Grab-GoTo Diisukan Kembali Merundingkan Potensi Merger
Jika kesepakatan Grab-GoTo benar terjadi, akan menghadapi pengawasan ketat dari regulator.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Grab dan GoTo dikabarkan menghidupkan kembali perundingan potensi merger jasa transportasi menggunakan aplikasi atau ride-hailing. Diskusi yang masih tahap awal ini membahas aneka skenario implementasi.
Rumor Grab dan GoTo menghidupkan kembali perundingan merger itu ditulis oleh Bloomberg, Jumat (9/2/2024). Salah satu sumber Bloomberg mengatakan bahwa diskusi terus berlangsung. Para pemegang saham utama kedua perusahaan mendukung kesepakatan dan mendorong perusahaan tersebut.
Perundingan itu belum mengarah ke kesepakatan, kata sumber yang sama. Opsi-opsi yang dijajaki kedua perusahaan mencakup pemisahan pasar-pasar utama mereka, dengan Grab mendapatkan kendali atas basis mereka di Singapura dan beberapa pasar lainnya. Sementara GoTo tetap memegang kendali di Indonesia.
Salah satu opsi potensial adalah Grab yang berbasis di Singapura akan mengakuisisi GoTo menggunakan uang tunai, saham, atau kombinasi keduanya, kata salah satu sumber, seraya menambahkan bahwa perusahaan Indonesia lebih terbuka terhadap kesepakatan setelah Patrick Walujo menjabat CEO GoTo tahun lalu.
Baik Grab maupun GoTo memiliki puluhan juta pengguna layanan transportasi aplikasi. Merger dapat membantu mereka menaikkan tarif dan menemukan sinergi di pasar-pasar besar, seperti Indonesia, yang kondisinya sering kali menimbulkan persaingan harga layanan yang rendah.
Bloomberg juga menuliskan, jika kesepakatan keduanya terjadi, akan menghadapi pengawasan ketat dari regulator. Keduanya merupakan perusahaan dua teratas di negara-negara seperti Indonesia dan Singapura. Merger dapat memberi mereka posisi dominan di beberapa pasar.
Kekuatan utama Gojek dan Grab terletak pada strategi bakar uang yang besar.
Head of Corporate Communications GoTo Sinta Setyaningsih, saat dikonfirmasi, mengatakan, pihaknya tidak dapat menanggapi rumor di pasar. ”Sepanjang pengetahuan kami, saat ini tidak ada diskusi terkait hal tersebut,” ucapnya.
Grab saat dikonfirmasi juga mengatakan hal senada. Chief Communications Officer Grab Indonesia Mayang Schreiber menyampaikan bahwa perusahaan tidak berkomentar mengenai rumor ataupun spekulasi yang beredar.
Terlepas dari rumor itu, Direktur Ekonomi Digital di Center of Economics and Law Studies Nailul Huda mengatakan, ride-hailing secara regulasi seharusnya masuk dalam kelompok angkutan sewa khusus, bukan angkutan umum atau transportasi publik. Pasar yang terbentuk di angkutan sewa khusus ini adalah duopoli dengan pangsa pasar yang didominasi oleh Gojek dan Grab.
Perusahan ride-hailing lain, seperti Maxim dan Indriver, bisa masuk. Sebelumnya ada Uber. Akan tetapi, mereka belum tentu bisa bersaing. Kekuatan utama Gojek dan Grab terletak pada strategi bakar uang yang besar. Promo relatif berjalan terus-menerus. Kedua perusahaan bersaing ketat.
Dengan pangsa pasar yang besar dikuasai oleh Gojek dan Grab di Indonesia, merger bisa menghasilkan pemain tunggal yang dominan. Regulator seharusnya tidak akan memperbolehkan karena pada jangka waktu tertentu konsumen yang akan dirugikan.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Fanshurullah Asa menyampaikan, KPPU dapat mengeluarkan tiga opsi sikap terhadap merger dan akuisisi. Pertama, menyetujui jika tidak ada potensi terjadinya praktik monopoli ataupun persaingan usaha tidak sehat. Kedua, menyetujui dengan syarat. Ketiga, membatalkan merger dan akuisisi.