Subsidi Energi Naik 28 Persen, Regulasi Perlu Diperketat
Pada 2024, target subsidi energi naik 28,6 persen. Tanpa regulasi yang ketat, program bakal tak tepat sasaran.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi subsidi energi, yang meliputi bahan bakar minyak, elpiji, dan listrik, pada 2023 mencapai Rp 159,6 triliun atau lebih tinggi dari target, yakni Rp 145,3 triliun. Pada 2024, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan lagi nilai subsidi menjadi Rp 186,9 triliun atau naik 28,6 persen. Tanpa regulasi yang ketat, program subsidi energi tidak akan berjalan optimal.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rincian subsidi energi pada 2023 meliputi Rp 95,6 triliun untuk bahan bakar minyak (BBM) dan Rp 64 triliun untuk elpiji dan listrik. Sementara pada 2024, subsidi BBM dan elpiji ditargetkan meningkat menjadi Rp 113,3 triliun dan listrik sebesar Rp 73,6 triliun.
Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga, Selasa (16/1/2024), mengatakan, pihaknya ragu program subsidi bakal tepat sasaran, baik pada elpiji 3 kilogram maupun BBM. Padahal, jika subsidi energi benar-benar tersalurkan hanya bagi warga yang membutuhkan, anggaran bisa ditekan serta dimanfaatkan untuk sektor-sektor lain yang juga penting.
”Harus ada landasan regulasi untuk lebih tepat sasaran. Memang agak kurang populis, tetapi negara dapat berhemat signifikan jika subsidi untuk BBM dan elpiji ini lebih tepat sasaran,” kata Daymas.
Menurut dia, revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 diperlukan untuk mengatur pengguna pertalite. Selain itu juga revisi Perpres No 104/2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Elpiji 3 kg. ”Semakin lama subsidi bisa diatur secara ketat, semakin sulit pula pembenahannya ke depan. Seharusnya tidak dibiarkan berlarut-larut,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers capaian sektor ESDM tahun 2023, di Jakarta, Senin (15/1/2024), mengatakan, ada tren peningkatan permintaan pada komoditas itu. Kenaikan harga bahan baku juga diantisipasi. Namun, ia memastikan subsidi energi akan diteruskan, disertai program agar penyalurannya tepat sasaran.
”Harus ada upaya-upaya, termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah, (agar) subsidi diterima dengan baik oleh masyarakat, tetapi juga lebih efisien. Dengan mengoptimalkannya, (diharapkan) alokasi subsidi tidak sebesar yang ditargetkan. Kita juga berharap ada perubahan-perubahan di global yang memberi dampak positif untuk subsidi energi di dalam negeri,” ujar Arifin.
Program tepat sasaran tersebut, di antaranya, adalah transformasi penyaluran elpiji 3 kg atau subsidi yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 37/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran.
Harus ada landasan regulasi untuk lebih tepat sasaran. (Daymas Arangga)
Selain itu, ada Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) No 99/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran, yang ditetapkan pada Februari 2023. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa pembelian elpiji tertentu hanya dapat dilakukan oleh pengguna dengan nomor induk kependudukan (NIK) yang terdata dalam sistem berbasis web dan/atau aplikasi, terhitung sejak 1 Januari 2024. Adapun pendataan dan uji coba pelaksanaannya telah dimulai sejak 1 Maret 2023.
”Intinya, bagaimana mengefisiensikan (subsidi) tanpa mengurangi kebutuhan. Itu harus dari semua pihak yang berpartisipasi. Masyarakat juga bisa membantu karena jika kita bisa menghemat, alokasi dana dapat dimanfaatkan ke sektor lain yang membutuhkan,” kata Arifin.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menuturkan, angka realisasi subsidi BBM yang dipaparkan tersebut mencakup jenis BBM tertentu (JBT), yakni solar dan minyak tanah. Sementara pertalite atau jenis BBM khusus penugasan (JBKP), yang dikompensasi oleh pemerintah, belum termasuk.
Sebelumnya, pemerintah merencanakan revisi Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang akan mengatur kriteria pengguna pertalite. PT Pertamina (Persero) juga sudah melakukan registrasi dengan kode respons cepat (QR). Namun, pembatasan belum dilakukan karena revisi perpres tidak kunjung terbit.
Arifin tak menjawab pasti terkait kelanjutan revisi perpres itu, tetapi akan berupaya membuat penyaluran BBM dan elpiji lebih tepat sasaran. ”Itu bukan membatasi, tetapi subsidi fokus kepada masyarakat yang memang berhak untuk menerima subsidi. Kita pakai DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial),” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), realisasi pertalite pada 2023 adalah 30 juta kiloliter atau 92,24 persen dari kuota. Sementara solar sebanyak 17,5 juta kiloliter atau 103,37 persen dari kuota.
Untuk mengatur pembatasan pertalite, BPH Migas masih menunggu terbitnya perpres. ”Pertalite belum (ada pembatasan). Kami sudah usulkan dalam revisi Perpres (No 191/2014). Jadi, kita tunggu. Kalau revisi perpres terbit, kita bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan pertalite,” kata Kepala BPH Migas Erika Retnowati, Senin.
Capaian target
Terkait investasi, pada 2023, total investasi sektor ESDM mencapai 30,3 miliar dollar AS, naik dari capaian tahun 2022 senilai Rp 27 miliar dollar AS. Investasi pada 2024 ditargetkan 28,2 miliar dollar AS. Adapun realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 300,3 triliun atau 116 persen dari target.
Dari bidang energi baru dan terbarukan, realisasi energi terbarukan dalam bauran energi primer pada 2023 sebesar 13,1 persen atau hanya meningkat 0,8 persen dibandingkan tahun 2022 yang mencapai 12,3 persen. Padahal, ada target 23 persen pada 2025. Volume energi terbarukan juga masih yang terkecil dibandingkan energi fosil seperti batubara, minyak bumi, dan gas bumi.
Kondisi itu tak terlepas dari produksi batubara Indonesia yang terus meningkat. Realisasi produksi batubara pada 2023 mencapai 775 juta ton atau di atas target sebesar 695 juta ton. Dari total produksi pada 2023 itu, 213 juta ton untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) dan sisanya 518 juta ton untuk ekspor.
Produksi itu mencetak rekor. Tercatat pada 2016 produksi batubara baru 456 juta ton, lalu meningkat mencapai 687 juta ton pada 2022.