Pertamina Incar Penambahan Produksi dan Dividen dari Venezuela
Kerja sama RI-Venezuela mencakup, antara lain, kerja sama bisnis hulu migas dan teknologi peningkatan produksi minyak.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha milik negara di bidang energi hendak menambah portofolio di bidang hulu minyak dan gas bumi dengan mengincar tambahan investasi di Venezuela, negara dengan cadangan minyak terbukti terbesar di dunia. Hal itu didukung dengan kesepakatan yang telah terjalin antara Pemerintah Indonesia dan Venezuela.
Sebelumnya, nota kesepahaman (MoU) terkait minyak dan gas bumi (migas) disepakati Indonesia dan Venezuela di Caracas, Venezueka, Kamis (18/1/2024). Kesepakatan yang ditandatangani Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dan Menteri Perminyakan Venezuela Pedo Rafael Tellechea itu mencakup, antara lain, kerja sama bisnis hulu migas dan teknologi peningkatan produksi minyak.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso, dihubungi di Jakarta, Minggu (4/2/2024), mengatakan, tujuan Pertamina adalah menambah portofolio di sektor hulu. Sejak 2018, PT Pertamina Internasional EP melalui anak usahanya, Maurel & Prom (M&P), telah memiliki investasi dengan Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) di lapangan milik perusahaan migas Pemerintah Venezuela itu.
”Diharapkan, MoU yang ditandatangani oleh Menteri ESDM kemarin bisa menambah peluang Pertamina untuk mengakuisisi blok migas di sana. Sehingga diharapkan dapat menambah atau meningkatkan produksi dari blok migas internasional ataupun dividen bagi Pertamina,” kata Fadjar.
Arifin Tasrif di Jakarta, Jumat lalu, mengatakan, penandatanganan MoU, yang membuka peluang akuisisi blok migas di Venezuela itu, memiliki posisi strategis bagi Indonesia. ”Pertamina, kan, (telah) mengambil alih saham M&P. Nah, M&P ini punya lapangan di Venezuela, bekasnya Shell diambil. Itu ada potensi 12 miliar barel. Aset kita itu harus kita jaga,” ujarnya.
Di samping kerja sama bisnis, MoU yang ditandatangani Arifin dan Menteri Perminyakan Venezuela itu juga terkait dengan pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR), pengembangan dan penerapan teknologi, penangkapan dan penyimpanan, serta pengurangan gas suar.
Adapun Duta Besar RI untuk Venezuela Imam Edy Mulyono mengemukakan, Venezuela merupakan mitra penting bagi Indonesia sehingga saat ini adalah waktu yang tepat bagi Indonesia dan Venezuela untuk memperkuat relasi di bidang energi. Hal itu tak terlepas dari kenyataan bahwa Venezuela adalah negara dengan potensi sumber daya migas yang besar.
Berdasarkan data Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), hingga akhir 2022, Venezuela merupakan negara dengan cadangan minyak mentah (terbukti) sebesar 303,22 miliar barel atau terbesar di dunia. Venezuela berkontribusi 24,4 persen dari total cadangan minyak mentah dunia. Posisinya berada di atas Arab Saudi, Iran, Irak, Uni Emirat Arab (lima besar).
Lewat MoU itu, diharapkan ada tambahan produksi dari blok migas internasional Pertamina, yang menunjukkan tren positif. Menurut data Pertamina, pada 2023, realisasi produksi minyak dari lapangan internasional sebesar 151.000 barel per hari atau di atas target 139.000 barel per hari. Capaian pada 2023 itu meningkat signifikan dibandingkan tahun 2022 dengan produksi mencapai 97.000 barel minyak per hari.
Menurut data PT Pertamina International EP, selain Venezuela, Pertamina Internasional juga bekerja di sejumlah negara, yakni Irak, Aljazair, Malaysia, Kolombia, Perancis, Gabon, Italia, Namibia, Nigeria, Tanzania, dan Angola.
Temuan BPK
Adapun M&P ialah perusahaan publik yang terdaftar di bursa Euronext Paris, dengan saham mayoritas, yang sebesar 71,09 persennya dimiliki oleh PT Pertamina International EP. M&P diakuisisi Pertamina Group pada 2017, dengan wilayah operasi di sejumlah negara di Afrika dan Amerika Latin, yang terdiri atas aset produksi dan eksplorasi.
Sebelumnya, di Jakarta, Senin (15/1/2024), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan hasil pemeriksaan investigatif (LHP PI) dan penghitungan kerugian negara (PKN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor BPK, Jakarta. Salah satu laporan berisi kegiatan investasi akuisisi M&P oleh Pertamina melalui PT Pertamina International EP pada 2012 hingga 2020.
BPK menyimpulkan adanya penyimpangan berindikasi tindak pidana yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya 60 juta dollar AS. ”Besar harapan kami dua LHP PKN dapat dimanfaatkan secara optimal dalam proses penuntutan dan pengadilan kasus, dan satu LHP PI dapat dimanfaatkan untuk memproses lebih lanjut kasus terkait ke tahap penyidikan,” kata Wakil Ketua BPK Hendra Susanto lewat siaran pers.
Indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya sebesar 60 juta dollar AS.
Terkait hal tersebut, Arifin Tasrif mengatakan, semua masih berproses. Pihaknya tidak membahas hal itu saat berkunjung ke Venezuela bulan lalu. ”Kalau administrasi ada fraud apa segala macam, ya, diselesaikan,” katanya.
Di luar hal itu, ia menilai memang ada prospek bagus terkait potensi produksi migas di Venezuela karena ada lapangan-lapangan migas yang potensial untuk dioptimalkan.
Adapun Fadjar Djoko Santoso menuturkan, ”Pertamina menyerahkan seluruhnya kepada proses yang sedang berlangsung oleh instansi yang berwenang,” ujarnya.