Staf ragu-ragu melaporkan masalah karena takut akan pembalasan atau akan terkena dampak buruk akibat laporannya.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Produsen pesawat terbang Boeing tak putus dirundung malang. Secara berentetan produk mereka mengalami masalah, baik yang berakibat fatal maupun nyaris fatal. Publik kemudian bertanya, apa yang terjadi dalam perusahaan itu sesungguhnya. Serangkaian investigasi tengah dilakukan. Soal kultur perusahaan salah satu yang disorot.
Sebuah panel ahli menemukan masalah berkaitan dengan budaya keselamatan di Boeing. Mereka mendapati adanya keterputusan atau jarak antara manajemen senior dan staf reguler. Mereka juga menemukan tanda-tanda bahwa staf ragu-ragu melaporkan masalah karena takut akan pembalasan atau akan terkena dampak buruk akibat laporannya.
Mantan manajer senior di Boeing, Adam Dickson, yang pernah bekerja pada program 737 Max saat diwawancarai BBC, sependapat bahwa ada jurang pemisah antara eksekutif dan para pekerja di pabrik. Budaya di Boeing sudah tidak dapat dipercaya lagi selama lebih dari satu dekade.
“Anda dapat menambahkan langkah-langkah keselamatan. Anda dapat menambahkan prosedur. Namun masalah mendasar, yaitu ketidakpercayaan, membuat perubahan tersebut hampir tidak efektif,” katanya. Masalah ini memunculkan keraguan para pekerja untuk melaporkan bila ada masalah.
Bahkan, menurut John Barnett, orang yang melaporkan berbagai masalah di Boeing yang ditemukan tewas beberapa waktu lalu, pekerja kerap terburu-buru membuat pesawat dan berusaha secepat mungkin untuk memaksimalkan keuntungan. Kondisi ini telah menyebabkan praktik yang tidak aman.
Sebagai seorang manajer kualitas di program 787 Dreamliner pernah bekerja di pabrik Boeing di Carolina Selatan dari tahun 2010 hingga pensiun pada tahun 2017, juga dalam wawancara dengan BBC, John mengatakan, dalam beberapa kasus, pekerja yang berada di bawah tekanan sengaja memasang suku cadang di bawah standar pada pesawat di jalur produksi.
Kasus ketakutan karyawan untuk melapor akibat jurang antara eksekutif dan karyawan yang lebar tak hanya dialami Boeing. Banyak perusahaan mengalami masalah ini, baik mereka yang mau terbuka maupun yang menutupi masalah ini. Masalah ketakutan karyawan juga telah banyak dibahas oleh kalangan ahli dan cara memecahkan masalah ini. Mengapa mereka masih saja takut melaporkan masalah seperti di atas?
Kasus ketakutan karyawan untuk melapor akibat jurang antara eksekutif dan karyawan yang lebar tak hanya dialami Boeing.
Perusahaan penyedia perangkat lunak untuk solusi keselamatan kerja Riskex dalam laman internetnya menyebutkan, tanda-tanda bahaya yang kerap tidak dilaporkan merupakan masalah umum di banyak lingkungan kerja. Kadang karyawan malah tetap bekerja seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Salah satu alasan paling umum orang tidak angkat bicara ketika terjadi insiden di tempat kerja adalah karena mereka takut. Karyawan takut terdampak dan memikirkan apa yang akan terjadi jika mereka melaporkan kejadian tersebut. Mereka khawatir tindakan melaporkan akan memunculkan hukuman. Mereka takut akan disalahkan atas kejadian tersebut dan hal itu mungkin berdampak negatif pada karier mereka. Jadi, mereka menganggap diam adalah pilihan yang lebih aman, padahal sebenarnya tidak demikian.
Melaporkan kejadian yang nyaris menimbulkan celaka juga kerap membuat ketidaknyamanan bagi karyawan. Kadang-kadang, mereka merasa harus memilih antara jujur mengenai apa yang terjadi atau menghadapi penilaian dan kritik dari rekan-rekan dan atasan mereka. Tidak seorang pun ingin disalahkan dan mendapat stigma karena terlibat dalam kecelakaan kerja, meskipun bukan mereka yang harus disalahkan. Jika akibat dari melaporkan malah mendapat bahaya, seperti kehilangan reputasi dan rasa malu, karyawan akan menyerah dan tidak melaporkan masalah yang ada.
Kunci untuk menyelesaikan masalah itu adalah menciptakan budaya keselamatan di tempat kerja, yang menerima dan mendorong pelaporan insiden untuk melindungi diri sendiri dan orang di sekitarnya. Organisasi yang menerapkan manajemen kesehatan dan keselamatan akan meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas karyawan dengan cara menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap karyawannya.
Perusahaan solusi bisnis Polonius di dalam lamannya menyarankan, mendorong karyawan untuk melaporkan insiden adalah penting karena mereka belajar memercayai organisasi dan memahami bahwa insiden tersebut berharga. Jika seorang karyawan melaporkan suatu insiden dan mereka dipecat atau diabaikan, hal ini dapat memengaruhi tindakan mereka di masa depan. Kecil kemungkinan mereka bakal melaporkan masalah tersebut ketika mereka kembali menemukannya pada masa mendatang.
Laporan insiden sangat penting tidak hanya bagi eksekutif tetapi juga bagi karyawan. Keluhan dalam bentuk apa pun dapat membantu bisnis melihat area yang mungkin tidak mereka sadari, seperti masalah kesehatan dan keselamatan atau lingkungan kerja yang beracun.
Karyawan yang bekerja di kantor, bekerja sama dengan kolega mereka. Mereka ini mampu mengunjungi lebih banyak area yang mungkin jarang dikunjungi manajer atau mereka mampu berbicara dengan orang yang sudah lama tidak mereka ajak bicara. Untuk itu, penting bagi bisnis untuk mendengarkan semua laporan suatu kejadian dan menanggapinya dengan serius.