FAO: Harga CPO Naik, Harga Beras Turun
Harga CPO dunia naik di tengah pelemahan permintaan ekspor RI. Sementara harga beras dunia mulai turun.
JAKARTA, KOMPAS — Indeks harga pangan dunia pada Maret 2024 kembali naik setelah selama tujuh bulan terakhir turun secara beruntun sebesar 7,7 persen. Komoditas pemicu kenaikan indeks tersebut adalah minyak nabati, termasuk minyak sawit. Di sisi lain, harga beras dunia mulai turun.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Jumat (5/4/2024) sore, merilis, indeks harga pangan dunia pada Maret 2024 sebesar 118,3. Indeks tersebut naik 1,1 persen secara bulanan dan 8,3 persen secara tahunan.
Indeks harga minyak nabati dunia naik cukup signifikan, yakni sebesar 8 persen secara bulanan, menjadi 130,6. Indeks tersebut mencapai angka tertinggi dalam satu tahun atau mendekati indeks harga minyak nabati pada Maret 2023 yang sebesar 131,8.
Selain pengaruh kenaikan harga minyak dunia, kenaikan harga CPO juga disebabkan penurunan produksi musiman di kala permintaan domestik di sejumlah negara produsen utama meningkat.
FAO menyebutkan, harga minyak nabati di pasar internasional terus meningkat karena dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia. Untuk minyak sawit mentah (CPO), harganya turut meningkat cukup signifikan.
Selain pengaruh kenaikan harga minyak dunia, kenaikan harga CPO juga disebabkan penurunan produksi musiman di kala permintaan domestik di sejumlah negara produsen utama meningkat.
Data Harga Komoditas Bank Dunia (The Pink Sheet) yang dirilis pada 2 April 2024 menunjukkan, harga rerata minyak sawit mentah (CPO) dunia pada Maret 2024 sebesar 943 dollar AS. Harga tersebut di atas harga rata-rata CPO dunia pada 2023 sebesar 886 dollar AS per ton. Ini membuat harga CPO sepanjang triwulan I-2024 terus menguat.
Musiman
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono berpendapat, kenaikan harga CPO bersifat musiman karena ada penurunan produksi. Di tengah kenaikan harga itu, eksportir CPO dan produk turunan Indonesia tetap tidak dapat memetik keuntungan maksimal karena permintaan dari sejumlah negara lain, terutama China, turun.
”Harga CPO diperkirakan masih akan bergejolak hingga semester I-2024. Di kala produksi kembali naik, harga CPO diperkirakan bakal turun lagi,” katanya.
Harga CPO diperkirakan masih akan bergejolak hingga semester I-2024. Di kala produksi kembali naik, harga CPO diperkirakan bakal turun lagi.
Badan Pusat Statistik mencatat, volume ekspor CPO dan produk turunan pada Februari 2024 hanya 1,42 juta ton, turun dari Januari 2024 yang mencapai 2,06 juta ton. Dalam kondisi normal, Indonesia mengekspor CPO sekitar 3 juta ton per bulan. Nilai ekspor komoditas itu juga turun 30,39 persen dari 1,72 miliar dollar AS pada Januari 2024 menjadi 1,2 miliar dollar AS pada Februari 2024.
Penurunan ekspor CPO itu disebabkan berkurangnya permintaan dari China, India, dan Uni Eropa (UE). Ekonomi China masih belum pulih sehingga berpengaruh pada permintaan. Adapun India dan UE menyubstitusi minyak sawit dengan minyak nabati lain lantaran harga CPO lebih tinggi.
Persaingan ekspor
Berbeda dengan minyak nabati, indeks harga serealia dunia justru turun 2,6 persen secara bulanan dan 20 persen secara tahunan menjadi 110,8. Ini terutama dipengaruhi penurunan harga gandum di pasar tradisional akibat persaingan ekspor komoditas tersebut antara UE, Rusia, dan Amerika Serikat.
FAO menyebutkan, harga beras turun seiring dengan pelemahan permintaan impor serta peningkatan produksi dan stok sejumlah negara pengimpor beras, termasuk Indonesia. Mengacu pada The Pink Sheet, harga beras Thailand pecahan 5 persen di pasar internasional per Maret 2024 sebesar 613 dollar AS per ton.
Harga tersebut turun dibandingkan Januari dan Februari 2024 yang masing-masing 660 dollar AS per ton dan 624 dollar AS per ton. Kendati begitu, harga ini masih lebih tinggi dibandingkan harga rerata pada 2023 sebesar 553,7 dollar AS per ton.
Baca juga: Harga Beras Dunia Mulai Turun, Bagaimana di Indonesia?
FAO memperkirakan stok beras dunia pada akhir musim pemasaran 2023/2024 mencapai 199,1 juta ton. Sebagian besar disebabkan oleh revisi peningkatan stok beras di Indonesia, baik akibat impor maupun panen raya padi.
”Pemanfaatan beras dunia pada musim pemasaran tersebut juga diperkirakan terkontraksi sebesar 1,1 juta ton secara tahunan menjadi 523,7 juta ton. Hal tersebut terjadi lantaran penggunan beras untuk produk nonmakanan berkurang,” sebut laporan itu.
Areal panen meluas
Di Indonesia, harga beras juga mulai turun kendati masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Hal itu terjadi lantaran panen padi pada Maret-April 2024 semakin meluas di sejumlah daerah sentra beras.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per 6 April 2024, harga rerata nasional beras medium adalah Rp 13.930 per kilogram (kg). Harga tersebut telah turun dibandingkan rerata Maret 2024 senilai Rp 14.270 per kg. Harga beras itu juga jauh lebih tinggi dibandingkan harga rerata April 2024 sebesar Rp 11.900 per kg.
Baca juga: HPP Sementara Gabah Kering Panen Rp 6.000 Per Kilogram
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menuturkan, potensi produksi beras mencapai 3,8 juta ton pada Maret 2024 dan 4,9 juta ton pada April 2024. Peningkatan produksi itu akan mendorong penurunan harga beras sekaligus gabah di tingkat petani.
Oleh karena itu, pemerintah akan lebih fokus menjaga harga gabah di tingkat petani. Selain itu, pemerintah juga akan menambah cadangan beras pemerintah melalui serapan gabah atau beras dari dalam negeri, bukan impor.
”Dengan semakin bertambahnya cadangan beras pemerintah dari serapan gabah atau beras dari dalam negeri, bantuan beras dan program SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke depan bisa menggunakan beras produksi domestik,” ujarnya.
Sebelumnya, Bapanas telah merelaksasi harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras di tingkat petani dan di gudang Perum Bulog. HPP gabah kering panen ditetapkan Rp 6.000 per kilogram.
Sementara HPP gabah kering giling dan beras di gudang Bulog masing-masing dipatok Rp 7.400 per kg dan Rp 11.000 per kg.
HPP itu berlaku sementara, yakni pada 3 April-30 Juni 2024. Penetapan HPP sementara itu bertujuan untuk menjaga harga gabah petani agar tidak anjlok saat panen raya padi dan Bulog bisa lebih fleksibel menyerap gabah atau beras.