemikian besar, seluruh dunia jadi kena getahnya.
”DHE juga terus kita dorong untuk diparkir di dalam negeri. Sosialisasi sudah dilakukan, tingkat kepatuhan (eksportir) sudah cukup baik, terutama di sektor ekstraktif. Memang masih ada beberapa (pengusaha) yang minta kebijakan (insentif) tertentu, tetapi nanti kita lihat lagi,” kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin.
Ekonom Senior dan Tim Asistensi Kemenko Perekonomian Raden Pardede menambahkan, tren pelemahan rupiah di satu sisi bisa berdampak positif pada surplus neraca perdagangan. Sebab, nilai impor berpotensi menurun akibat kenaikan ongkos impor. Sementara nilai dan volume ekspor bisa naik.
Namun, ia menilai, situasi saat ini serba tidak pasti. Sebab, pelemahan rupiah tetap akan merugikan eksportir yang produknya masih bergantung pada bahan baku hasil impor. ”Jadi eksportir diuntungkan, bisa juga dirugikan. Mencari balance itulah yang jadi pekerjaan sulit buat pemerintah,” ujar Raden.
Lebih lanjut, situasi yang tidak beruntung saat ini perlu dilalui Indonesia. Setidaknya, pelemahan rupiah bukan terjadi karena faktor dalam negeri, melainkan karena masalah perekonomian AS yang merembet hingga ke seluruh dunia.
”Pelemahan rupiah saat ini, kan, terjadi karena utang dan defisit fiskal AS yang sedemikian besar, seluruh dunia jadi kena getahnya, jadi korban. Tinggal sekarang bagaimana negara-negaraemerging melakukan mitigasi,” katanya.