Rencana pemerintah dalam memaksimalkan pengolahan nikel di dalam negeri memberi harapan kelanjutan usaha produksi nikel.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nikel yang tengah didera kelebihan pasokan diperkirakan akan terus mengalami penurunan harga dalam beberapa tahun ke depan. Situasi ini perlu diwaspadai pelaku usaha pengolahan meskipun diprediksi tidak akan terlalu merugikan Indonesia.
Harga komoditas tambang yang tercatat di Bursa London Metal Exchange, Jumat (26/1/2024), itu sebesar 16.648 dollar AS per ton. Nilai itu terus merosot dari harga rata-rata pada tahun 2023 yang sebesar 21.521 dollar AS per ton. Bahkan, kini lebih anjlok daripada harga nikel pada 2022 yang berada di kisaran 25.834 dollar AS per ton.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, ini bukan kali pertama harga nikel merosot. Siklus harga komoditas di pasar global pernah membuat harga nikel jatuh ke level 9.595 dollar AS per ton pada tahun 2016.
”Harga nikel saat ini diperkirakan cenderung akan turun lagi dalam 2-3 tahun ke depan sampai tercapai keseimbangan harga yang baru. Harga komoditas lebih banyak ditentukan oleh supply dan demand sehingga apabila kelebihan pasok, harga cenderung turun,” katanya saat dihubungi Kompas, Jumat.
Lembaga organisasi analisis pasar nikel, International Nickel Study Group (INSG), melaporkan, permintaan nikel global terus melonjak dari 2,95 juta ton pada 2022 menjadi 3,19 juta ton pada 2023. Permintaan tahun ini diproyeksikan mencapai 3,47 juta ton.
Di sisi lain, jumlah permintaan itu timpang dengan ketersediaan yang menghasilkan kelebihan pasokan sebanyak 104.000 ton pada 2022, lalu naik sekitar 223.000 ton pada 2023, dan diperkirakan menjadi 239.000 ton pada 2024.
Masalah kelebihan pasokan kerap dihubungkan dengan rendahnya penyerapan nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik. Perusahaan konsultan global Woodmac melaporkan, kebutuhan nikel untuk industri baterai sekitar 480.000 ton atau 15 persen kebutuhan nikel global saat ini.
Rendahnya pemanfaatan nikel untuk produksi baterai diduga karena munculnya teknologi-teknologi baru untuk pembuatan baterai kendaraan listrik. Sebagai contoh, lithium ferro phosphate (LFP) yang dikembangkan tanpa kandungan nikel dan kobalt, kemudian ada sodium-ion battery, dan NCM (nickel, cobalt, manganese).
Mahalnya biaya produksi bahan berbasis nikel di tengah turunnya harga logam itu membuat produsen nikel asal Australia Barat, Wyloo Metals Pty Ltd, menghentikan sementara usahanya. Mengutip Bloomberg, BHP Group dan First Quantum Minerals Ltd terdampak penutupan usaha tersebut.
Analis pasar Head of Research Mirae Asset, Robertus Hardy, menilai, produktivitas perusahaan tambang dan smelter masih akan cukup baik ke depan. Hal ini terlihat dari prospek perusahaan terkait yang tercatat di bursa, seperti PT Aneka Tambang Tbk atau Antam dan PT Vale Indonesia Tbk, yang mencatatkan kinerja cukup baik pada tahun 2023.
Vale Indonesia berhasil membukukan laba pada triwulan ketiga 2023 sebesar 221,086 juta dollar AS atau naik sebesar 31,29 persen dibandingkan periode yang sama pada 2022 sebesar 168,385 juta dollar AS. Sementara Antam juga membukukan hasil positif dengan laba tahun berjalan pada triwulan ketiga sebesar Rp 2,8 triliun atau naik sebesar 8,44 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022 sebesar Rp 2,6 triliun.