Pemerintah Indonesia ingin mengatur pasar e-dagang agar lebih sehat. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah diminta untuk mengatur agar tidak ada monopoli data.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyatakan, semua perusahaan asing yang menyediakan fasilitas perdagangan secara elektronik atau e-dagang di Indonesia harus punya kantor operasional, bukan kantor perwakilan. Mereka juga diharuskan mengurus perizinan usaha.
”Indonesia terbuka dengan investasi asing, termasuk investasi bidang e-dagang. Semua bisnis e-dagang di Indonesia harus buka kantor operasional di Indonesia dan dapat izin lisensi,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki saat menghadiri diskusi Omnichannel Trends, Selasa (24/10/2023), di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, Teten juga menyampaikan bahwa Tiktok telah berkirim surat ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Surat permohonan itu sudah diterima. Pertemuan dengan Presiden kemungkinan diselenggarakan pada pekan depan.
Ia memperkirakan pertemuan itu terkait rencana beroperasinya kembali Tiktok Shop di Indonesia. Hanya saja, dia tidak mengetahui apakah Tiktok akan berjalan sendiri atau menggandeng perusahaan lokapasar Indonesia.
Lebih jauh, Teten menceritakan bahwa Pemerintah Indonesia ingin mengatur pasar e-dagang agar lebih sehat. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah diminta untuk mengatur agar tidak ada monopoli data.
Sementara itu, dalam acara diskusi yang sama, Regional Account Director Worldpanel Division di Kantar Asia, Helmy Herman, mengatakan, pertumbuhan belanja daring tahun ini mulai terjadi normalisasi. Dalam artian, kecepatan pertumbuhannya tidak secepat sebelum dan selama masa pandemi Covid-19.
”Saat ini, pertumbuhan orang belanja daring 17 persen (berdasarkan riset Kantar). Tahun -tahun sebelumnya bisa sampai 60 persen per tahun. Nilai penjualan daring mulai melandai, bukan turun,” ujar Helmy.
Helmy menduga fenomena itu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Misalnya, aktivitas orang keluar rumah semakin tinggi seusai pencabutan pembatasan sosial dan inflasi.
Namun, ia percaya saluran belanja daring tetap akan dipakai masyarakat melengkapi aktivitas belanja luring. Sesuai dengan survei diari belanja 11.000 rumah tangga yang rutin dilakukan oleh Kantar tahun ini, 70 persen di antara mereka belanja barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods/FMCG) hanya melalui luring. Sisanya, belanja FMCG dilakukan daring dan luring.
Di kota-kota kecil, belanja barang secara luring cenderung tetap jadi favorit meski sudah ada saluran daring. Co-Founder dan CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengatakan, sesuai pengamatannya, fenomena itu lazim terjadi di luar Jabodetabek.
”Karena itulah, kami sampai buka toko luring ke luar Jabodetabek, seperti Medan dan Malang. Masyarakat di sana ternyata masih merasa lebih nyaman belanja furnitur secara luring karena bisa ikut merasakan dan mencoba,” ucap Dimas.