Celah Penyalahgunaan BBM dan Elpiji Bersubsidi Mesti Ditutup
Pelibatan pemerintah daerah menjadi opsi, di samping penguatan regulasi serta penegakan hukum.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Celah penyalahgunaan bahan bakar minyak dan elpiji 3 kilogram bersubsidi mesti terus diantisipasi dengan penguatan regulasi serta pengawasan dalam distribusi. Sejumlah kendala dan tantangan selama ini, seperti kondisi geografis dan keterbatasan sumber daya manusia, mesti diurai serta dicarikan jalan keluarnya. Subsidi energi mesti dipastikan benar-benar tepat sasaran.
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, dihubungi di Jakarta, Sabtu (16/3/2024), mengatakan, penyaluran bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji kemasan 3 kilogram (kg) bersubsidi mesti semakin mengerucut kepada mereka yang benar-benar berhak atau dari golongan tidak mampu. Kendati kondisi geografis Indonesia menjadi tantangan dalam pendistribusian komoditas energi, peningkatan kualitas (penyaluran) subsidi bukan tak mungkin dilakukan.
”Sejumlah tantangan yang ada harus diurai dan diatasi, termasuk mengatur regulasi yang ketat. Sebab, subsidi energi ini mengenai hajat hidup orang banyak. Ketersediaan energi sudah menjadi hak warga sehingga perlu dipastikan diterima kepada mereka yang membutuhkan (subsidi),” ujar Akmaluddin.
Ia menambahkan, pelibatan pemerintah daerah bisa menjadi salah satu opsi di tengah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dalam penyaluran subsidi energi hingga ke pelosok. Akan tetapi, hal tersebut juga mesti diikuti penyiapan serta peningkatan kapasitas SDM di daerah. Dengan demikian, perlu ada perencanaan serta koordinasi matang lintas kementerian/lembaga, badan usaha, dan pemda.
Tak kalah penting, imbuh Akmaluddin, ialah penegakan hukum kepada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari disparitas harga antara komoditas energi bersubsidi dan yang nonsubsidi. ”Di sektor hilir (migas) sudah ada Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang perlu terus bersinergi dengan pihak-pihak lain, termasuk aparat penegak hukum,” ujarnya.
Catatan Kompas, selama ini, disparitas antara harga elpiji bersubsidi dan nonsubsidi kerap membuat penyalurannya terkendala. Akibatnya, acapkali terjadi kelangkaan pasokan serta harganya melambung. Namun, mulai Januari 2024, pemerintah memberlakukan kewajiban menunjukkan kartu tanda penduduk atau menyebutkan nomor induk kependudukan (NIK) bagi warga yang hendak membeli elpiji 3 kg, setidaknya di pangkalan-pangkalan elpiji.
Adapun pembelian BBM bersubsidi jenis solar (biosolar) diatur oleh Surat Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT). Sementara pengaturan pertalite, BBM yang dikompensasi pemerintah, masih menanti revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Penegakan hukum kepada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari disparitas harga antara komoditas energi bersubsidi dan yang nonsubsidi penting.
Salurkan sesuai kuota
PT Pertamina Patra Niaga menyatakan siap menjalankan penugasan pemerintah, yakni penyaluran BBM dan elpiji bersubsidi sesuai kuota yang telah ditetapkan. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala BPH Migas dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada 2024 kuota minyak tanah ialah 0,5 juta kiloliter (kl), kuota biosolar 17,8 juta kl, dan elpiji 3 kg sebanyak 8,03 juta ton.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan mengatakan, dalam memastikan distribusi energi menjangkau masyarakat kurang mampu, pihaknya terus berinovasi. ”Yang utama melalui program digitalisasi. (Ini) sudah berjalan, dan terus kami evaluasi adalah Program Subsidi Tepat untuk BBM bersubsidi jenis biosolar dan mulai awal tahun ini dijalankan subsidi tepat elpiji 3 kg,” katanya lewat siaran pers, Jumat (15/3/2024) malam.
Menurut data Pertamina Patra Niaga, sepanjang tahun 2023 hampir sebanyak 14 juta kl transaksi biosolar tercatat secara digital. Rinciannya, 92 persen ialah penyaluran kepada kendaraan, sedangkan sisanya, 8 persen, kepada usaha perikanan, usaha pertanian, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta layanan umum seperti fasilitas kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Pertamina akan mengawasi secara berkelanjutan proses distribusi energi bersubsidi. Hal tersebut dilakukan agar energi bersubsidi bisa tersalurkan secara tepat sasaran.
Sementara itu, pada elpiji 3 kg, sejak Januari 2024, masyarakat yang hendak membelinya diwajibkan menunjukkan KTP untuk kemudian NIK-nya dicek melalui Merchant Apps Pertamina (MAP). Sebanyak 248.000 lebih pangkalan elpiji 3 kg di 411 kabupaten/kota kini sudah siap melayani program Subsidi Tepat Elpiji 3 kg.
Sejak 1 Januari 2024 hingga sekarang tercatat 31 juta NIK telah bertransaksi sejumlah lebih dari 495 juta tabung elpiji 3 kg. ”Dengan adanya subsidi dan kuota yang sudah ditetapkan, melalui Subsidi Tepat, kami berkomitmen menyediakan data penyaluran yang setransparan mungkin. Ini menjadi bukti validitas data dan bentuk tanggung jawab kami terhadap penugasan yang diberikan,” ucap Riva.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina akan mengawasi secara berkelanjutan proses distribusi energi bersubsidi. Hal tersebut dilakukan agar energi bersubsidi bisa tersalurkan secara tepat sasaran sehingga bisa membantu daya beli masyarakat serta meningkatkan produktivitas pelaku usaha kecil.