Banjir Bikin Produksi Beras Makin Jeblok dan Harganya Lambat Turun
Harga beras diperkirakan turun cukup signifikan setelah Lebaran meski tidak akan kembali seperti harga di tahun lalu.
JAKARTA, KOMPAS — Banjir yang melanda sejumlah daerah sentra beras akan semakin menurunkan produksi beras nasional. Kondisi itu berpotensi menjadi salah satu faktor yang memperlambat penurunan harga beras di tengah musim panen raya padi.
Berdasarkan hasil kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik, potensi produksi beras pada Januari-April 2024 sebanyak 10,71 juta ton. Potensi produksi tersebut turun 17,52 persen dibandingkan dengan realisasi produksi beras pada Januari-April 2023 yang mencapai 12,98 juta ton.
Disebutkan pula, Indonesia mengalami defisit beras pada Januari dan Februari 2024. Surplus beras diperkirakan baru akan terjadi pada Maret dan April 2024 lantaran produksinya meningkat masing-masing 3,54 juta ton dan 4,92 juta ton.
Tokoh tani sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Demak Hery Sugihartono, Rabu (20/3/2024), menuturkan, saat ini banjir di Demak semakin meluas. Banjir tersebut tidak hanya melanda areal persawahan yang kebanjiran pada Februari lalu, tetapi juga daerah-daerah lain.
Pembenihan padi di areal persawahan yang kebanjiran pada Februari lalu dan di wilayah lain yang sudah memasuki musim tanam (MT) II berpotensi rusak. Banjir juga berpotensi menyebabkan puso atau gagal panen di sejumlah wilayah yang akan panen padi hasil MT I.
”Banjir tersebut diperkirakan menurunkan produksi beras di Demak sebesar 20-30 persen. Banjir juga akan menyebabkan panen raya MT II di Demak mundur dari Juni ke Juli 2024 karena petani harus mengulang tanam padi,” ujarnya.
Tidak hanya di Jawa Tengah, banjir juga melanda lumbung beras di Karawang, Jawa Barat. Banjir tersebut merendam 90,65 hektar sawah di Kecamatan Jatisari, Teluk Jambe Barat, Tirtajaya, Pakisjaya, Tempuran, dan Kutawaluya (Kompas, 18/3/2024).
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, Selasa (19/3/2024), mengatakan, banjir tengah membayangi panen raya padi di sejumlah daerah sentra beras. Hal itu akan menurunkan potensi produksi beras.
Pada Maret 2024, produksi beras diperkirakan masih aman. Produksinya diprediksi naik menjadi 3,84 juta ton dari prediksi awal sebanyak 3,54 juta ton karena ada tambahan sekitar 300.000 ton.
Banjir tersebut diperkirakan mengurangi produksi beras sekitar 20.000 ton. Hal itu menyebabkan potensi produksi beras pada April 2024 sebanyak 4,92 juta ton akan turun menjadi 4,9 juta ton.
Menurut Arief, yang mungkin bermasalah adalah panen raya pada April 2024. Saat ini, sekitar 17.000 hektar sawah di sejumlah daerah di Indonesia terendam banjir.
”Banjir tersebut diperkirakan mengurangi produksi beras sekitar 20.000 ton. Hal itu menyebabkan potensi produksi beras pada April 2024 sebanyak 4,92 juta ton akan turun menjadi 4,9 juta ton,” ujarnya.
Di Jawa Tengah, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mencatat, per 15 Maret 2024 banjir melanda 16.269 hektar sawah yang ditanami padi di Kabupaten Grobogan, Demak, Pati, Kudus, dan Jepara. Dari total luasan itu, sawah yang kebanjiran di Grobogan seluas 4.381 hektar, Demak 162 hektar, Kudus 2.776 hektar, Jepara 1.989 hektar, dan Pati 6.961,4 hektar.
Dalam kurun waktu Januari-Maret 2024, Demak dan Grobogan yang merupakan daerah lumbung beras di Indonesia dilanda banjir besar sebanyak dua kali. Banjir besar pertama terjadi pada awal hingga pertengahan Februari 2024 dan banjir kedua pada pertengahan Maret ini.
Baca juga: Lumbung Beras Nasional di Kabupaten Karawang Terdampak Banjir
Hery menambahkan, untuk mengejar produksi beras nasional agar sesuai perkiraan atau target, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait harus bekerja ekstra keras tahun ini. Tidak hanya sawah-sawah yang kekurangan air yang perlu ditangani, tetapi juga sawah-sawah yang kebanjiran.
”Penanaman padi pascabanjir perlu digarap lebih optimal dengan ditopang bantuan benih gratis dan pupuk bersubsidi,” kata Hery.
Baca juga: Potensi Surplus Beras Dihantui Risiko Banjir dan Bera
Saat ini, Kementerian Pertanian tengah berfokus mengatasi areal persawahan yang kekurangan air akibat dampak El Nino dengan menggulirkan program pompanisasi. Pompanisasi itu menyasar lahan tadah hujan seluas 1 juta hektar di wilayah Jawa dan luar Jawa.
”Untuk merealisasikan kebijakan ini, pemerintah akan mengalokasikan anggaran biaya tambahan sebesar Rp 5,8 triliun,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman melalui siaran pers di Jakarta.
Harga beras
Hingga kini, harga beras di tingkat eceran masih tinggi kendati sudah mulai turun. Berdasarkan Panel Harga Pangan Bapanas, per 20 Maret 2024, harga rerata nasional beras medium di tingkat eceran Rp 14.250 per kilogram. Harga tersebut lebih rendah dibandingkan pada pekan lalu yang sebesar Rp 14.360 per kg.
Namun, harga beras medium itu lebih tinggi dari bulan lalu dan masih di atas harga eceran tertinggi (HET). Harga rerata nasional beras medium pada Februari 2024 tercatat Rp 13.920 per kg. Adapun HET beras medium Rp 10.900-Rp 11.800 per kg bergantung zonasi.
Harga beras baru akan turun cukup signifikan setelah Lebaran meskipun tidak akan kembali seperti harga tahun lalu,
Hery berpendapat, banjir yang melanda sejumlah daerah sentra beras di Indonesia akan menjadi salah satu faktor penghambat laju penurunan harga beras. Hal itu akan turut memberikan sentimen negatif kepada pasar perberasan nasional. Sentimen itu melengkapi sentimen negatif pasar di kala produksi beras tahun ini diperkirakan turun akibat dampak El Nino.
Harga beras pasti akan turun karena panen padi semakin meluas dan akan memuncak pada April 2024. Namun, penurunan harga beras akan lambat akibat sejumlah faktor itu ditambah meningkatnya permintaan saat Ramadhan-Lebaran.
”Harga beras baru akan turun cukup signifikan setelah Lebaran meskipun tidak akan kembali seperti harga tahun lalu,” kata Hery.
Baca juga: Bulog Isyaratkan Harga Beras Sulit Turun ke Posisi Tahun Lalu
Hery yang memiliki usaha penggilingan padi juga menyatakan, curah hujan yang tinggi dan banjir turut menghambat proses pengeringan gabah dan pengiriman gabah. Curah hujan yang masih tinggi di Demak menyebabkan penggilingan padi kesulitan mengeringkan gabah.
Banjir yang saat ini melanda Demak, lanjut Hery, telah menyebabkan pengiriman gabah yang dibeli dari daerah lain ke sejumlah penggilingan di Demak terganggu. Truk-truk pengangkut gabah harus mencari jalan alternatif yang tidak kebanjiran menuju ke penggilingan-penggilingan tersebut.
”Dua kondisi itu akan berujung pada terlambatnya pengiriman beras dari penggilingan di Demak ke pasar induk beras atau pasar-pasar tradisonal di luar Demak,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Perpanjang Penyesuaian HET demi Jaga Stok Beras di Pasar Modern