Realisasi Sambungan Gas Perkotaan Gagal Penuhi Target
Pemanfaatan gas bumi untuk jargas pada 2023 hanya 16,14 BBTUD atau 0,43 persen dari total penyaluran gas bumi domestik.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaringan gas perkotaan, yang disiapkan sebagai salah satu alternatif pengganti elpiji, masih sulit berkembang sehingga target 2,5 juta sambungan rumah tangga pada 2024 hampir pasti tidak tercapai. Hingga akhir 2023, realisasi jaringan gas perkotaan baru sekitar 900.000 sambungan atau di bawah target tahun tersebut, yakni 1,2 juta sambungan.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi penyaluran gas bumi domestik pada 2023 mencapai 3.745 miliar british thermal unit per hari (BBTUD), meningkat dari tahun 2022 yang 3.683 BBTUD. Penyaluran itu masih didominasi untuk industri, pupuk, kelistrikan, dan gas alam cair (LNG) domestik.
Sementara pemanfaatan untuk jaringan gas perkotaan pada 2023 hanya 16,14 BBTUD atau 0,43 persen dari total penyaluran gas bumi domestik. Ada kenaikan dari tahun 2022 yang 10,93 BBTUD meski secara persentase belum sesuai harapan.
Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, dalam konferensi pers capaian kinerja 2023 dan program kerja 2024 di Jakarta, Selasa (16/1/2024), mengatakan, hingga akhir 2023 realisasi jaringan gas perkotaan sekitar 900.000 sambungan rumah tangga. Adapun untuk 2024, pemerintah menargetkan ada 2,5 juta sambungan.
”Dari angka (900.000 sambungan) tersebut, sebanyak 703.308 dikembangkan dengan biaya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Memang, masih di bawah 1 juta sambungan. Tahun ini (2024) tidak bisa mencapai 2,5 juta sambungan. Namun, kami upayakan ada penambahan. (Angkanya) kami kejar semampunya, lah. Yang digeber ini bukan hanya dari APBN, tetapi PGN (Perusahaan Gas Negara) juga akan membangun,” kata Laode.
Laode menambahkan, salah satu upaya akselerasi pengembangan jaringan gas perkotaan ialah dengan pembiayaan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Pemerintah baru akan memulainya untuk sekitar 300.000 sambungan meskipun masih ada berbagai tahapan sebelum lelang sekitar 1,5 tahun mendatang. BUMN dan swasta nantinya dapat mengikuti lelang tersebut.
Kendati memerlukan waktu lebih panjang dibandingkan dengan proyek jaringan gas biasa, skema KPBU memiliki keunggulan, salah satunya adalah pemerintah ikut menanggung risiko. ”Namun, regulasinya perlu ditetapkan dulu sebelum dilelangkan. Selain itu, model KPBU di satu kota tak bisa langsung diimplementasikan di kota lain. Setiap kota berbeda dan keekonomiannya harus dihitung betul,” katanya.
Adapun jargas diharapkan menjadi alternatif pengganti elpiji yang sekitar 77 persen pemenuhannya dari impor. Pemerintah masih dalam tahap diskusi mengenai strategi peralihan dari elpiji 3 kilogram (kg)/subsidi ke jaringan gas perkotaan. ”Bagaimana nanti wilayah-wilayah yang sudah menggunakan jaringan gas, penggunaan elpijinya ditarik secara bertahap. Elpijinya dikurangi dan dialokasikan ke wilayah lain,” ucap Laode.
Hemat Rp 0,63 triliun
Pengembangan jaringan gas berkolerasi dengan pembangunan transmisi gas Cirebon-Semarang (Cisem), yang saat ini baru terbangun separuh, serta ruas Dumai-Sei Mangkei di Sumatera. Cisem ditargetkan sepenuhnya tuntas pada 2025, sedangkan Dumai-Sei Mangkei ditarget selesai di tahun 2027. Apabila kedua proyek dengan APBN itu rampung, wilayah Aceh-Jawa Timur tersambung pipa gas.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, penyambungan transmisi pipa gas Aceh-Jatim itu diharapkan membuat jaringan gas bisa lebih cepat berkembang. Diharapkan ada penambahan jargas total 900.000 sambungan rumah tangga. ”Kami ingin mengurangi subsidi elpiji 3 kg. (Jaringan gas) ditargetkan mengurangi subsidi elpiji hingga Rp 0,63 triliun per tahun,” katanya.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Yayan Satyakti, berpendapat, penciptaan permintaan gas bumi menjadi hal krusial yang perlu dilakukan pemerintah. Apalagi, pada 2023 ditemukan dua penemuan sumber gas jumbo (giant discovery) di laut lepas Kalimantan Timur dan laut lepas bagian utara Sumatera.
Pembangunan infrastruktur energi seharusnya sudah dipikirkan dan dilaksanakan sejak dekade silam guna mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri. Namun, ia juga mengingatkan agar segala kendala tidak melulu diselesaikan dengan APBN karena menyangkut dengan kemampuan negara ataupun beban utang negara yang bisa kian membengkak.
”Energi adalah public goods (barang publik), yang berarti harus dikelola pemerintah. Namun, karena dana tidak cukup, perencanaannya yang harus matang. Salah satunya memperbaiki ekosistem. Perlu demand (gas) yang lebih besar dan menciptakan skala ekonomi lebih besar,” tutur Yayan.