Janji Lapangan Kerja Capres, Gen Z Butuh Realisasi
Gen Z menuntut janji-janji ditepati agar harapan demi harapan mengenai ketersediaan lapangan kerja baru terwujudkan.
Ingar bingar Pemilihan Presiden 2024 membetot perhatian para anak muda, termasuk generasi Z. Mereka yang lahir dalam rentang tahun 1997-2012 itu menangkap sederet janji para pasangan calon presiden-wakil presiden.
Ambisi penyediaan lapangan pekerjaan hingga belasan juta pada 2024-2029, termasuk penyediaan green jobs (pekerjaan hijau), dan keberpihakan pada anak muda sebagai tulang punggung menuju Indonesia Emas dicerna dan disimak anak-anak muda. Kelak, janji itu bakal ditagih oleh mereka.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Aldiva Putra (23), warga Bandung, Jawa Barat, mengatakan, presiden dan wakil presiden berikutnya harus memastikan lapangan pekerjaan semakin terbuka bagi anak muda. Itu dapat diawali dengan investasi yang mengutamakan sektor industri padat karya, bukan padat modal, seperti konstruksi, pertanian, dan manufaktur. Dengan demikian, serapan tenaga kerja lokal bakal meningkat.
”(Presiden terpilih) agar memberi banyak kesempatan bagi mereka yang memiliki semangat baru dengan ide-ide inovatif. Itu jadi investasi jangka panjang. Lebih penting, sistem merit harus dikedepankan sehingga yang dilihat kompetensi atau prestasi, bukan koneksi,” kata Aldiva, Kamis (1/2/2024). Ia berharap para kontestan Pilpres 2024 benar-benar merealisasikan janjinya.
Khalisa Athiyah Zahra (22), warga Malang, Jawa Timur, yang tengah menempuh pendidikan koas untuk menjadi dokter hewan, merasakan, selama 4,5 tahun berkuliah, ia mengamati kesejahteraan dokter hewan kurang terperhatikan. Kesempatan kerja bagi dokter hewan dinilainya kurang terbuka, padahal pekerjaan tersebut tak kalah penting dari pekerjaan lainnya.
”Saya berharap bidang pekerjaan dokter hewan lebih diperhatikan oleh presiden dengan memberikan lapangan pekerjaan dokter hewan sesuai bidangnya. Artinya tidak digantikan oleh bidang pekerjaan lain, seperti (dari) peternakan dan pertanian,” ucapnya.
Baca juga: Anies, Ganjar, dan Prabowo Belum Tawarkan Solusi Konkret Atasi Pengangguran
Krusialnya, penyediaan lapangan pekerjaan bagi anak muda juga dirasakan Daniel Iota (22) asal Kota Surakarta, Jawa Tengah. Menurut dia, tidak melulu soal kuantitas, tetapi juga kualitas, termasuk kesejahteraan.
Di bidang kreatif yang terus tumbuh di era digital, misalnya, banyak penyedia lapangan pekerjaan belum memahami deskripsi tiap-tiap pekerjaan. ”Banyak pekerja kreatif yang dituntut untuk mengerjakan pekerjaan di luar fokus profesinya, tetapi minim apresiasi atau gaji rendah. Contohnya desainer grafis media sosial diminta mengerjakan konten berupa video pendek dengan teks dan gambar. (Tanggung jawabnya) harusnya hanya sampai itu, tapi kerap ada keharusan juga mengerjakan bagian teks dan video editing,” katanya.
Diferensiasi itu, ujar Daniel, penting guna menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Menurut dia, pemerintah dan penyedia lapangan kerja perlu melihat itu agar bidang-bidang pekerjaan bisa tumbuh dengan baik serta menjadi bidang keprofesian yang lebih layak.
Adapun Roisal ZA (22) asal Subang, Jabar, berharap janji-janji paslon dalam Pilpres 2024 harus ditepati, bukan sekadar jargon demi menggaet suara anak muda. Selama ini, lulusan baru (fresh graduate) seperti dipandang sebelah mata. Padahal, mereka memiliki semangat kerja menggebu, dengan bekal ilmu yang masih hangat.
Para lulusan perguruan tinggi mesti lebih banyak diberi kesempatan dan kepercayaan untuk membuktikan bahwa mereka juga bisa bekerja sesuai dengan apa yang diharapkan. ”Mengenai keterbatasan umur, usia produktif, dan kemampuan setiap orang berbeda. Dalam pekerjaan seharusnya profesional, tidak melihat angka dalam suatu umur,” katanya.
Janji para paslon
Sebelumnya, paslon nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhamimin Iskandar, dalam dokumen visi-misi mereka menyebutkan, salah satu misi mereka adalah menciptakan lapangan kerja berkualitas. Itu berupa minimal 15 juta lapangan pekerjaan baru, termasuk green jobs, istilah yang dikeluarkan Organisasi Buruh Internasional (ILO) untuk pekerjaan yang berkaitan dengan agenda pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi. Pasangan ini berjanji akan melakukannya di seluruh sektor, termasuk industri manufaktur, guna menekan tingkat pengangguran terbuka menjadi 3,5 persen-4 persen pada 2029.
Anies mendorong dipacunya investasi padat karya. ”Kami ingin mendorong manufaktur, pertanian, perkebunan, dan peternakan. Sektor-sektor itu penyerapannya bisa sampai 44 persen. Kedua, memberi kemudahan akses permodalan untuk usaha mikro dan kecil supaya mereka bisa langsung menyerap tenaga kerja,” kata Anies dalam Desak Anies, di Bandar Lampung, Kamis (7/12/2023).
Sementara itu, paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, memasukkan peningkatan lapangan kerja berkualitas dalam misi mereka. Dalam salah satu program prioritas disebutkan bahwa upaya hilirisasi dan industrialisasi berbasis sumber daya alam juga akan turut meningkatkan nilai tambah ekonomi, lapangan pekerjaan, dan efek pengganda lainnya.
Adapun salah satu program yang ditawarkan Prabowo-Gibran ialah pengembangan daerah-daerah di pantai utara Jawa atau pantura. ”Akan dibangun di pantura, 13 kota baru, di mana akan menciptakan lapangan kerja 3 juta (orang). Tiga juta orang bekerja,” ujar Prabowo saat kampanye akbar di Subang, Sabtu (27/1/2024).
Sebelumnya, dalam debat keempat Pilpres 2024, di Jakarta, Minggu (21/1/2024), Gibran menyebut 19 juta lapangan kerja akan terbuka jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi, serta ekonomi kreatif dan UMKM dapat dikawal. Dari jumlah tersebut, 5 juta lapangan kerja ialah green jobs.
Paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dalam visi-misinya menargetkan terciptanya 17 juta lapangan kerja baru. Itu dengan memastikan penyerapan angkatan kerja baru setiap tahun dan mengurangi jumlah pengangguran hingga tingkat serapan tenaga kerja optimal. Pada akhirnya, mereka ingin membuat seluruh rakyat Indonesia cepat mendapat pekerjaan.
”Kita perlu untuk memilih, memilah, dan memprioritaskan yang menjadi kekuatan, keinginan, dari bangsa dan negara ini. Rakyat butuh bekerja. Rakyat butuh lapangan kerja lebih banyak. Investasi harus lebih banyak. Maka, kita mesti memperkuat infrastruktur diplomasi kita,”kata Ganjar dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Jakarta, Minggu (7/1/2024).
Menantang
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja pada Agustus 2023 sebanyak 147,71 juta orang. Sementara tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2023 sebesar 5,32 persen atau 7,8 juta orang. Angka itu turun 0,54 persen dibandingkan pada Agustus 2022.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Westri Kekalih, Kamis, mengatakan, upaya menekan tingkat pengangguran tidak sederhana. Penyediaan lapangan pekerjaan juga tak mudah karena ada berbagai tantangan, baik domestik maupun global. Tantangannya bukan hanya ekonomi, melainkan juga politik, budaya, dan lainnya.
Selain itu, juga ada konflik obyektif antara akselerasi pertumbuhan ekonomi dan menekan angka pengangguran. Apabila memang hendak memacu pertumbuhan ekonomi, investasi lebih diprioritaskan pada sektor-sektor padat modal. Sebaliknya, jika hendak menekan tingkat pengangguran, akan lebih diprioritaskan pada sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya).
Baca juga: Pemilu, Konsumsi Meningkat, tetapi Investasi Melambat
Hal tersebut sejatinya menjadi tantangan bagi presiden dan wapres terpilih mendatang. ”Selain itu, tak kalah penting, bagaimana upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, yang selama ini kurang muncul atau tersentuh di pilpres. Paradigma bagaimana seseorang bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya perlu dikedepankan. Memberi kail untuk mendapatkan ikan,” ujar Westri.
Syaratnya ialah pengelolaan sumber daya manusia harus dengan benar.
Ia menambahkan, peluang penyediaan kerja pada usaha rintisan (start-up) di era digital saat ini bisa kian lebar terbuka. Namun, lebih penting dari itu ialah bagaimana membuat start-up tersebut berkualitas. Oleh karena itu, literasi dan edukasi kepada anak muda, termasuk terkait teknologi, benar-benar perlu digencarkan oleh pemerintahan berikutnya.
Bonus demografi, yang puncaknya diperkirakan pada 2030, masih memiliki waktu untuk dioptimalkan demi tercapainya Indonesia Emas 2045. ”Saya masih optimistis kita masih punya waktu untuk memanfaatkan bonus demografi. Namun, syaratnya ialah pengelolaan sumber daya manusia harus dengan benar,” katanya.