Menanti Industri Elektronik Jadi Raja di Negeri Sendiri
Industri elektronik punya pasar besar dan pertumbuhan yang konsisten, tetapi masih banyak diisi merek global.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
Industri manufaktur elektronik dalam negeri sejatinya punya potensi yang besar. Hanya, industri ini masih acap kali dipandang sebelah mata dibandingkan merek global. Mereka mendamba dukungan pemerintah dan keberpihakan pasar dalam negeri.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), industri elektronik terus mencatatkan pertumbuhan sejak triwulan ketiga 2022 hingga data teranyar, yakni triwulan ketiga 2023. Selama lima triwulan itu, industri bertumbuh masing-masing 12,56 persen, 7,62 persen, 12,78 persen, 17,32 persen, dan 13,68 persen. Catatan pertumbuhan ini hanya kalah dari industri logam dasar yang memang tengah kinclong dengan maraknya berbagai hilirisasi mineral sumber daya alam.
Industri elektronik berkontribusi 8,3 persen terhadap kinerja total industri manufaktur pada triwulan ketiga 2023. Hal ini menempatkan industri elektronik di posisi keempat kontributor terbesar terhadap industri manufaktur, di bawah industri makanan dan minuman, industri batubara dan pengilangan migas, serta industri kimia dan farmasi.
Direktur Operasional PT Supertone Tri Isyanta mengatakan, pertumbuhan industri elektronik belakangan memang cukup pesat. Ini lantaran kini jamak bertumbuh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor elektronik yang bisa merakit komponen sehingga disatukan menjadi sebuah barang elektronik.
”Saat ini membuat barang elektronik itu mudah sekali. Tidak seperti dahulu yang perlu kemampuan solder. Sekarang cukup menyatukan bagian-bagian yang sesuai saja. Ditancap atau dipin saja sudah bisa,” ujar Tri, Jumat (12/1/2024).
Dengan kemudahan itu, kini banyak menggeliat UMKM di ruko-ruko yang sudah bisa merakit sendiri barang elektronik untuk dijual. Hal ini mendorong industri ini berkembang pesat, bahkan hingga ke pelosok daerah.
Kendati mencatat pertumbuhan pesat, secara keseluruhan pasar ritel barang elektronik dalam negeri masih dikuasai merek global. Konsumen dalam negeri cenderung lebih memilih merek global saat membeli barang elektronik.
Secara keseluruhan pasar ritel barang elektronik dalam negeri masih dikuasai merek global.
Tri mengatakan, pihaknya berharap dukungan yang lebih besar lagi berupa keberpihakan pemerintah dan konsumen dalam negeri. Dukungan itu, lanjut Tri, sebetulnya sudah mulai ditunjukkan dengan adanya aturan penggunaan produk dalam negeri dalam program pengadaan barang elektronik pemerintah daerah ataupun pusat.
Pengadaan barang elektronik itu antara lain laptop, kamera pemantau (CCTV), dan komputer baik untuk kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah. Keberpihakan negara mulai hadir dengan memasukkan merek produk lokal dalam e-katalog dalam pengadaan barang-barang dan inventaris pemerintah.
Hal ini, misalnya, sudah dilakukan PT Supertone yang merakit dan memproduksi berbagai barang elektronik, seperti laptop, televisi, CCTV, dan interactive flat panel (IFP) bermerek SPC.
Produk-produk elektronik perusahaan mereka masuk dalam pengadaan pemerintah. Sebanyak 60 persen portofolio penjualan di perusahaannya berasal dari pengadaan barang-barang elektronik di pemerintah dan permintaan korporasi swasta. Adapun instansi pemerintah yang telah memesan barang elektronik SPC adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); dinas pendidikan di beberapa daerah, seperti Semarang dan Surabaya; serta TNI dan Polri. Adapun sisanya sebanyak 40 persen dijual di pasar ritel di dalam negeri.
Pihaknya pernah mengekspor CCTV ke Amerika Serikat pada 2020. Namun, saat ini kegiatan itu sedang berhenti lantaran adanya perlambatan ekonomi di negeri tersebut.
Perusahaan itu memiliki pabrik perakitan di Jalan Raya Curug, Kabupaten Tangerang, Banten. Pabrik ini memiliki 10 jalur produksi untuk memproduksi CCTV, televisi, notebook, hingga IFP dengan kapasitas 100 unit hingga 10.500 unit per hari, tergantung jenis barangnya.
Untuk tahun ini, kata Tri, pihaknya masih mengandalkan pengadaan barang elektronik dari pemerintah.
Potensi besar
Head of Industry Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani mengatakan, potensi industri elektronik masih besar. Sebab, hampir tiap rumah tangga membutuhkan barang elektronik. Selain itu, kantor-kantor juga banyak membutuhkan barang elektronik.
Potensi besar itu dihadapkan pada tantangan karena industri ini membutuhkan banyak bahan buku impor sebagai komponennya, yang antara lain berasal dari China. Namun, neraca perdagangan industri ini bisa impas karena sebagian produk elektronik diekspor ke mancanegara.
”Industri ini bisa terus bertumbuh lebih cepat bila bahan baku komponen di bagian hulu industri ini bisa dibuat di dalam negeri,” ujar Dendi, akhir bulan lalu.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan, bagian hulu industri elektronik terkait penyediaan bahan baku memang masih lemah. Karena itu, bahan bakunya masih banyak diimpor dari China.
Diperlukan investasi dan pengembangan industri hulu elektronik. Harapannya, bisa dilakukan substitusi impor sehingga dapat mendorong industri ini lebih berdaya saing.
”Kemampuan produksi industri elektronik Indonesia ini baik. Punya potensi besar ke depannya,” ujar Taufiek.