Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah Perkuat Struktur Perbankan Syariah Nasional
Merger Bank Muamalat dan BTN Syariah akan melahirkan satu lagi bank syariah besar di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Merger antara Bank Muamalat dan BTN Syariah, jika terealisasi, akan memperkuat struktur industri perbankan syariah nasional. Gabungan keduanya akan menghasilkan bank syariah dengan aset sekitar Rp 115 triliun sehingga bisa menghadirkan kompetisi yang lebih sehat dan seimbang karena tidak ada lagi pemain yang sangat dominan di pasar perbankan syariah Tanah Air.
Sinergi Muamalat dan BTN Syariah dinilai juga akan menciptakan potensi bisnis yang besar terkait pembiayaan perumahan serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Apalagi jika bisa mengoptimalkan ekosistem haji dan umrah.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, Bank Muamalat dan BTN Syariah merupakan perpaduan yang positif dan saling melengkapi. Bank Muamalat punya kelebihan memiliki biaya dana (cost of fund) yang rendah. Ini karena Bank Muamalat memiliki dana wadiah dari dana wakaf yang jumlahnya sekitar 30 persen dari dana pihak ketiga. Dana wadiah ini sangat menguntungkan karena bank tidak perlu membayarkan margin atau imbal hasil kepada penyimpan.
Sementara BTN Syariah memiliki kelebihan berupa keahlian dan pengalaman dalam menyalurkan pembiayaan perumahan mengingat selama ini BTN Syariah memang fokus pada sektor tersebut. Kombinasi keduanya akan menghasilkan pembiayaan perumahan dan UMKM yang kompetitif dengan akses yang luas.
”Pemerintah telah setuju untuk menjadikan bank hasil merger tersebut sebagai bank yang fokus pada pembiayaan perumahan dan UMKM dengan porsi masing-masing 70 dan 30 persen,” kata Nixon, Kamis (24/1/2024), di Jakarta.
Penugasan
Menurut Nixon, sejak tahun lalu, Bank BTN memang ditugaskan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara, untuk menjajaki akuisisi terhadap Bank Muamalat. Kebetulan pula, Bank BTN juga dalam proses melakukan pemisahan (spin off) BTN Syariah yang masih berstatus unit usaha syariah (UUS).
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, bank umum konvensional (BUK) yang memiliki UUS dengan total nilai aset mencapai 50 persen dari total aset BUK induknya atau minimal Rp 50 triliun wajib melakukan spin off. Permohonan izin pemisahan bagi UUS yang telah memenuhi kondisi tersebut paling lambat dilakukan dua tahun setelah batas waktu penyampaian laporan publikasi keuangan triwulanan.
Sejak tahun lalu, Bank BTN ditugaskan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara, untuk menjajaki akuisisi terhadap Bank Muamalat. Jika terealisasi, Bank Muamalat akan digabung dengan BTN Syariah yang kini berstatus unit usaha syariah.
Adapun aset BTN syariah saat ini Rp 53 triliun. Sebelum ditugaskan untuk menjajaki akuisisi Bank Muamalat, Bank BTN sebenarnya telah mengincar bank lain, tetapi negosiasinya tidak dilanjutkan.
Jika akuisisi Bank Muamalat terealisasi, selanjutnya BTN Syariah akan digabungkan dengan Bank Muamalat. Merger keduanya juga mendapat dukungan dari Kementerian Agama karena dinilai bisa menghasilkan bank yang lebih sehat dan kuat.
”Karena ini penugasan dari pemerintah, tentunya akan kami laksanakan,” ujar Nixon. Untuk tahap awal, lanjutnya, pihaknya akan segera melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap Bank Muamalat untuk mengetahui kinerja perusahaan secara detail. Due diligence diharapkan tuntas pada April 2024 dan hasilnya akan dilaporkan kepada pemerintah. Selanjutnya, BTN akan mengajukan penawaran pembelian terhadap saham Bank Muamalat.
Terpisah, Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat Hayunaji mengatakan, persetujuan terhadap rencana merger kedua perusahaan tersebut merupakan kewenangan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selaku pemegang saham mayoritas Bank Muamalat.
”Dapat kami sampaikan, hal tersebut (rencana merger) sepenuhnya merupakan ranah dari BPKH selaku pemegang saham pengendali (PSP) Bank Muamalat. Kami tentunya akan mengikuti arahan dan strategi dari BPKH,” ujarnya.
Dukung konsolidasi
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulisnya menyampaikan, pihaknya telah berkomunikasi baik dengan Bank BTN maupun Bank Muamalat.
Baca juga: Perbankan Syariah Tumbuh Positif meski Perlu Ungkit Pangsa Pasar
Prinsipnya, OJK akan mendorong terjadinya konsolidasi bank umum syariah (BUS) dan UUS untuk menjadi bank syariah baru dengan aset lebih besar. Dengan adanya BUS-BUS hasil konsolidasi berskala besar yang lebih kompetitif, maka struktur pasar perbankan syariah ke depan diharapkan dapat lebih ideal.
”Dalam hal terdapat bank mengajukan permohonan kepada OJK, kami akan segera mengevaluasi dan memproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terkait dengan upaya pengembangan dan penguatan industri perbankan syariah, OJK mendukung langkah konsolidasi yang akan dilakukan dalam rangka pengembangan perbankan syariah Indonesia,” tuturnya.
Tidak menjadi PSP
Direktur Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam berpendapat, posisi BPKH sebagai pemegang saham pengendali (PSP) tidaklah ideal. Sebab, BPKH merupakan lembaga pengelola keuangan haji yang lebih mengutamakan keamanan dana haji, sementara bisnis perbankan tergolong berisiko karena menuntut adanya penambahan modal secara kontinu agar tetap bisa kompetitif dan sehat.
Menurut Piter, posisi PSP hendaknya diisi oleh pihak yang paham dan memiliki pengalaman mengelola bisnis bank. Oleh sebab itu, BPKH perlu menyerahkan posisi PSP kepada investor baru. BPKH bisa tetap menjadi investor Bank Muamalat, tetapi bukan sebagai PSP.
Baca juga: Meneropong Gagasan Ekonomi Syariah Para Capres
”Masuknya investor baru berupa bank yang akan menjadi PSP merupakan keputusan yang tepat untuk Bank Muamalat sekaligus BPKH. Bank Muamalat membutuhkan PSP yang tidak hanya bisa memberikan dana segar, melainkan sebagai partner strategis. Ini bisa diperankan oleh BTN Syariah,” kata Piter.
Menurut dia, Bank Muamalat memiliki keunggulan berupa nasabah yang loyal. Hal itu ditunjukkan dengan kuatnya struktur pendanaan. Hal itu akan semakin kuat ketika Bank Muamalat bersinergi dengan BTN yang memiliki keunggulan di sektor properti.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University Irfan Syauqi Beik mengapresiasi upaya merger Bank Muamalat dan BTN Syariah mengingat masih dibutuhkan bank syariah yang kuat sebagai kompetitor Bank Syariah Indonesia (BSI). Dengan demikian, daya saing industri perbankan syariah dapat meningkat sekaligus menjadikan struktur industri perbankan syariah semakin kokoh.
”Tinggal nanti struktur permodalannya, BTN akan menyuntik berapa persen. Selain itu, harapannya, bank hasil merger ini nanti bisa fokus di dua sektor utama, yakni ekosistem haji dan umrah, serta sektor properti sebagaimana keahlian dari BTN (KPR syariah),” ujarnya.
”Kalaupun BTN akan masuk menjadi PSP, sebisa mungkin BPKH tetap bersama bank ini. Kombinasi kekuatan BTN dan BPKH diharapkan menjadi faktor yang me-leverage (memberikan daya ungkit) kekuatan bank ini,” katanya.