Visi menuju negara digital semestinya diatur melalui rancangan pembangunan jangka menengah atau panjang nasional (RPJMN/RPJMP) sebab akan lebih mengikat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sesuai hasil analisis dan kajian Kementerian Komunikasi dan Informatika yang terangkum dalam dokumen Visi Indonesia Digital 2045, Indonesia saat ini masih berada pada posisi sebagai negara konsumen teknologi. Maturitas adopsi digital pada sebagian besar sektor industri pun masih berada pada tahap mulai berkembang.
Sepanjang tahun 2016–2021, defisit transaksi berjalan pada sektor teknologi informasi komunikasi (TIK) terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016–2021, persentase impor barang TIK berkisar di antara 7,70-9,43 persen terhadap total volume barang ekspor-impor, sedangkan persentase ekspor barang TIK paling tinggi hanya 3,3 persen terhadap total volume barang ekspor-impor.
Hanya sekitar 30 persen laman yang populer diakses oleh masyarakat merupakan laman lokal dan hanya sekitar 16 persen dari seluruh aplikasi yang diunduh merupakan aplikasi lokal.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, Kamis (14/12/2023), di Jakarta mengatakan, dokumen Visi Indonesia Digital 2045 itu perlu dilihat sebagai alternatif untuk memandang sejauh mana teknologi digital dimanfaatkan secara produktif.
”Proses analisis dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi baseline (pengukuran perilaku), tren teknologi ke depan, dan aspirasi yang ingin dicapai pemerintah,” kata Budi.
Adapun sasaran kebijakan yang ditawarkan dalam dokumen Visi Indonesia Digital 2045 sudah disesuaikan agar ada ruang yang cukup bagi perkembangan industri TIK. Implementasi usulan dilakukan secara sinergis.
Beberapa layanan yang digerakkan dengan teknologi digital sebenarnya sudah tersedia di Indonesia. Platform digital nasional per sektor industri pun telah didirikan. Namun, inovasi dalam mengikuti teknologi relatif terbatas.
Sebagai contoh aplikasi layanan kesehatan jarak jauh atau telehealth masih berada di level dasar, seperti konsultasi kesehatan jarak jauh. Itu pun mayoritas berada di perkotaan.
Dalam dokumen Visi Indonesia Digital 2045 juga disebutkan, temuan data Asian Development Bank tahun 2020 menunjukkan hanya 6 persen industri manufaktur Indonesia yang telah menerapkan teknologi industri 4.0 yang ditandai dengan pemakaian teknologi robot, kecerdasan buatan, dan cetak tiga dimensi. Sementara 64 persen masih berada fase industri 3.0 atau tahap digitalisasi. Sektor manufaktur juga mengalami masalah produktivitas yang cenderung stagnan.
Untuk memperbaiki, dokumen itu menyebutkan prinsip pembangunan digital adalah inklusif, memberdayakan, dan berkelanjutan.
Salah satu target program yang diusulkan adalah pembangunan infrastruktur digital, terutama jaringan telekomunikasi seluler 4G yang sekarang baru mencakup 89 persen penduduk. Cakupannya ditargetkan mencapai 98 persen pada 2025–2029 dengan kecepatan unduh internet naik dari 38,91 megabit per detik (Mbps) menjadi 100 Mbps.
Kepala Divisi Riset Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (UGM) Hafiz Noer, saat dihubungi terpisah, menilai, Visi Indonesia Digital 2045 yang dirilis oleh Kemkominfo tidak mengikat secara hukum dan hanya bersifat sebagai masukan bagi kementerian/lembaga lain dalam menentukan strategi digital mereka. Dengan masih adanya tantangan Indonesia sebagai konsumen teknologi dan maturitas adopsi TIK pada level mulai berkembang, visi menuju negara digital semestinya diatur melalui rancangan pembangunan jangka menengah atau panjang nasional (RPJMN/RPJMP) sebab akan lebih mengikat.
”Kalaupun bisa dibuat RPJMN atau RPJMP, apakah poin-poin dalam dokumen Visi Indonesia Digital 2045 Kemkominfo dapat dimasukkan? Kalau tidak, percuma banyak dokumen (pembangunan industri digital) yang bersifat mengarahkan, tetapi tidak mengikat,” ujarnya.
Percuma banyak dokumen yang bersifat mengarahkan, tetapi tidak mengikat.
Hafiz menambahkan, negara lain telah menyadari pentingnya industri TIK untuk perekonomian. Beberapa negara bahkan telah membuat peta jalan nasional yang relatif mengikat. Sebagai contoh, Singapura. Melalui Smart Nation and Digital Government Group, Singapura meluncurkan cetak biru pemerintahan digital sebagai petunjuk yang memuat prinsip-prinsip yang harus dilakukan oleh setiap kementerian/lembaga untuk mengakselerasi sistem TIK.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sigit Puspito Wigati Jarot berpendapat, sejalan dengan cepatnya perkembangan teknologi digital dan pengetahuan baru, maka adanya visi digital sangat urgen dimiliki suatu negara. Sebelum sampai tercetus visi nasional, harmonisasi beberapa dokumen pengembangan digital perlu dilakukan terlebih dulu.
”Karena, kami melihat Kemkominfo merilis dokumen Visi Indonesia Digital 2045, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian punya Buku Putih Ekonomi Digital, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas memiliki Visi Indonesia 2045. Kami lihat beberapa detail dan linimasanya masih belum sinkron,” ucapnya.
Menurut Sigit, sasaran paling mudah menuju negara yang adopsi TIK tinggi adalah melalui parameter pembangunan jaringan tetap dan jaringan seluler. Namun, akhir-akhir ini jaringan telepon tetap nirkabel menjadi solusi yang diminati banyak negara dan terbukti efektif menaikkan kecepatan akses internet nasional.