Pesawat Pelita Air bersiap lepas landas dari Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng, Tangerang, Banten, Rabu (12/4/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah mengintegrasi bisnis maskapai anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Citilink Indonesia, dengan maskapai milik PT Pertamina (Persero), Pelita Air, ke dalam satu subholding aviasi masih belum final. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk melakukan aksi korporasi ini, salah satunya pembengkakan beban operasional.
Rencana peleburan bisnis Citilink Indonesia dan Pelita Air sebelumnya telah diungkap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat menyampaikan enam strategi BUMN di tahun 2024, akhir Agustus lalu. Peleburan bertujuan untuk menekan biaya logistik sehingga sektor aviasi bisa mengejar kekurangan armada pesawat nasional.
Hingga saat ini, Kementerian BUMN masih mencari skema paling tepat untuk mencegah dampak negatif dari aksi korporasi yang dilakukan di antara kedua entitas.
Saat dihubungi Minggu (5/11/2023), Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra mengatakan belum ada keputusan final terkait skema pengintegrasian bisnis antara Citilink Indonesia dan Pelita Air.
Kementerian BUMN berencana memasukkan maskapai-maskapai pelat merah menjadi subholding maskapai penerbangan pada holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, InJourney.
”Ada beberapa ide yang masih didalami. Misalnya kemarin ada ide skema (penggabungan usaha) yang menguat, kemudian besoknya ide lain yang lebih kuat, besoknya lagi ada ide baru. Jadi, pembahasannya, secara formal belum final,” kata Irfan.
Pada dasarnya, Garuda Indonesia mendukung gagasan pemerintah, selaku pemegang saham terbesar perseroan, untuk memajukan sektor aviasi nasional. ”Manajemen akan mengeksekusi aspirasi pemegang saham, walaupun diskusinya panjang antara pemegang saham dan seluruh pihak,” lanjut Irfan.
Sementara itu, seusai acara CEO Talks ASEAN Connect yang diadakan INACA di Jakarta, Kamis (2/11/2023), CEO Citilink Indonesia Dewa Rai menjelaskan Kementerian BUMN berencana memasukkan maskapai-maskapai pelat merah menjadi subholding maskapai penerbangan pada holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, InJourney.
Kajian bisnis
Saat ini Kementerian BUMN dan pihak terkait lainnya tengah mengkaji fundamental bisnis maskapai-maskapai tersebut sebelum diintegrasikan ke dalam InJourney.
Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air direncanakan masuk pada subholding aviasi di bawah manajemen InJourney. Adapun proses masuknya maskapai-maskapai pelat merah ini ditargetkan rampung pada akhir 2023 hingga triwulan I-2024.
Dewa memaparkan, ketiga maskapai tersebut nantinya akan tetap beroperasi sesuai dengan target pasarnya masing-masing. Secara terperinci, Garuda Indonesia akan melayani segmen full service, Pelita Air melayani pasar medium, sementara Citilink akan melayani segmen pasar low cost carrier (LCC).
”Setiap maskapai sudah memiliki segmen pasarnya masing-masing. Jadi tidak perlu Citilink dan Pelita Air dilebur sepenuhnya menjadi produk yang sama,” kata Dewa.
Di sisi lain, Direktur Utama Pelita Air Dendy Kurniawan belum banyak berkomentar terkait dengan perkembangan proses integrasi Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air ke dalam holding InJourney.
Namun, ia menilai pengintegrasian ketiga maskapai akan menghasilkan keuntungan, yakni ketersediaan harga yang terjangkau untuk masyarakat, memastikan konektivitas udara untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mendorong kinerja bisnis setiap maskapai agar semakin sehat.
”Jika fundamental perusahaan semakin kuat, akan tercipta ruang-ruang untuk berinovasi,” ujarnya.
Pemisahan lisensi
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo sebelumnya mengatakan, pembahasan masih dilakukan untuk rencana memasukkan Pelita Air dan Citilink ke dalam subholding yang menjadi bagian dari holding InJourney. ”Rencana untuk memasukkan keduanya ke dalam holding InJourney masih dalam tahap diskusi,” ujarnya.
Selain itu, terdapat rencana untuk memisahkan lisensi penerbangan regular dan sewa Pelita Air. Nantinya, lisensi penerbangan regular Pelita Air akan dipindahkan ke Citilink, sementara lisensi penerbangan sewa Pelita Air akan tetap berada di bawah Pertamina.
Kendati demikian, Pelita Air dan Citilink dipastikan akan tetap beroperasi terpisah. Dengan begitu, jenama Pelita Air maupun Citilink Indonesia akan tetap ada di industri penerbangan Tanah Air.
Dihubungi secara terpisah, pakar penerbangan sekaligus Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie mengkritisi rencana pemerintah membentuk subholding untuk perusahaan maskapai Indonesia di bawah holding aviasi dan pariwisata.
”Perusahaan holding ini sifatnya lebih ke administratif dan koordinatif. Jadi, perusahaan holding tidak menghasilkan pendapatan, malahan memberikan beban operasional untuk perusahaan di bawahnya karena mesti melakukan setoran untuk holding,” ujarnya.
Untuk mencapai tujuan menekan biaya logistik dan meningkatkan profit perusahaan, Alvin menyarankan agar Garuda Indonesia bersama Citilink Indonesia dan Pelita Air membentuk aliansi penerbangan seperti Skyteam yang beranggotakan Garuda Indonesia dengan 19 maskapai internasional lainnya.
Perusahaan holding tidak menghasilkan pendapatan, malahan memberikan beban operasional untuk perusahaan di bawahnya.
”Lewat aliansi akan tercipta seamless connection untuk lebih memudahkan penumpang. Jaringan kerja maskapai bisa lebih luas, tidak saling tumpang tindih, dan tidak saling tikam. Kinerja pun akan lebih efisien, lebih produktif, dan lebih kompetitif,” ujar Alvin.