Industri Manufaktur Tidak Harapkan Eskalasi Konflik Iran-Israel Meninggi
Gangguan rantai pasok bisa mengganggu keseimbangan pasokan dan permintaan dunia. Ujungnya menciptakan inflasi dunia.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, eskalasi hubungan yang memanas antara Iran dan Israel sama sekali tidak memberikan manfaat bagi industri manufaktur. Ia berharap pihak-pihak terkait bisa menahan diri untuk kepentingan yang lebih besar.
”Perang itu tidak pernah membawa manfaat ke industri manufaktur,” ujar Agus ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Ia menjelaskan, ketegangan geopolitik Israel dan Iran ini dikhawatirkan bisa mengganggu rantai pasok global untuk perdagangan dari dan menuju yang melalui kawasan Timur Tengah. Hal ini bisa mengganggu kinerja perdagangan dan pasokan bahan baku industri manufaktur Indonesia.
Ketegangan itu membuat arus distribusi kapal logistik yang melalui kawasan di sekitar Timur Tengah dan Terusan Suez akan terganggu. Padahal, jalur itu strategis untuk jadi jalur perdagangan barang produk manufaktur dalam negeri.
Selain gangguan rantai pasok, lanjut Agus, hal itu juga berdampak pada kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak dunia itu juga berarti kenaikan ongkos energi untuk produksi manufaktur. Dampaknya, beban ongkos produksi pelaku industri bisa terkerek naik.
Tak hanya itu, pasar konsumen pun bisa terganggu. Kenaikan ongkos produksi bisa merembet pada kenaikan harga barang sehingga harganya tidak kompetitif atau makin tak terjangkau. Sementara itu, daya beli masyarakat akan menurun.
”Jadi, kami berharap tidak terjadi eskalasi lebih lanjut,” ujar Agus.
Pengalaman Rusia vs Ukraina
Senada dengan Agus, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, ketegangan geopolitik itu mengganggu rantai pasok bahan baku pangan olahan. Sebab, ada beberapa jenis produk pangan yang bahan bakunya masih harus impor.
Adapun beberapa komoditas bahan baku pangan yang kemungkinan terganggu adalah tepung. Padahal, tepung adalah salah satu bahan baku penting untuk banyak produk pangan olahan.
Ini yang perlu kita antisipasi agar tidak terjadi lonjakan inflasi pangan.
Ia menambahkan, sebelum ada ketegangan ini pun, menurut data Badan Pangan Dunia (FAO), harga pangan dunia pada Maret 2024 sudah naik sekitar 1 dollar AS dibandingkan Februari. Setelah ada ketegangan ini, bukan tidak mungkin harga pangan ikut terkerek naik.
Adhi menjelaskan, ketegangan geopolitik Iran melawan Israel ini mirip seperti Rusia melawan Ukraina pada 2022. Saat itu, terjadi gangguan rantai pasok global, salah satunya mengerek naik harga pangan.
”Ini yang perlu kita antisipasi agar tidak terjadi lonjakan inflasi pangan,” ujar Adhi.
Dihubungi terpisah, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Ryan Kiryanto mengatakan, belajar dari perang Rusia melawan Ukraina, berbagai ketegangan geopolitik meningkatkan ketidakpastian global. Dampaknya bisa meluas ke berbagai aspek.
Gangguan rantai pasok bisa mengganggu keseimbangan pasokan dan permintaan dunia. Ujungnya bisa menciptakan inflasi dunia. Hal ini bisa mengganggu daya beli masyarakat dan pada ujungnya bisa menurunkan kinerja industri manufaktur.