Telkom Pertimbangkan Jual Saham Unit Bisnis Pusat Data
Salah satu tantangan berbisnis fasilitas pusat data ialah siklus investasinya panjang dan mahal.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan telekomunikasi pelat merah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom mempertimbangkan akan menjual saham atas bisnis pusat datanya. Saat ini, Telkom sedang mengincar perusahaan teknologi global yang memiliki keahlian di bisnis pusat data, seperti Alibaba Cloud dan Equinix, untuk dijadikan calon mitra strategis.
”Tahun ini (implementasi). Kami berharap tetap menjadi pemegang saham mayoritas meskipun kami lepas saham,” ujar AVP Shareholders Relations PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom Raden Achmad Faisal di sela-sela buka bersama media, Senin (25/3/2024) malam, di Jakarta.
Hingga akhir 2023, Grup Telkom memiliki dan mengelola 32 fasilitas pusat data yang tersebar di empat negara, yaitu Indonesia, Singapura, Hong Kong, dan Timor Leste. Rata-rata utilisasi mencapai 70 persen.
Mayoritas fasilitas pusat data Grup Telkom memiliki klasifikasi teknis tier 3 dan 4 dengan total kapasitas hingga 42 megawatt (MW). Sepanjang 2023, bisnis pusat data dan komputasi awan perseroan membukukan pendapatan Rp 1,9 triliun atau tumbuh 14,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Raden mengatakan, Telkom menyadari tidak memiliki kemampuan master di bisnis pusat data. Apabila Telkom ingin semakin kompetitif di industri pusat data, bermitra dengan perusahaan teknologi global yang memiliki keahlian di pusat data dan komputasi awal itu adalah keputusan yang tepat.
Telkom juga sudah mengangkat Boston Consulting Grup sebagai penasihat bisnis untuk mendukung rencana perseroan menjual saham atas unit bisnis pusat data. Sementara penasihat finansial masih dicari oleh Telkom.
”Kami memilih mencari mitra strategis dibandingkan melakukan penawaran umum (IPO) atas unit bisnis fasilitas pusat data karena kami menyadari kondisi makroekonomi sepanjang 2024 yang menantang. Masih ada ancaman kenaikan inflasi dan suku bunga. Lalu, 75 persen perusahaan yang IPO di tengah situasi seperti itu kurang bagus hasilnya,” imbuh Raden.
Di bawah 5 persen
Vice President Corporate Communications Telkom Andri Herawan Sasoko mengatakan, dalam lima tahun terakhir, pendapatan Telkom cenderung hanya tumbuh di bawah 5 persen. Hal ini dipengaruhi oleh industri telekomunikasi nasional yang tertekan akibat kompetisi semakin ketat antara sesama perusahaan telekomunikasi dan menjamurnya perusahaan teknologi digital.
”Kami berusaha bertransformasi menjadi perusahaan telekomunikasi digital, yang salah satunya melalui konsolidasi semua unit bisnis pusat data. Selagi kami masih bisa membukukan pertumbuhan pendapatan, kami mengupayakan ada transformasi strategi berbisnis. Unit bisnis pusat data kami mencatatkan kenaikan pendapatan, tetapi kami ingin lebih berdaya saing pada tahun-tahun mendatang,” ujarnya.
Andri menambahkan, Telkom sedang menyelesaikan pembangunan fasilitas pusat data terbarunya di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Kapasitas dari fasilitas ini mencapai 13 MW. Jika selesai, maka total kapasitas fasilitas pusat data yang dimiliki Telkom bertambah dari 42 MW saat ini menjadi 55 MW.
Unit bisnis pusat data kami mencatatkan kenaikan pendapatan.
Berdasarkan laporan ”Market Insights: Powering Indonesia’s Digital Future, The Rise of Data Centre Investments” yang dikeluarkan oleh Colliers pada 21 Maret 2024, hingga akhir tahun 2023, terdapat 35 proyek pusat data, termasuk tipe hyperscale dan kolokasi, yang beroperasi di wilayah Jabodetabek, terutama di pusat kota. Proyek pusat data tersebut, antara lain, melayani perbankan, industri jasa keuangan, dan asuransi.
Selain itu, terdapat lima proyek pusat data berskala besar yang sedang dibangun di Batam, termasuk yang paling menonjol adalah Nongsa Digital Park, dengan total kapasitas 221 MW. Proyek yang ditetapkan sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) ini bertujuan sebagai jembatan digital antara Indonesia dan Singapura.
Senior Associate Director Research Colliers Indonesia Ferry Salanto, salah satu penulis dalam laporan itu, mengatakan, ada tren nyata pusat data berskala besar yang dikembangkan di pinggiran kota, seperti Bekasi, Karawang, dan Bogor. Pergeseran ini didorong oleh kebutuhan akan fasilitas pusat data berskala lebih besar dengan kapasitas listrik yang lebih besar juga, ditambah dengan keuntungan dari harga tanah yang lebih murah karena jauh dari kota.
Dalam laporan yang sama disebutkan peluang, risiko, dan tantangan bisnis fasilitas pusat data. Salah satu peluangnya adalah pertumbuhan lalu lintas konsumsi data internet yang eksponensial dari tahun ke tahun. Beberapa risiko berbisnis pusat data mencakup risiko regulasi pemerintah dan emisi karbon. Adapun salah satu tantangan yang disampaikan dalam laporan Colliers Indonesia itu ialah bisnis fasilitas pusat data butuh siklus investasi yang panjang dan mahal.