Peningkatan Pergerakan Pesawat Belum Didukung Kesiapan Bengkelnya
Industri penerbangan telah bangkit setelah krisis pandemi Covid-19. Pergerakan pesawat yang bertambah perlu didukung dengan industri perawatan pesawat udara (MRO) dan kemudahan impor suku cadang.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah pandemi Covid-19, industri penerbangan kembali menggeliat. Namun, permintaan yang meningkat itu tak dibarengi dengan kesiapan bengkel pesawat atau fasilitas perawatan, perbaikan, dan pemeriksaan pesawat. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan kelaikan pesawat serta kemudahan impor suku cadang untuk menjawab persoalan ini.
Menurut Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia Alvin Lie, sebagian bengkel pesawat (maintenance, repair, and overhaul/MRO) berjatuhan terdampak pandemi Covid-19. Saat bersamaan, maskapai-maskapai penerbangan akan mengaktifkan kembali pesawat-pesawat yang diparkir lama selama pandemi.
”Akibatnya, antrean panjang sehingga airlines terdampak tak dapat cepat naikkan kapasitasnya,” ujar Alvin saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (19/10/2023).
MRO asing terdekat saat ini berada di Singapura. Alhasil, maskapai yang akan memeriksakan pesawatnya harus mengantre panjang di sana. Kondisi serupa terjadi secara global.
Selain itu, kelangkaan pasokan suku cadang juga dialami MRO dalam negeri. Indonesia telah memiliki sejumlah MRO, di antaranya PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMF), anak usaha Garuda Indonesia, serta Batam Aero Technic (BAT) di bawah naungan Lion Air Group.
Alvin mengatakan, kesulitan mendapat suku cadang membuka celah bagi vendor-vendor atau distributor untuk menjual barang palsu. Beruntung, vendor-vendor tersebut telah masuk daftar hitam MRO Indonesia.
”Kalau spare parts palsu sampai telanjur terpasang, sangat repot dan mahal untuk membongkar dan melepasnya,” katanya.
Hal senada diutarakan Staf Khusus Menteri Perhubungan (Menhub) Wihana Kirana Jaya. Rantai pasok suku cadang pesawat untuk mendukung kegiatan MRO masih tersendat. Selain faktor pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina juga memperparah kondisi tersebut.
”Sejumlah kasus kerusakan pesawat ditemukan, seperti AC mati dan gagal lepas landas karena masalah mesin. Masalah-masalah teknis ini jadi ancaman bagi keselamatan penerbangan,” ujarnya secara tertulis (Kompas.id, 30/9/2023).
Industri penerbangan yang bangkit setelah pandemi, salah satunya dibuktikan dari laporan PT Angkasa Pura (AP) I yang melayani 51.787.221 pergerakan pada Januari-September 2023. Jumlahnya naik 40 persen dari tahun lalu dalam periode yang sama. Angka pergerakan penumpang telah mencapai tingkat pemulihan hingga 87 persen dibandingkan dengan 2019 dalam periode yang sama.
Direktur Utama AP I Faik Fahmi mengatakan, jumlah pergerakan penumpang pada 2023 menunjukkan tren positif dengan trafik menyerupai prapandemi Covid-19. Pergerakan penumpang di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dan Bandara Internasional Yogyakarta bahkan lebih tinggi ketimbang sebelum pandemi.
”Tingginya angka recovery rate di bandara-bandara Angkasa Pura Airports ini sejalan dengan analisis Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) di mana trafik pergerakan penumpang akan mengalami full recovery pada 2024 mendatang,” tuturnya secara tertulis, seperti dikutip dari siaran pers AP I, Kamis (12/10/2023).
AP I mencatat, ada 453.195 pergerakan pesawat udara hingga triwulan III-2023. Data itu tumbuh 14 persen dibandingkan dengan jumlah pergerakan dalam periode yang sama pada 2022. Tingkat pemulihan pergerakan pesawat pun sudah mencapai 87 persen.
Di tengah meningkatnya pergerakan pesawat itu, pemeliharannya perlu diimbangi. Sebab, keselamatan penumpang harus jadi prioritas.
Menurut Alvin yang juga Dewan Pakar Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA), Kemenhub perlu meningkatkan pengawasan terhadap kelaikan pesawat agar tak dipaksakan beroperasi jika suku cadang belum tersedia. Pesawat dapat beroperasi jika telah mendapat jatah pelayanan perawatan di MRO.
Selain itu, Kemenhub dapat lebih intens melobi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar impor suku cadang pesawat dibebaskan dari bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Hal ini telah dilakukan negara-negara lain yang telah meratifikasi perjanjian tersebut.
Kemenhub perlu meningkatkan pengawasan terhadap kelaikan pesawat agar tak dipaksakan beroperasi jika suku cadang belum tersedia. (Alvin Lie)
Secara terpisah, Wihana menyebut, kebijakan intervensi jangka pendek dari kementerian serta lembaga terkait, antara lain Kemenkeu, Kemenhub, dan INACA, dibutuhkan. Mereka dapat membantu meningkatkan proses bisnis suku cadang yang lebih sederhana sebagai insentif untuk pengembangan MRO di dalam negeri.
”Kemudahan impor suku cadang pesawat bisa memangkas rata-rata waktu penanganan MRO dari tujuh hari jadi lima hari saja,” katanya secara tertulis (Kompas.id, 30/9/2023).