Sementara Menguat Tipis, Rupiah Diperkirakan Dinamis Cenderung Lemah
Pelemahan rupiah sedikit mereda seiring stabilisasi nilai tukar oleh BI. Bagaimana proyeksinya dalam jangka pendek?
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sempat tertekan akibat penguatan dollar AS, rupiah berangsur-angsur menuju penguatan nilai tukarnya. Bank Indonesia melakukan stabilisasi nilai tukar lewat intervensi pasar keuangan sejak Maret 2024.
Dalam sepekan terakhir, kurs rupiah berfluktuasi hingga sempat mencapai Rp 15.934 per dollar AS atau melemah sekitar 3 persen dibandingkan awal 2024. Mengutip data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada Jumat (6/4/2024) ditutup di level Rp 15.873 per dollar AS.
Pergerakan rupiah tersebut juga tidak lepas dari dinamika investasi portofolio investor asing di pasar keuangan domestik. Selama pekan pertama April 2024, investasi portofolio nonresiden secara serentak di pasar keuangan domestik mencatatkan jual neto Rp 8,07 triliun. Ini terdiri dari aksi jual di pasar Surat Berharga Negara (SBN), pasar saham, maupun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Akibatnya, portofolio investasi nonresiden selama tahun kalender hingga 4 April 2024 turun Rp 7,39 triliun dengan beli neto senilai Rp 8,25 triliun. Aksi jual paling besar terjadi di pasar SBN, yakni mencapai Rp 34,75 triliun.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual, Sabtu (6/4/2024), mengatakan, BI secara aktif terus melakukan intervensi pasar sebagai upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sejak bulan lalu. Ini tecermin dari cadangan devisa Maret 2024 yang turun sekitar 4 miliar dollar AS dibandingkan bulan sebelumnya.
”Pada April 2024, kemungkinan cadangan devisa masih akan turun karena pembayaran dividen, pembayaran utang (luar negeri pemerintah), serta upaya stabilisasi nilai tukar rupiah oleh BI,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Dalam jangka pendek, David melanjutkan, pergerakan rupiah masih akan terus dinamis dengan kecenderungan melemah. Salah satu faktor utamanya ialah perkembangan data perekonomian AS yang berpengaruh terhadap kebijakan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed).
Hal ini didukung oleh anggota dewan rapat kebijakan The Fed (FOMC), Neel Kashkari, yang menyebut, arah kebijakan moneter serta suku bunga acuan AS sangat bergantung pada data perekonomian AS. Bahkan, ada kemungkinan pemangkasan suku bunga yang semula diperkirakan terjadi pada semester II-2024 akan tertunda mengingat pertumbuhan ekonomi AS yang masih tetap solid.
Cadangan devisa Indonesia mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai, kondisi perekonomian dan pasar keuangan global secara umum masih cukup kondusif atau lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya. Namun, perkembangan geopolitik global masih perlu terus dicermati seiring peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina.
Mahendra memperkirakan The Fed akan tetap mempertahankan rencana penurunan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada 2024. Pemangkasan suku bunga oleh The Fed tersebut akan terjadi pada semester II-2024 (Kompas.id, 2/4/2024).
Mengutip data BI, cadangan devisa pada akhir Maret 2024 sebesar 140,4 miliar dollar AS. Jumlah ini turun sekitar 4 miliar dollar AS dibandingkan posisi akhir Februari 2024 sebesar 144 miliar dollar AS.
Penurunan ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan antisipasi kebutuhan likuiditas valuta asing korporasi. Selain itu, cadangan devisa turut digunakan untuk kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
BI menilai, cadangan devisa Indonesia masih mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Standar kecukupan internasional minimal 3 bulan impor.
”Ke depan, BI memandang cadangan devisa akan tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi nasional yang terjaga, seiring dengan sinergi respons bauran kebijakan yang ditempuh BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi, Jumat (5/4/2024).