Indonesia Kembali Catat Surplus Perdagangan di Tengah Ketidakpastian Global
Surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 ditopang kinerja ekspor yang mencapai 22,43 miliar dollar AS.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus pada Maret 2024 sebesar 4,47 miliar dollar AS sehingga memperpanjang tren surplus selama 47 bulan berturut-turut. Meski demikian, di tengah gejolak dan perlambatan ekonomi dunia, tren surplus perdagangan ini secara kumulatif semakin mengecil dari waktu ke waktu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2024 mencapai 4,47 miliar dollar AS. Secara bulanan, capaian ini meningkat sekitar 3,64 miliar dollar AS dibandingkan Februari 2024 yang mencapai 0,83 miliar dollar AS. Demikian pula, secara tahunan, terjadi kenaikan 1,65 miliar dollar AS dibandingkan Maret 2023 yang senilai 2,83 miliar dollar AS.
“Jadi, lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan bulan lalu dan periode yang sama tahun lalu. Capaian ini memperpanjang catatan surplus beruntun Indonesia menjadi 47 bulan secara berturut-turut,” kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers hibrida yang digelar di Jakarta, Senin (22/4/2024).
Surplus neraca perdagangan pada Maret 2024 ditopang oleh kinerja ekspor yang mencapai 22,43 miliar dollar AS, naik 16,4 persen secara bulanan dibandingkan Februari 2024, meski menurun 4,19 persen secara tahunan dibandingkan Maret 2023. Secara bulanan, peningkatan ekspor terjadi di sektor migas ataupun non-migas.
”Penyumbang utama kenaikan ekspor non-migas secara bulanan adalah kenaikan ekspor industri pengolahan, seperti logam dasar mulia dan minyak kelapa sawit. Ekspor industri pengolahan ini naik 21,45 persen secara bulanan. Sementara penurunan nilai ekspor tahunan utamanya disumbang oleh penurunan nilai ekspor komoditas pertambangan dan lainnya,” kata Amalia.
Kendati masih mencatat surplus untuk 47 bulan berturut-turut, secara kumulatif, kinerja surplus neraca perdagangan semakin mengecil.
Sementara itu, pada Maret 2024, nilai impor tercatat 17,96 miliar dollar AS. Berbeda dari ekspor, capaian ini menurun baik secara bulanan ataupun tahunan, khususnya untuk impor non-migas. Secara bulanan, dibandingkan Februari 2024, kinerja impor menurun 2,6 persen. Sementara, secara tahunan, dibandingkan Maret 2023, impor turun lebih dalam sebesar 12,76 persen.
”Penyumbang utama penurunan impor bulanan dan tahunan ini adalah karena menurunnya nilai impor barang modal,” kata Amalia.
Kendati masih mencatat surplus untuk 47 bulan berturut-turut, secara kumulatif, kinerja surplus neraca perdagangan semakin mengecil. Sepanjang periode Januari-Maret 2024 (triwulan I), neraca perdagangan kumulatif mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selama triwulan I-2024, neraca perdagangan kumulatif mencatat surplus 7,31 miliar dollar AS. Angka ini menurun 4,80 miliar dollar AS dibandingkan capaian surplus neraca perdagangan pada Januari-Maret 2023 yang sebesar 12,11 miliar dollar AS. Penurunan itu terjadi baik di neraca perdagangan migas maupun non-migas.
Secara lebih detail, nilai ekspor kumulatif menurun 7,25 persen dari 67,06 miliar dollar AS pada Januari-Maret 2023 menjadi 62,2 miliar dollar AS pada Januari-Maret 2024. “Penurunan ekspor industri pengolahan menjadi pendorong utama atas turunnya kinerja ekspor non-migas di periode Januari-Maret 2024,” kata Amalia.
Demikian pula, nilai impor kumulatif tercatat menurun sebesar 0,10 persen dari 54,95 miliar dollar AS pada Januari-Maret 2023 menjadi 54,90 miliar dollar AS pada Januari-Maret 2024. Amalia mengatakan, andil utama penurunan nilai impor tersebut disumbang oleh penurunan impor bahan baku dan penolong sebesar 1,49 persen.
Meski masih mencatat surplus, Indonesia bergumul dengan surplus neraca perdagangan kumulatif yang semakin sempit.
Ekonom Bank Danamon, Irman Faiz, mengatakan, meski masih mencatat surplus, Indonesia bergumul dengan surplus neraca perdagangan kumulatif yang semakin sempit. Pada triwulan pertama tahun ini, neraca perdagangan Indonesia sudah menyempit ke kisaran 7 miliar dollar AS, turun dari 12 miliar dollar AS tahun lalu. Menurutnya, ini menjadi tanda peringatan terhadap ketahanan eksternal Indonesia.
Meski ekspor membaik pada Maret 2024 secara bulanan ataupun tahunan, faktor penopangnya bersifat musiman dan sesaat akibat adanya permintaan global yang lebih kuat untuk minyak kelapa sawit (CPO) dan besi baja selama bulan Ramadhan. Kinerja ekspor juga terbantu oleh meningkatnya nilai ekspor emas di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin tinggi.
Melihat tren ke depan, Faiz menilai prospek kinerja ekspor kemungkinan akan sedikit membaik dengan adanya perbaikan harga batubara di pasar global di tengah meningkatnya tensi geopolitik. “Namun, benefit ini hanya sesaat dan tetap akan tergerus oleh demand global yang menurun akibat melambatnya ekonomi dunia,“ kata Faiz.