Pokok revisi undang-undang ini adalah membenahi tata kelola ekosistem perkoperasian sehingga pengawasannya lebih seperti optimal dalam melindungi anggota.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Undang-Undang atau UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian ditargetkan selesai tahun depan. UU itu dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi perkoperasian saat ini. Pokok revisi UU adalah membenahi tata kelola ekosistem perkoperasian sehingga pengawasannya diharapkan lebih optimal dalam melindungi anggota.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki mengatakan, UU tentang Perkoperasian harus diperbarui agar relevan dengan kondisi saat ini. ”Tata kelola dan ekosistem perkoperasian sudah terlalu lama tidak dibenahi. Ada banyak celah sehingga pengawasan dan perlindungan kepada anggota belum optimal,” ujarnya dalam acara ”Refleksi 2023 dan Outlook 2024: Mempercepat Transformasi Koperasi, UMKM, dan Wirausaha yang Inklusif dan Berkelanjutan”, di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Ia menambahkan, secara umum isi revisi membenahi tata kelola ekosistem perkoperasian. Namun, ada dua hal utama yang menjadi pembenahan. Pertama adalah usulan pembentukan lembaga atau otoritas pengawas koperasi untuk koperasi yang kapasitas usahanya mencapai miliaran rupiah dan anggotanya sudah ribuan. Kedua, mengusulkan adanya program penjaminan simpanan anggota, seperti halnya Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) untuk nasabah perbankan.
”Kami berupaya menguatkan regulasi perkoperasian melalui penyusunan revisi UU perkoperasian agar tercipta koperasi yang adaptif dan tangguh dalam menjawab tantangan secara global,” katanya.
Teten mengatakan, pembahasan revisi UU Perkoperasian sudah selesai di DPR. Ia berharap hasil revisi sudah bisa diundangkan pada 2024.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menyambut baik revisi UU Perkoperasian. Perkoperasian, menurut dia, sudah terlalu terabaikan. ”Padahal, koperasi adalah soko guru perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Menurut dia, kendati revisi UU Perkoperasian ditujukan untuk meningkatkan pengawasan, tetap dibutuhkan aturan (turunan) yang lebih jelas. Ia mengusulkan perlu dibentuk departemen penelitian dan pengaturan, dengan harapan aturan yang dibuat berdasarkan hasil penelitian dan kebutuhan di lapangan.
”Ibaratnya, seperti halnya polisi yang bisa menegakkan ketertiban lalu lintas sesuai dengan rambu-rambu,” ucap Piter.
Mengutip data Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini terdapat lebih dari 130.000 koperasi yang aktif dengan aset lebih dari Rp 280 triliun dan nilai usaha yang mencapai Rp 197 triliun. Adapun jumlah anggota koperasi lebih dari 35 juta orang.