Pupuk Indonesia Hadapi Sejumlah Isu Strategis
Pembayaran utang subsidi pupuk pemerintah kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) masih kurang Rp 10,48 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — PT Pupuk Indonesia (Persero) menghadapi sejumlah isu aktual strategis pada tahun ini. Hal itu, antara lain, mencakup distribusi pupuk bersubsidi, piutang subsidi pupuk, dan gejolak harga pupuk beserta bahan bakunya.
Meski begitu, perusahaan milik negara itu tetap berkomitmen turut menopang ketahanan pangan nasional. Produsen pupuk terbesar keenam dunia itu juga akan mengembangkan kemandirian bahan baku dan hilirisasi produk turunan pupuk.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan PT Pupuk Indonesia yang digelar secara hibrida di Jakarta, Selasa (2/4/2024). Rapat tersebut dihadiri Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi beserta jajarannya.
Rahmad mengatakan, penambahan anggaran dan alokasi pupuk bersubsidi beserta pengadaan dan penyaluran merupakan salah satu isu aktual strategis perseroan. Tahun ini pemerintah menambah anggaran subsidi pupuk Rp 26,6 triliun menjadi Rp 53,3 triliun dari sebelumnya Rp 26,7 triliun.
Dengan begitu, alokasi pupuk subsidi bertambah dari 4,73 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Alokasi pupuk subsidi sebanyak itu kira-kira sama dengan alokasi pada 2016 dan 2017.
Melalui tambahan dana itu, lanjut Rahmad, jenis pupuk yang disubsidi itu tidak hanya urea dan NPK. Pupuk organik yang sebelumnya dikeluarkan dari daftar pupuk subsidi kini kembali dialokasikan sebanyak 500.000 ton.
”Lahan pertanian di Indonesia sudah banyak yang kritis sehingga pupuk organik diperlukan,” ujarnya.
Pupuk organik yang sebelumnya dikeluarkan dari daftar pupuk subsidi kini kembali dialokasikan sebanyak 500.000 ton.
Penambahan anggaran dan alokasi pupuk subsidi itu penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan ketahanan pangan. Hal ini tentu saja perlu dibarengi dengan perbaikan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi.
Rahmad mencontohkan, penyaluran pupuk subsidi tidak lagi dibagi per bulan, tetapi fleksibel menyesuaikan kondisi lapangan. Pengambilan pupuk subsidi juga cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
”E-RDKK itu juga akan dimutakhirkan setiap empat bulan sekali, tidak lagi setahun sekali. Ini merupakan solusi bagi petani penerima pupuk subsidi yang berpindah lahan,” katanya.
Baca juga: Kementan : Alokasi Pupuk Bersubsidi 2024 di Bawah Kebutuhan
Utang pemerintah
Isu strategis kedua yang dihadapi Pupuk Indonesia adalah utang pemerintah terhadap perseroan terkait subsidi pupuk. Pembayaran utang subsidi pupuk pemerintah kepada Pupuk Indonesia masih kurang Rp 10,48 triliun.
Rahmad menjelaskan, sebelumnya pemerintah sudah membayar utang hasil tagihan pada 2022 senilai Rp 16,5 triliun pada 28 Desember 2023. Namun, masih ada kurang bayar sebesar Rp 10,48 triliun. Kurang bayar itu mencakup tagihan utang tahun 2020 yang sudah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 430,23 miliar.
”Selain itu, ada tagihan tahun 2022 sebesar Rp 178,45 miliar yang statusnya masih ditangguhkan dan tagihan tahun 2023 yang sudah diaudit BPK sebesar Rp 9,87 triliun,” katanya.
Kurang bayar senilai Rp 178,45 miliar merupakan penangguhan utang atas 40.491 ton pupuk yang akan diverifikasi Kementerian Pertanian, Himbara, dan Pupuk Indonesia pada April-Mei 2024. Hasil verifikasi itu tengah menunggu persetujuan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dan BPK.
Sementara itu, kurang bayar Rp 430 miliar tahun 2020 yang sudah diaudit BPK kini menunggu proses tindak lanjut dari Kementerian Pertanian.
Baca juga: Terantuk Problem Pupuk
Adapun isu strategis kedua adalah harga pupuk beserta bahan bakunya yang masih bergejolak sejak dua tahun terakhir. Gejolak harga itu dipengaruhi faktor eksternal, yakni perang Rusia-Ukraina dan konflik di Laut Merah.
Hal itu memengaruhi kinerja keuangan perusahaan pada tahun lalu. Perseroan harus menambah biaya produksi lantaran kenaikan harga bahan baku yang mayoritas masih impor.
Pupuk Indonesia mencatat, pendapatan perseroan turun dari Rp 103,9 triliun pada 2022 menjadi Rp 79,2 triliun di 2023. Dalam periode perbandingan yang sama, laba bersih perseroan juga anjlok dari Rp 18,5 triliun menjadi Rp 6,3 triliun.
Baca juga: Konflik Laut Merah Hambat Impor Bahan Baku Pupuk RI
Mesin pertumbuhan
Kendati tengah menghadapi sejumlah isu aktual strategis, Pupuk Indonesia terus mengembangkan bisnis perseroan. Hal itu akan dilakukan dengan dua mesin pertumbuhan, yakni bisnis pupuk dan hilirisasi produk turunan pupuk.
Menurut Rahmad, bisnis pupuk akan diperkuat melalui efisiensi pabrik. Salah satu caranya dengan mengurangi ketergantungan impor pupuk dan bahan baku. ”Sementara hilirisasi pupuk bakal mengarah pada pembangunan pabrik soda ash dan metanol,” katanya.
Pupuk Indonesia terus mengembangkan bisnis perseroan. Hal itu akan dilakukan dengan dua mesin pertumbuhan, yakni bisnis pupuk dan hilirisasi produk turunan pupuk.
Berdasarkan data Pupuk Indonesia, dua pabrik pupuk NPK nitrat bakal berkapasitas 100.000 ton per tahun akan dibangun di Bontang, Kalimantan Timur, dan Cikampek, Jawa Barat, mulai 2026. Selama ini, jenis pupuk tersebut masih 100 persen diimpor dari Eropa dan China.
Pabrik soda ash berkapasitas 300.000 ton per tahun akan dibangun bertahap di Bontang dan Gresik, Jawa Timur, mulai akhir 2024. Selama ini soda ash yang merupakan bahan baku industri kaca dan keramik tersebut masih 100 persen didatangkan dari negara lain.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, meminta Pupuk Indonesia menjamin tidak ada kelangkaan pupuk pada tahun ini karena sudah ada penambahan alokasi pupuk. Kalaupun masih terjadi kekurangan pupuk subsidi, pupuk nonsubsidi bisa digulirkan dengan disertai diskon yang meringankan petani.
Selain mekanisme distribusi, pengawasan pendistribusian pupuk juga harus dibenahi dan diperketat. Hal itu penting mengingat rembesan pupuk subsidi masih terjadi. Para distributor, agen, dan pengecer pupuk subsidi yang ”nakal” juga harus ditindak tegas dan jangan dijadikan mitra lagi.
Baca juga: Berbenah Problem Klasik Penyaluran Pupuk
Anggota Komisi VI DPR, Evita Nursanty, menambahkan, Pupuk Indonesia perlu mengatasi peningkatan harga pupuk. Selama ini bahan baku pupuk bergantung impor sehingga harganya rawan bergejolak.
Untuk itu, komitmen menyediakan bahan baku pupuk dari dalam negeri perlu terus ditingkatkan. Pupuk Indonesia memang telah mendirikan pabrik bahan baku pupuk di Bontang. Nilai investasinya juga relatif murah, yakni Rp 1,2 triliun.
”Kalau hal itu bisa menjadi solusi bahan baku, kenapa tidak dari dulu dibangun. Padahal, investasinya relatif terjangkau. Kalau perlu, pabrik bahan baku pupuk itu bisa diperbanyak,” kata Evita.
Baca juga: Stok Melimpah, Petani Malah Kekurangan Pupuk Bersubsidi