Kejutan Komeng di Bilik Suara dan Strategi ”Branding” ala Nike
Keberhasilan Komeng meraup banyak suara dalam pileg DPD erat kaitannya penerapan tiga level perilaku pemasaran.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Komedian Komeng, yang punya nama asli Alfiansyah Bustami, maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah. Tak seperti calon anggota legilatif pada umumnya yang menggunakan foto dengan pose resmi, Komeng malah memasang foto dengan gestur nyeleneh pada surat suara.
Hasilnya, calon anggota DPD daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat dengan nomor urut 10 ini menggaet atensi publik hingga menjadi trending di media sosial X. Tak hanya trending, berdasarkan penghitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Jumat (16/2/2024) pukul 08.00, Alfiansyah Komeng mengungguli kandidat lain dengan 653.281 suara.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menurut praktisi pemasaran dan ilmu perilaku Ignatius Untung, rahasia keberhasilan Komeng menyedot atensi publik hingga terkonversi menjadi jumlah suara adalah penerapan tiga level behavioral marketing atau perilaku pemasaran, yakni mere-exposure effect, halo effect, serta unpredictability, dalam strategi branding dan pemasaran politik.
”Marketing adalah ilmu universal yang tidak hanya cocok diterapkan untuk bisnis, tetapi juga cocok untuk para tokoh politik. Tinggal adaptasi konteks sedikit,” ujar Untung kepada Kompas, beberapa waktu lalu.
Kualitas produk demi produk yang diproduksi Nike memperkuat citra merek positif pada benak konsumen sehingga menghasilkan loyalitas konsumen terhadap setiap lini produk Nike.
Ketiga strategi branding tersebut sebenarnya umum diterapkan oleh jenama ternama dunia. Dengan penerapan yang tepat, strategi ini mampu menggenjot penjualan serta mengatrol nilai saham dari merek perusahaan apparel olahraga asal Amerika Serikat (AS), Nike, di pasar modal.
Untung menjelaskan, halo effect atau efek halo adalah istilah dari efek atau dampak yang diberikan suatu jenama karena menghasilkan produk yang berkualitas baik sehingga membuat konsumen puas atau memenuhi ekspektasi konsumen tersebut.
Pengalaman positif konsumen terhadap produk Nike dipupuk sejak perusahaan pertama kali menjual sepatu di toko mereka di AS pada 1966. Kualitas produk demi produk yang diproduksi Nike memperkuat citra merek positif pada benak konsumen sehingga menghasilkan loyalitas konsumen terhadap setiap lini produk Nike.
Dalam situasi pileg DPD dapil Jabar, Komeng menciptakan efek halo atau kecenderungan pemilih untuk menilai sesuatu atau seseorang yang kita kagumi di satu bidang sebagai orang yang juga kredibel di bidang lain. ”Otak manusia menghemat energinya dengan cara berpikir seperti itu,” ujar Untung.
Di level kedua, terdapat mere-exposure effect, yakni perilaku pemasaran yang memanfaatkan fenomena psikologi di mana manusia akan memiliki kecenderungan untuk menyukai sesuatu hanya karena mereka merasa familiar. Dengan memanfaatkan efek, setiap jenama dapat meningkatkan kesadaran dan pengalaman dari pelanggan sehingga pada akhirnya penjualan ikut meningkat.
”Nike menjadi contoh yang baik dalam keberhasilan penggunaan efek ini,” ujar Untung. Selama lebih dari lima dekade, keberadaan logo dan iklan Nike di tengah-tengah masyarakat secara terus-menerus membuat konsumen memersepsikan Nike sebagai merek yang familiar dan lebih tertarik untuk membeli produknya.
Sementara kembali pada apa yang terjadi pada Pileg DPD 2024, keberadaan sosok Komeng di antara deretan calon anggota DPD dapil Jabar lain yang sosok dan namanya tidak seterkenal dirinya membuat pemilih dengan mudah menentukan untuk mencoblos sosok yang paling mereka kenal.
Terakhir, pada level ketiga, terdapat unsur unpredictability atau ketidakterdugaan dalam sejumlah strategi branding Nike, yang sebenarnya bisa berisiko menjadi bumerang jika tidak diimplementasikan secara baik di momen yang tepat.
Untung menilai, terdapat salah satu strategi branding atau kampanye pemasaran dari Nike dengan unsur unpredictability, yang menurut dia terbaik sepanjang masa. Hal tersebut adalah saat Nike menggandeng salah satu atlet American football bernama Colin Kaepernick sebagai brand ambassador untuk iklan dan kampanye Nike.
Nike merekrut Kaepernick pada 2018, setelah atlet ini mengganggur selama setahun seusai dipecat klubnya, San Fransisco 49’ers, pada 2017. Saat itu kejatuhan karier Kaepernick dipercaya sebagai konspirasi oleh rakyat AS karena sejak 2016 sosok ini selalu berlutut setiap lagu kebangsaan AS diputar sebelum pertandingan National Football League (NFL).
Aksi berlutut Kaepernick dilakukan sebagai aksi protesnya atas kekerasan struktural yang masih banyak menimpa masyarakat berkulit hitam di AS. Aksi berlutut Kaepernick mengundang amarah para pejabat tinggi AS, termasuk Presiden Donald Trump. Ia dianggap melakukan pembangkangan atas simbol negara karena dilakukan saat lagu kebangsaan AS berkumandang.
Keputusan Nike untuk menggandeng atlet tanpa klub yang nihil prestasi adalah sebuah kejutan atau ketidakterdugaan. Tujuan Nike adalah untuk menyampaikan kepercayaan brand mengenai nilai ”just do it” ketika ”believe in something” sesuai dengan tagline atau semboyan yang disebarkan Nike selama bertahun-tahun ke pasar global.
”Unpredictability yang dibuat Nike saat itu sangat kontroversial di AS. Masyarakat terbelah. Ada yang memberikan pujian, ada juga yang menyerukan boikot,” ujar Untung.
Kendati demikian, data menunjukkan bahwa penjualan Nike secara global pada periode tersebut malah menunjukkan kenaikan signifikan.
Dilansir dari The New York Times, Nike melaporkan peningkatan pendapatan pada triwulan II-2018, seusai kampanye Nike dengan Kaepernick dirilis, sebesar 10 persen menjadi 847 juta dollar AS. Di pekan tersebut, saham Nike mengakhiri perdagangan dengan kenaikan 7,2 persen pada hari sebagian besar saham diperdagangkan melemah secara drastis.
Ketidakterdugaan juga dinilai sebagai faktor utama yang membuat Komeng meraup angka fantastis Pileg DPD 2024. Mayoritas pemilih tak menduga akan ada sosok Komeng dalam kertas suara calon anggota DPD dapil Jabar karena Komeng hampir tidak menggunakan alat peraga kampanye sebelum pemilu berlangsung.
Apa pun teknik pemasaran atau branding yang diterapkan di dunia bisnis dapat diimplementasikan juga dalam politik untuk menghasilkan efek yang sama. Ini menunjukkan bahwa idealisme dalam politik tetap perlu diiringi dengan strategi pemasaran untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan ekspektasi.