Permintaan Global Surut, Ekspor Manufaktur Triwulan I-2024 Diperkirakan Turun
Berkurangnya permintaan dari negara tujuan ekspor dan turunnya harga komoditas membuat ekspor manufaktur Indonesia lesu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejalan dengan tren melemahnya permintaan global, performa ekspor industri pengolahan nasional pada triwulan pertama I-2024 diperkirakan turun dibandingkan periode sama tahun lalu. Apalagi, harga komoditas ekspor unggulan juga melandai. Skenario paling optimistis, ekspor manufaktur nasional pada triwulan I-2024 sama dengan kinerja periode sama tahun lalu.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno memperkirakan, kinerja ekspor industri pengolahan pada triwulan I-2024 akan turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. ”Kinerja ekspor masih akan lesu,” ujarnya yang dihubungi Minggu (17/3/2024).
Indonesia masih akan mencatat surplus neraca perdagangan pada triwulan I-2024. Alasannya, impor Indonesia juga akan turun, baik volume maupun harga.
Benny menjelaskan, penurunan ini disebabkan penurunan permintaan dari negara tujuan ekspor lantaran masih melambatnya perekonomian global. Volume permintaan turun karena kegiatan ekonomi di negara tujuan turun. Akibatnya, kekuatan tawar pembeli meningkat sehingga harga ikut turun.
Namun, Benny meyakini Indonesia masih akan mencatat surplus neraca perdagangan pada triwulan I-2024. Alasannya, impor Indonesia juga akan turun, baik volume maupun harga.
Dominan
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, kinerja ekspor industri pengolahan triwulan I-2024 kemungkinan besar akan turun. Skenario paling bagus adalah stagnan atau setidaknya menyamai capaian periode yang sama tahun lalu.
Menurut Shinta, hal ini karena tidak ada tanda-tanda peningkatan permintaan yang signifikan di pasar tujuan ekspor utama dari produk industri pengolahan. Selain itu, Shinta juga tidak melihat ada peningkatan diversifikasi tujuan ekspor yang signifikan.
”Jadi, kemungkinan besar kinerja ekspor industri pengolahan akan biasa-biasa saja di triwulan I-2024,” ujar Shinta.
Ekspor Industri pengolahan pada dua bulan pertama tahun ini mencapai 28,66 miliar dollar AS atau lebih kurang Rp 446,93 triliun.
Indikasi penurunan kinerja ekspor industri pengolahan pada triwulan I-2024 sudah terendus dari data ekspor dua bulan pertama tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekspor Industri pengolahan pada dua bulan pertama tahun ini mencapai 28,66 miliar dollar AS atau lebih kurang Rp 446,93 triliun.
Ini turun 11,49 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023. Tahun itu, angkanya mencapai 31,03 miliar dollar AS atau lebih kurang Rp 483,89 triliun. Ekspor industri pengolahan adalah kontributor terbesar ekspor Indonesia. Porsinya mencapai 72,02 persen dari total ekspor nasional.
Dominasi ini menyebabkan penurunan ekspor industri pengolahan langsung mengerek turun ekspor secara keseluruhan. Pada dua bulan pertama tahun ini, ekspor secara keseluruhan turun 9,45 persen secara tahunan menjadi 39,80 miliar dollar AS atau lebih kurang Rp 620,61 triliun.
Komoditas unggulan
Shinta menjelaskan, penurunan kinerja ekspor industri pengolahan karena laju kinerja ekspor komoditas juga menurun. Ada komoditas unggulan ekspor yang volume ekspornya turun karena perlambatan ekonomi global sehingga membuat permintaan ekspor turun. Ini pun dibarengi menurunnya harga komoditas.
Namun, ada pula komoditas unggulan yang volume ekspornya sejatinya meningkat. Namun, harganya sedang merosot. Pada akhirnya, kinerja ekspornya pun jadi menurun.
Penurunan ekspor industri pengolahan dipicu dari menurunnnya kinerja ekspor komoditas unggulan. Ekspor komoditas minyak kelapa sawit dan turunannya dengan Harmonized System/HS Code 1511 pada dua bulan awal tahun ini merosot 22,43 persen menjadi 3,33 miliar dollar AS. Padahal, komoditas ini berkontribusi 11,61 persen dari total ekspor industri pengolahan.
Penurunan juga dicatat komoditas unggulan lainnya, seperti logam dasar bukan besi dengan kode HS 72. Komoditas ini mencatat penurunan ekspor hingga 13,67 persen secara tahunan menjadi 2,21 miliar dollar AS. Padahal, komoditas ini berkontribusi 7,71 persen dari total ekspor industri pengolahan.
Volume dan harga
Saat paparan kinerja ekspor-impor, Jumat (15/3/2024), Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar menjelaskan, penurunan ekspor industri pengolahan dipicu menurunnya harga komoditas unggulan. Harga komoditas sawit dan turunannya pada Februari 2023 mencapai 947,29 dollar AS per ton. Kini per Februari 2024, harganya turun menjadi 847,58 dollar AS per ton.
Situasi ini dibarengi dengan penurunan volume ekspor. Volume ekspor komoditas sawit dan turunannya pada Februari 2024 sebanyak 1,42 juta ton, turun dibandingkan Februari 2024 sebanyak 2,10 juta ton.
Kondisi berbeda terjadi pada ekspor logam dasar bukan besi. Pada Februari 2024, volume ekspornya sejatinya meningkat menjadi 1,54 juta ton dari 1,27 juta ton per Februari 2023. Namun, karena harga komoditas turun, performa ekspornya juga ikut turun.
Harga komoditas logam dasar bukan besi pada Februari 2024 adalah 1.091,57 dollar AS per ton. Ini turun jauh dibandingkan Februari 2023. Saat itu harganya 1.700,57 dollar AS per ton.
Pada 2024, Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor industri pengolahan atau manufaktur mencapai 193,4 miliar dollar AS, tumbuh 3,75 persen dari target 2023. Hal ini akan dicapai dengan cara mendorong ekspor dari sejumlah komoditas unggulan industri pengolahan, seperti makanan-minuman, alat transportasi, minyak kelapa sawit dan produk turunannya, tekstil, serta alas kaki.