Kemilau Emas Tahun Naga Kayu 2024 dalam Bayang-bayang Ketidakpastian
Emas menjadi salah satu pilihan aset investasi di tengah situasi yang tak menentu. Lantas, bagaimana prospeknya di 2024?
Dalam hitungan hari, Tahun Baru Imlek 2575 akan segera tiba. Berdasarkan penanggalan China, perayaan tahunan yang jatuh pada Sabtu (10/2/2024) itu sekaligus menandai Tahun Naga berelemen Kayu atau Naga Kayu.
Budaya China meyakini, shio hewan mitologi yang biasa digambarkan seperti ular besar, terbang di atas langit dan menyemburkan api tersebut menjadi simbol kekuatan, kekuasaan, kekayaan, kesuksesan, dan kemakmuran. Perpaduannya dengan elemen kayu yang melambangkan kreativitas dan vitalitas menjadikan Naga Kayu dianggap sebagai shio istimewa sekaligus dinantikan banyak orang.
Baca juga: Tahun 2024 Diperkirakan Baik untuk Pasar Emas Dunia
Naga dianggap istimewa lantaran diyakini sebagai shio yang paling beruntung dalam siklus 12 tahunan, sekaligus penuh dengan dengan energi dan impian akan adanya perubahan dunia. Penggambaran tersebut menunjukkan adanya horizon harapan terhadap kehidupan yang lebih baik tatkala tahun berganti.
Salah satu harapan terhadap kehidupan yang lebih baik itu tidak lepas dari kondisi perekonomian yang saat ini masih dirundung oleh awan ketidakpastian. Setelah melalui situasi sulit pandemi Covid-19, situasi perekonomian global kembali menghadapi ketidakpastian akibat pecah konflik geopolitik, perlambatan ekonomi, serta tekanan suku bunga negara-negara maju.
Di tengah ketidakpastian
Di tengah perekonomian yang masih diselimuti awan ketidakpastian itu, emas dapat menjadi salah satu aset investasi yang relatif aman (safe haven). Hal ini tidak lepas dari sifat emas yang stabil tatkala situasi serba tak pasti, seperti guncangan perekonomian, politik, dan geopolitik.
Kondisi yang serba tak pasti itu salah satunya tercermin dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Bank Dunia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global akan melambat dari 2,6 persen pada 2023 menjadi 2,4 persen pada 2024.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, sepanjang 2023, emas telah menorehkan kinerja yang positif di tengah tingkat suku bunga tinggi bank sentral global. Selain itu, kinerja emas juga tercatat telah mengungguli komoditas obligasi dan sebagian pasar saham.
“Dengan masih adanya ketidakpastian di pasar keuangan global, emas yang merupakan safe haven asset dapat menjadi salah satu alternatif investasi. Namun, potensi upside (pertumbuhan) saat ini terbatas karena adanya potensi higher for longer (era suku bunga tinggi) dari The Fed (Bank Sentral AS), sehingga dollar AS cenderung masih akan kuat, sehingga sentimen risk on menjadi dominan,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Dengan asumsi perekonomian AS yang mengalami soft landing dan masih berlanjutnya tensi geopolitik, penguatan harga emas pada tahun 2024 diperkirakan cenderung akan lebih rendah dari kenaikan harga emas pada tahun 2023 yang sebesar 13,1 persen.
Di sisi lain, para investor juga melihat adanya kemungkinan perekonomian AS melambat secara moderat (soft landing) atau secara signifikan (hard landing). Ekspektasi pasar terhadap kemungkinan adanya perlambatan yang cenderung soft landing tersebut turut berdampak pada perlambatan ekonomi global yang moderat.
Secara historis, kondisi perlambatan ekonomi global yang moderat berimplikasi pada pergerakan harga emas yang cenderung datar lantaran penurunan suku bunga The Fed cenderung lebih rendah ketimbang saat terjadi perlambatan ekonomi yang signifikan. Selain faktor suku bunga, tensi geopolitik di Timur Tengah serta permintaan bank sentral global terhadap emas juga memicu pergerakan harga emas.
Pada 2023, permintaan bank sentral berkontribusi terhadap kenaikan harga emas sekitar 10 persen. Meski pada 2024 tidak setinggi seperti dua tahun sebelumnya, permintaan emas oleh bank sentral global diperkirakan tetap berada di atas tren, yakni lebih dari 450–500 ton.
“Dengan asumsi perekonomian AS yang mengalami soft landing dan masih berlanjutnya tensi geopolitik, penguatan harga emas pada tahun 2024 diperkirakan cenderung akan lebih rendah dari kenaikan harga emas pada tahun 2023 yang sebesar 13,1 persen,” imbuh Josua.
Baca juga: Ketidakpastian Berlanjut, Harga Emas Merangkak Naik
Paruh kedua 2024
Pada paruh pertama 2024, ekspektasi pasar belum melihat adanya potensi pemangkasan suku bunga The Fed yang telah dipertahankan sebesar 5,50 persen sejak Agustus 2023. Sebaliknya, The Fed diperkirakan baru akan memangkas tingkat suku bunganya pada paruh kedua 2024.
Salah satu dampak dari pemangkasan tersebut berkorelasi terhadap pergerakan harga emas ke depan. Artinya, ada kemungkinan harga emas dapat terakselerasi kembali ketika tingkat suku bunga bank sentral global terpangkas.
Senior Economist DBS Bank Radhika Rao memperkirakan, The Fed kemungkinan akan memangkas suku bunga acuannya secara total 100 basis poin (bps) atau sebesar 1 persen pada semester II-2024. Pemangkasan tersebut masing-masing sebesar 50 bps pada kuartal III-2024 dan kuartal IV-2024.
“Ada korelasi antara penurunan suku bunga acuan dengan pergerakan harga emas. Apabila tingkat suku bunga acuan dipangkas, akan berdampak positif terhadap harga emas,” ujarnya dalam acara bertajuk "Kajian Kebijakan BI, Pasokan Obligasi, dan Prospek Perekonomian Indonesia di Kuartal I-2024" di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Ada indikasi masyarakat mengalokasikan dananya pada investasi emas lantaran merupakan aset yang stabil di tengah kondisi global yang tidak menentu.
Lebih lanjut, pemangkasan suku bunga The Fed pada paruh kedua 2024 akan diikuti oleh Bank Indonesia (BI). Radhika memperkirakan, BI akan memangkas suku bunga acuannya total sebesar 75 bps, masing-masing akan terjadi pada kuartal III-2024 sebesar 25 bps dan kuartal IV-2024 sebesar 50 bps. Hingga kini, BI masih mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 6 persen.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers pada Senin (5/2/2024) mengatakan, terjadi pergeseran di masyarakat yang cenderung mengalokasikan belanjanya ke investasi. Mayoritas masyarakat kelas menengah cenderung memilih untuk berinvestasi, sehingga memicu perlambatan pada daya beli masyarakat.
Menanggapi hal itu, Equities Specialist DBS Group Research Maynard Arif menyebut, ada indikasi masyarakat mengalokasikan dananya pada investasi emas lantaran merupakan aset yang stabil di tengah kondisi global yang tidak menentu. Sebaliknya, ia tidak melihat adanya pergeseran alokasi belanja masyarakat kelas menengah terhadap investasi mengingat daya beli mereka terhadap kebutuhan sehari-hari masih terbatas.
Berdasarkan perkiraan Bareksa, harga emas Antam di Indonesia berpotensi menyentuh level Rp 1,15 juta-Rp 1,25 juta per gram pada 2024. Dibandingkan dengan target harga emas 2023 sebesar Rp 1,1 juta per gram yang telah tercapai sejak 24 November 2023, proyeksi harga emas pada 2024 cenderung meningkat 13,6 persen.
Mengutip data harga-emas.org, tren harga emas di Indonesia yang meliputi harga emas Antam per gramnya, buy back Antam, dan spot emas (rupiah per gram) terpantau terus meningkat setelah Tahun Baru Imlek sejak 2022. Harga emas Antam per gram misalnya, meningkat sekitar 10,56 persen pada Maret 2022 dibanding saat Tahun Baru Imlek yang jatuh pada 1 Februari 2022.
Baca juga: Menangkap Kilau Emas pada 2024
Sementara itu, sejak September 2022, harga emas Antam per gramnya terus merangkak naik. Pada 5 Februari 2024, emas antam tercatat di harga Rp 1,136 juta per gram atau naik 21,88 persen dari September 2022.
Lantas, akankah pada shio Naga Kayu kali ini emas kembali berkilau di tengah situasi global yang masih diselimuti awan ketidakpastian? Layaknya seekor naga yang menghembuskan awan-awan mendung, ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada paruh kedua 2024 nanti dapat memberikan katalis positif terhadap pertumbuhan emas mendatang.