Polemik 102 Kontainer Barang Milik Pekerja Migran Indonesia Belum Selesai
Penumpukan 102 kontainer berisi barang milik pekerja migran Indonesia di dua pelabuhan menimbulkan polemik.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Polemik tertahannya 102 kontainer berisi barang-barang yang diklaim milik para pekerja migran Indonesia di Jawa Timur dan Jawa Tengah belum selesai. Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu duduk bersama untuk berkomunikasi menyelesaikan masalah itu.
”BP2MI memahami itu bagian dari upaya sebagai lembaga yang melindungi PMI. Tapi juga Bea dan Cukai, sesuai tugas pokok dan fungsinya, melindungi hak fiskal negara atas kejelasan itu,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Tekad Sukatno di Jakarta, Senin (4/12/2023).
BP2MI, menurut Tekad, dapat melacak penerima dokumen atau manifes data impor, kemudian menghubungi nama yang tertera pada bill of lading, perjanjian pengangkutan secara tertulis. Akar masalah dapat diketahui di situ, kemudian dapat lanjut bertanya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kebijakan impor barang pada tiap negara, imbuhnya, berbeda-beda. Oleh sebab itu, BP2MI perlu mengedukasi dan menyosialisasikan kepada para PMI di luar negeri. Salah satunya informasi seputar proses kepabeanan di Indonesia agar barang masuk sesuai maksudnya.
Sebelumnya, Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengeluhkan adanya 102 kontainer yang masih menumpuk. Sebanyak 67 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Adapun 35 kontainer lainnya berada di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
Pengiriman barang-barang PMI tersebut dilakukan melalui beberapa perusahaan jasa titipan (PJT). Sebagian besar dikategorikan bukan barang baru, seperti pakaian, sepatu, tas, dan makanan. Alhasil, barang-barang itu dikenai pelarangan dan pembatasan (lartas) sebagaimana diatur dalam salah satu peraturan menteri perdagangan (permendag).
BP2MI bekerja sama dengan sejumlah kementerian/lembaga tengah melakukan finalisasi revisi Permendag Nomor 25/2022 yang mengatur relaksasi barang kiriman PMI. Pada saat bersamaan, pemerintah juga akan menuntaskan rancangan peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur pembebasan bea masuk barang kiriman PMI.
”Kami mendesak kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat, tidak terkesan menahan barang-barang milik PMI tersebut. BP2MI juga mendesak agar regulasi, aturan, yang sedang dibahas Menteri Keuangan dan Menteri Perindustrian agar dipercepat,” katanya di Jakarta, Kamis (30/11/2023), seperti dikutip dari siaran pers BP2MI.
Menanggapi hal ini, Staf Ahli Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyayangkan Benny yang berbicara di hadapan publik tanpa berkoordinasi dengan pihaknya. Menurut dia, tertahannya kontainer-kontainer berisi barang PMI itu berada di bawah lingkup pihak ekspedisi yang bertanggung jawab atas consignment note (CN).
CN adalah dokumen yang wajib diserahkan perusahaan ekspedisi kepada petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia. ”Tanggung jawab beralih ke Bea Cukai ketika CN sudah diserahkan pihak ekspedisi ke Bea (dan) Cukai,” ujar Prastowo melalui akun resmi X pada Sabtu (2/11/2023).
Kantor Bea Cukai Tanjung Perak telah mengirim surat kepada pihak ekspedisi pada 10 November 2023 agar CN segera disampaikan. Harapannya, kontainer yang tertumpuk dapat segera diproses untuk dikeluarkan.
Merespons tanggapan Prastowo, Benny malah berencana mengambil jalur hukum. Ia menuduh Prastowo memobilisasi PMI agar membenci pemerintah.
Pernyataan Yustinus Prastowo di laman X dianggap Benny telah menyamaratakan perlakuan semua barang, baik barang umum (bukan milik PMI) maupun barang PMI. Padahal, barang-barang PMI telah tertahan 3-4 bulan.
”Persoalannya di sini, beliau menyampaikan terkait aturan yang sedang melewati proses revisi, tidak perlu saya diajarkan. Saya paham ada dua aturan yang menjadi (tanggung jawab) dua kementerian, kewenangan Kemenkeu dan Kemendag,” katanya pada konferensi pers di Jakarta, Senin (4/12/2023).
Apabila peraturan ini masih diproses, Benny berharap barang-barang PMI bisa dikeluarkan terlebih dahulu seperti biasa. Sebab, aturan pembebasan bea masuk barang kiriman PMI masih dibahas. Ia berharap setidaknya barang bisa dilepaskan terlebih dahulu, disusul dengan biaya yang perlu dikeluarkan.
Berkaitan dengan CN yang belum diserahkan perusahaan pengiriman jasa, Benny berpendapat, hal itu bersifat kasuistis. Sebab, semestinya perusahaan dapat mengeluarkan satu per satu barang PMI ketika sudah memenuhi ketentuan yang berlaku.
Koordinasi antarinstansi terkait telah dilakukan. PJT ditargetkan menuntaskan pendataan hingga pekan ini. Harapannya, proses selanjutnya bisa segera dilakukan.
Selain itu, pengiriman CN terhambat karena PJT masih menunggu dokumen pemenuhan barang larangan dan pembatasan ditandatangani serta pengesahan Permendag No 25/2022 tentang Perubahan atas Permendag No 20/2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
PT Laiasach Trans, PJT anggota Asperindo DPW Jawa Timur, termasuk pelaku usaha dari kontainer yang tertahan. Pihak pengelola, Asmaul Khusnah, mengatakan, ada ketidakcocokan dokumen dengan barang yang diterima. Alhasil, pihaknya perlu melakukan pendataan ulang.
Hal ini imbas penerapan PMK No 96/2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Penyampaian dokumen dilakukan dengan penilaian mandiri. Ketika ada ketidaksesuaian dokumen dengan fisik barang, maka PJT akan dikenai denda. Akibatnya, PJT belum dapat mengirimkan CN kepada Ditjen Bea dan Cukai.
Pada barang-barang yang diterimanya hanya tercantum jenis barang, tanpa jumlah. Kalaupun ada, jumlahnya tak selalu sama dengan dokumen. Idealnya, tercantum jenis barang, jumlah barang, dan nilai barang.
”PMK diterapkan, sedangkan kondisi di lapangan belum beradaptasi. Kami butuh waktu untuk adaptasi,” ujar Asmaul.