Perpres Nomor 32 Tahun 2024 mewajibkan perusahaan platform digital bekerja sama dengan perusahaan pers.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau disebut juga Perpres Publisher Rights telah ditetapkan dan diundangkan pada Selasa (20/2/2024). Presiden Joko Widodo menandatangani perpres tersebut pada Selasa dan langsung mengumumkannya saat menghadiri puncak peringatan Hari Pers Nasional di Jakarta.
Melalui perpres ini, perusahaan platform digital diwajibkan bekerja sama, memberikan perlakuan adil ke semua perusahaan pers, dan mendesain algoritma distribusi berita yang mendukung jurnalisme berkualitas.
Platform digital, antara lain Google, menyatakan akan segera mempelajari. Google Indonesia dalam pernyataan resmi mengatakan, mereka akan segera mempelajari detail Perpres Publisher Right. Selama ini, Google juga telah bekerja sama dengan penerbit berita dan pemerintah guna membangun ekosistem berita berkelanjutan di Indonesia.
Google menekankan, pihaknya selalu memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses ke sumber berita yang beragam. Ekosistem berita di Indonesia perlu diupayakan seimbang sehingga memungkinkan semua penerbit berita, baik berskala besar maupun kecil, untuk berkembang.
”Sangatlah penting untuk produk kami, dapat menyajikan berita dan perspektif yang beragam tanpa prasangka dan bias,” tulis Google Indonesia
Sementara itu, Meta belum memberikan tanggapan sampai Selasa malam.
Dampak
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Masduki, saat dihubungi, berpendapat, belum ada jaminan apakah dampak dari diundangkannya Perpres Publisher Rights menetes ke media massa berskala kecil atau tidak. Alasannya, menurut dia, sejak awal muncul, inisiatif regulasi itu cenderung berpihak kepada kepentingan perusahaan media massa berskala besar.
”Perlu tidaknya platform digital diminta mengatur algoritma supaya mendukung jurnalisme berkualitas tergantung indikator apa yang dimaksud ’jurnalisme berkualitas’. Namanya permintaan mengatur dari pemerintah, ya, bisa saja dilakukan,” tuturnya.
Jurnalisme berkualitas itu seperti apa?
Sementara itu, dosen Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara, Ignatius Haryanto, mengatakan, setelah membaca isi perpres, terdapat beberapa hal yang semestinya memiliki detail penjelasan. Misalnya, kriteria jurnalisme berkualitas, perlakuan adil platform digital kepada perusahaan pers, dan bentuk-bentuk kerja sama platform digital-pers.
”Jurnalisme berkualitas itu seperti apa? Perlakuan adil platform digital ke perusahaan pers itu seperti apa? Kerja sama platform digital dengan perusahaan pers yang tercantum (lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita, dan bentuk lainnya) itu apakah semuanya wajib dijalankan atau hanya bersifat pilihan?” ujarnya.
Ignatius menyampaikan, ujung dari keluarnya perpres itu adalah keadilan yang bisa dinikmati oleh seluruh perusahaan media supaya konten-konten yang disebarluaskan lewat platform digital mendatangkan untung bagi pembuatnya.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto berpendapat, hubungan antara penerbit berita dan platform digital adalah hubungan komersial yang bisa didiskusikan oleh keduanya. Diskusi terutama menyangkut pembagian hak komersial, pendapatan atas konten yang digunakan oleh platform digital dalam ekosistem informasinya, baik dalam proses pengindeksan maupun sebagai konten dalam platform agregasi. Bagaimanapun, urusan melibatkan perusahaan platform digital untuk menangani konten berkualitas, termasuk kelayakan jurnalistik, bukan hal mudah.
”Sebab, hal itu akan menyangkut masalah independensi. Preferensi konsumen pun sepenuhnya tergantung dengan karakter dirinya dan model personalisasi yang dikembangkan platform digital dari jejak digital yang ditinggalkan oleh konsumen. Memberi feed ke konsumen platform digital juga tidak sepenuhnya berurusan dengan kualitas berita,” papar Janoe.
Baik Masduki maupun Ignatius sama-sama menyoroti amanat pembentukan komite yang mempunyai tugas untuk memastikan pemenuhan kewajiban perusahaan platform digital. Di dalam perpres disebutkan, komite berisi paling banyak 11 orang yang terdiri dari perwakilan Dewan Pers, kementerian, dan pakar di bidang layanan digital yang tidak terafiliasi dengan perusahaan platform digital ataupun perusahaan pers.