Pelaku Industri Sambut Baik Rencana Insentif untuk Mobil Hibrida
Insentif pajak untuk kendaraan hibrida diyakini bakal membuat harga kendaraan tersebut lebih terjangkau oleh konsumen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, AGNES THEDOORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau GaikindoJongkie D Sugiarto mengatakan, pihaknya menyambut baik rencana pemerintah memberikan insentif untuk mobil hibrida. Jika rencana itu terealisasi, harga jual mobil hibrida bisa menjadi lebih terjangkau oleh konsumen.
Menurut Jongkie, pasar mobil yang laku keras di Indonesia itu adalah yang harganya di bawah Rp 300 juta per unit. Saat ini harga mobil hibrida berkisar Rp 400 juta per unit hingga lebih dari Rp 1 miliar per unit.
Harga mobil hibrida lebih mahal 10-15 persen dari mobil varian serupa yang berbahan bakar minyak (BBM). Sebab, perlu biaya tambahan dalam memproduksi mobil bertenaga gerak kombinasi listrik dengan bensin tersebut.
”Mobil hibrida itu bagus-bagus, tapi banyak yang belum sanggup (membelinya). Maka, jika ada insentif dari pemerintah, harganya bisa lebih terjangkau. Masyarakat bisa beralih dari mobil bensin ke mobil jenis ini,” ujar Jongkie saat dihubungi di Jakarta, Senin (19/2/2024).
Mengutip data Gaikindo, sepanjang 2023, penjualan mobil hibrida sebanyak 50.907 unit atau 5 persen dari total penjualan mobil nasional yang sebanyak 1.005.802 unit. Adapun penjualan mobil listrik berbasis baterai pada 2023 sebanyak 17.038 unit atau 1,69 persen dari total penjualan mobil nasional.
Jongkie menambahkan, transisi penggunaan mobil dari yang berbahan bakar bensin (terutama yang mengonsumsi jenis pertalite) ke hibrida juga dapat menghemat subsidi BBM. Selain itu, pemerintah tak perlu membangun infrastruktur stasiun pengisian tenaga listrik untuk mobil jenis hibrida. Pasalnya, mobil hibrida menggunakan sistem penggerak dari dua sumber energi, yaitu bensin pada mesin pembakaran dan tenaga listrik dari baterai yang diproses oleh motor listrik.
Hal senada disampaikan Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia Bob Azam. Ia menyambut baik rencana pemerintah memberikan insentif untuk mobil hibrida itu. Dengan adanya insentif berupa keringanan pajak, harga jual mobil ini jadi bisa lebih terjangkau bagi konsumen.
”Ke depan, kendaraan yang terelektrifikasi ini, baik hibrida maupun yang sepenuhnya listrik, pasti akan naik (penggunaannya). Jangan ditahan-tahan. Malah kalau perlu didorong,” kata Bob.
Bob mencontohkan insentif yang diberikan Pemerintah Thailand untuk kendaraan hibrida. Menurut dia, pemerintah di sana memberikan insentif yang terbilang besar sehingga membuat pasar mobil hibrida terus tumbuh. Apabila, kebijakan serupa diterapkan di Indonesia, ia yakin Indonesia bisa menjadi basis produksi otomotif, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Optimalkan hilirisasi nikel
Terkait ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, Presiden Institut Otomotif Indonesia (IOI) I Made Dana Tangkat berpendapat, kendaraan hibrida sejatinya juga menggunakan baterai untuk menyimpan listrik. Namun, kapasitasnya lebih kecil ketimbang kendaraan yang sepenuhnya mengandalkan baterai listrik.
Oleh karena itu, kebutuhan akan baterai ke depan akan terus meningkat. Dengan kekayaan cadangan nikel yang dimiliki Indonesia, lanjut Made, hal ini bisa dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan elektrifikasi.
”Baterai, dinamo, dan sistem kelistrikan itu bisa mencakup 40-45 persen ongkos produksi kendaraan yang terelektrifikasi. Kalau hilirisasi nikel bisa dimanfaatkan lebih optimal, akan terjadi efisiensi produksi (kendaraan listrik). Nah, ini mesti dipikirkan bagaimana perlunya dibangun basis produksi di Indonesia,” ucapnya.
Tak hanya itu, lanjut Made, hilirisasi nikel untuk kendaraan listrik harus melibatkan sumber daya dalam negeri. Ia mencontohkan produksi komponen pendukung untuk kendaraan listrik yang semestinya digarap oleh produsen lokal.
Transportasi umum
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengingatkan, insentif kendaraan terelektrifikasi semestinya diperluas tak hanya untuk pembelian kendaraan pribadi saja, tetapi juga transportasi umum.
”Membeli mobil pribadi tidak dilarang, tapi jangan mobil pribadi terus yang didukung besar-besaran (lewat insentif). Tetapi, transportasi umum berbasis listrik ini juga perlu mendapat perhatian (dukungan) insentif dari pemerintah,” tutur Djoko.
Apalagi, imbuhnya, sejumlah kota di Indonesia masih menghadapi masalah terbatasnya angkutan umum. Belum begitu banyak kota yang sudah mengembangkan angkutan umumnya dengan serius.
Salah satu kendala di atas adalah fiskal pemerintah daerah yang terbatas. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya perlu memberikan insentif untuk pengembangan transportasi umum berbasis listrik di daerah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, rencana pemberian insentif mobil hybrid saat ini masih dikaji dengan kementerian teknis lainnya. Kemungkinan besar, bentuknya akan berupa pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP).
"Kira-kira sama dengan insentif yang diberikan ke mobil listrik. Bentuknya sama, PPN DTP. Sekarang ini, kan, di 1 persen. Nanti akan kita exercise, hitung-hitungannya sudah ada tapi masih kita rapatkan dulu," kata Airlangga di gedung Kemenko Perekonomian, Senin.