Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) selaku penyelenggara bursa kini menambah 17 lokasi penyerahan CPO. Sebanyak 17 lokasi penyerahan CPO ini meliputi Teluk Bayur, Panjang Lampung, Talang Dukuh Jambi, Boom Baru Palembang, Kijing Pontianak, dan Bagendang Sampit. Kemudian, Pulau Baai Bengkulu, Meulaboh Aceh, Bumiharjo Pangkalan Bun, Trisakti Banjarmasin, Semayang Balikpapan, Maloy Kutai Timur, Mamuju, Manokwari, Bintuni, Jayapura, dan Merauke.
Dengan demikian, kini ada 19 lokasi penyerahan, selain di Belawan di Sumatera Utara dan Dumai di Riau yang lebih dulu ada. Direktur ICDX Yugieandy mengatakan, penambahan lokasi penyerahan ini untuk memperluas layanan serta mendekatkan lokasi penyerahan dengan lokasi perkebunan kelapa sawit.
”Ini merupakan masukan dari para pelaku yang kemudian dilakukan pembahasan oleh Komite CPO yang telah dibentuk oleh ICDX, dan selanjutnya menjadi masukan kepada Bursa CPO,” ungkap Yugieandy melalui keterangan tertulis baru-baru ini, yang dikutip Selasa (26/12/2023).
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai regulator dalam bursa CPO juga telah menerbitkan persetujuan untuk penambahan lokasi penyerahan ini.
”Pertimbangan kami terkait adanya penambahan lokasi penyerahan ini adalah dalam memberikan kemudahan kepada para pelaku kelapa sawit. Kita tahu, perkebunan kelapa sawit banyak tersebar di berbagai wilayah di Indonesia,” lanjut Yugieandy.
Data Badan Pusat Statistik 2022 menyebut, total perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 14,9 juta hektar. Terdapat tujuh wilayah yang masing-masing memiliki luas perkebunan di atas 1 juta hektar, yaitu Provinsi Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi. Sementara itu, luasan sawit perusahaan di Papua masih sekitar 200.000 hektar.
Selain menambah lokasi penyerahan, ICDX saat ini juga terus menyosialisasikan Bursa CPO ke sentra-sentra industri kelapa sawit di sejumlah wilayah di Indonesia. Per awal November 2023, diketahui baru ada 20 perusahaan peserta bursa terdaftar, yang berlaku sebagai pembeli ataupun penjual.
Perdagangan di Bursa CPO dilakukan di antara pembeli pemegang kontrak perdagangan fisik, yang kemudian melakukan lelang harga dengan penjual. Baik pembeli maupun penjual tidak akan mengetahui profil perusahaan masing-masing sampai ketika harga penawaran pembeli disetujui penjual.
Waktu transaksi hingga penyerahan dilakukan dalam waktu maksimal 15 hari. Dalam waktu tersebut, penjual sudah harus mengirim CPO ke tangki pembeli. Pengiriman barang dilakukan penjual hingga sampai ke tangki pembeli. Di tangki tersebut, pembeli perlu mengecek kualitas CPO sesuai sertifikat produk.
ICDX mengatakan, mereka akan mengumumkan perkembangan volume perdagangan di Bursa CPO pada awal Januari 2024. Adapun sampai awal November atau dua pekan setelah pembukaan bursa, volume perdagangan bursa masih sebesar 250 ton dengan harga Rp 11.100 per kilogram.
Jumlah itu masih sangat kecil dibandingkan dengan target perdagangan di bursa guna menciptakan referensi harga pada triwulan 2024. Pembentukan referensi harga menjadi salah satu tujuan Bursa CPO di Tanah Air. Harga itu juga ditargetkan bisa menaikkan harga jual kelapa sawit di level petani. Indonesia selama ini selalu mengacu pada harga yang terbentuk di bursa Malaysia dan Belanda.
Pengawas bursa Bappebti menargetkan, referensi harga CPO domestik dapat terbentuk jika transaksi perdagangan di bursa sebesar 10-20 persen total perdagangan di dalam negeri.
Mengacu pada produksi CPO Indonesia tahun 2022, jumlah yang diperdagangkan di dalam negeri sebesar 24 juta ton dari total 48 juta ton CPO yang dijual di dalam ataupun di luar negeri. Dengan demikian, Bursa CPO harus bisa memperdagangkan 2,4 juta ton CPO agar tercipta harga yang kredibel dan valid.
Penyelenggara dan pengawas Bursa CPO juga telah melakukan sejumlah penyesuaian untuk menarik perusahaan sawit untuk berpartisipasi di bursa.
Pada minggu kedua setelah pembukaan bursa, misalnya, minimal pembelian dikurangi dari 25 metrik ton minyak sawit per lot menjadi hanya 5 metrik ton per lot. Sesi perdagangan juga dikurangi menjadi hanya dua sesi, yakni pukul 09.30-17.00 dan pukul 20.00-22.00. Di awal, sesi perdagangan dibuka tiga sesi, dengan masing-masing sesi satu jam pada pagi, siang, dan malam hari.
”Kami juga buat penyelesaian menjadi cash settlement atau penyelesaian secara tunai,” kata Wakil Presiden ICDX Yohanes F Silaen, saat dihubungi, Kamis (2/11/2023). Mereka juga membuka perdagangan kontrak berjangka CPO berdenominasi rupiah (CPOTR) untuk meningkatkan volume perdagangan.
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit Mansuetus Darto kepada Kompas berpendapat, target pembentukan harga referensi itu akan sulit diwujudkan karena penyelenggara bursa harus bisa memengaruhi perusahaan sawit besar yang menguasai sekitar 70 persen dari ribuan perusahaan sawit di Indonesia.
”Sementara, perusahaan besar itu membawa konteks politik dagang ke dalam negeri, di mana di dalam negeri mereka punya kekuatan dan bisa pengaruhi apa saja,” ujarnya.
Politik para pemain besar itu di Bursa CPO, menurut Mansuetus, akan menimbulkan masalah baru dalam tata kelola perdagangan sawit. Pada akhirnya, ini akan berdampak pada perusahan sawit skala kecil hingga petani, yang diyakinkan akan bisa mendapatkan untung dari harga referensi yang tercipta di Bursa CPO nantinya.
”Jadi, bursa itu enggak cocok untuk konteks ketimpangan sawit di Indonesia yang didominasi pemain besar,” ucapnya.
Di sisi lain, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, pelaku usaha hanya memerlukan insentif untuk masuk ke Bursa CPO. Penyelenggara bursa diketahui memasang biaya-biaya di luar transaksi perdagangan.
Sebut saja biaya anggota bursa sekitar Rp 60 juta per tahun, kemudian biaya jaminan transaksi senilai Rp 32 juta. Jaminan itu menurut ICDX digunakan untuk menjamin risiko jika terjadi wanprestasi dalam transaksi.
”Sekarang untuk lokal, kan, transaksinya B to B tidak terkena biaya apa pun. Kalau di bursa, kan, ada biaya member dan biaya transaksi. Ini yang perlu dipikirkan bagaimana supaya penjual dan pembeli tertarik masuk bursa,” ucapnya (Kompas.id, 3/11/2023).
Jika biaya itu tidak bisa dihindari, ia meminta pemerintah memikirkan skema insentif agar mengurangi beban modal pelaku usaha. Menurut dia, hal itu sudah disampaikan kepada pemerintah.