Lonjakan Imbal Hasil Obligasi AS Tekan Nilai Tukar Rupiah
Pelemahan rupiah atas dollar AS yang konsisten terjadi dalam sebulan terakhir merupakan imbas dari meningkatnya imbal hasil obligasi AS.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Adanya kelebihan pasokan obligasi di pasar keuangan Amerika Serikat telah menekan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dalam sebulan terakhir. Depresiasi rupiah ditambah tren inflasi global membuat pelaku usaha, terutama yang mengandalkan bahan baku impor, berada dalam situasi sulit.
Kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah menguat ke posisi Rp 15.869 per dollar AS pada perdagangan Selasa (24/10/2023).
Rupiah menguat 74 poin dari perdagangan hari sebelumnya Rp 15.943 per dollar AS. Namun, jika dilihat dalam rentang sebulan terakhir, pelemahan nilai tukar rupiah telah mencapai 470 poin.
Ekonom yang juga Menteri Keuangan periode 2013-2014, Muhamad Chatib Basri, mengatakan pelemahan rupiah yang konsisten terjadi dalam sebulan terakhir merupakan imbas dari lonjakan imbal hasil obligasi AS di periode yang sama.
Berdasarkan catatannya, imbal hasil obligasi AS (US Treasury) tenor 10 tahun sempat naik hingga 5 persen meski saat ini sudah berada di level 4,84 persen. Tingkat imbal hasil US Treasury di atas 4 persen memicu keluarnya aliran modal dari pasar obligasi dalam negeri sehingga memberikan tekanan bagi rupiah.
”Kenapa tiba-tiba imbal hasil obligasi AS naik? Yang terjadi adalah pemegang bond di AS melihat kemungkinan resesi mengecil, maka holding bonds dikurangi,” kata Chatib di acara BNI Investor Daily Summit 2023 di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
”Implikasi kelebihan pasokan obligasi adalah lonjakan imbal hasil,” ujar Chatib.
Untuk merespons tren kenaikan suku bunga AS yang diprediksi akan terus berlanjut hingga awal tahun 2024, Bank Indonesia (BI) punya tiga opsi, yakni membiarkan terjadinya pelemahan nilai tukar rupiah, menaikkan tingkat suku bunga acuan, dan melakukan manajemen capital outflow. Ketiga opsi dapat diimplementasi BI secara bersamaan.
Chatib memprediksi, pada triwulan IV-2023, suku bunga acuan BI masih akan berada dalam tren peningkatan dan nilai tukar rupiah ada dalam tren pelemahan. Meski demikian, bank sentral disinyalir akan menggelontorkan kebijakan makroprudensial untuk mendorong intermediasi perbankan.
”Situasi kita tidak seburuk 2013. Saya enggak terlalu khawatir sebenarnya karena rupiah kita dibanding mata uang lain depresiasinya relatif kecil hanya 2 persen,” kata Chatib
Tekanan inflasi
Senada dengan Chatib, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, faktor global menjadi penyebab utama rupiah cenderung terdepresiasi.
”(Terkait suku bunga acuan AS) potensi higher-for-longer meningkat dengan ruang kenaikan suku bunga kebijakan The Fed masih akan terbuka di sisa tahun ini,” kata Josua.
Di luar kondisi ekonomi AS, konflik Israel-Hamas yang semakin memanas juga meningkatkan tensi geopolitik pada kawasan Timur Tengah. Kondisi ini dapat berimbas pada kenaikan harga minyak dunia yang menahan ekspektasi penurunan inflasi global.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, sektor yang terdampak pelemahan rupiah dan inflasi global adalah sektor yang mengandalkan bahan baku impor, di antaranya industri makanan dan minuman, farmasi, barang elektronik, dan tekstil.
Padahal, di sisi lain, industri tidak dapat serta-merta menaikkan harga produk akhir di pasaran, mengingat ada potensi terjadinya pelemahan daya beli konsumen di tengah tren kenaikan suku bunga. ”Pengusaha tidak bisa asal alihkan kenaikan biaya produksi ke harga konsumen karena daya beli konsumen juga terbatas,” ujarnya.
Dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS juga akan dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki catatan utang dalam kurs dollar AS. Ia berharap tren pelemahan nilai tukar rupiah tidak berlanjut hingga akhir tahun untuk menjaga arus kas perusahaan.
”Di tengah tren pelemahan nilai tukar (rupiah), semoga kenaikan suku bunga acuan BI juga tidak merambat dengan cepat ke kenaikan suku bunga pinjaman untuk menjaga kinerja perusahaan,” ujarnya.