Pemerintah Siapkan Pemutihan bagi Pemohon KUR yang Ditolak Sistem
Hingga 30 September 2023, realisasi KUR mencapai Rp 175,73 triliun. Jumlah debiturnya mencapai 3,18 juta.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —JAKARTA, KOMPAS Pemerintah sedang menyiapkan peraturan yang memungkinkan pemutihan bagi pelaku usaha pemohon kredit usaha rakyat atau KUR tetapi tertolak oleh sistem. Wacana kebijakan ini, jika jadi direalisasikan, membutuhkan komitmen dan kesungguhan penerima KUR.
”Terkait munculnya keluhan UMKM pemohon KUR yang ditolak oleh Sistem Informasi Layanan Keuangan (SLIK), kami, pemerintah, akan memberlakukan kebijakan hapus tagih kepada peminjam sampai Rp 500 juta. Sebentar lagi akan keluar aturannya,” ujar Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Yulius, saat menghadiri konferensi pers bertemakan persoalan akses KUR yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI secara hibrida, Senin (2/10/2023), di Jakarta.
Penolakan KUR terjadi karena SLIK melaporkan pelunasan pinjaman lain tidak rapi. Namun, Yulius menyatakan, pemerintah akan membantu pencairan KUR itu. Menurut dia, dalam pembuatan aturan pemutihan tersebut, pemerintah berharap pelaku UMKM harus berkomitmen dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan bisnis.
Sesuai Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM per 13 Juli 2023, pagu KUR menjadi Rp 297 triliun. Rapat juga menargetkan penambahan debitur baru dan debitur graduasi.
Suku bunga KUR skema super-mikro sebesar 3 persen. Bunga KUR mikro dan kecil sebesar 6 persen bagi debitur baru. Sementara debitur berulang akan memperoleh peningkatan bunga berjenjang, yakni 7 persen, 8 persen, dan 9 persen.
Penyalur KUR yang meminta agunan tambahan dengan plafon sampai dengan Rp 100 juta dikenai sanksi berupa subsidi bunga/margin tidak dibayarkan atau pengembalian subsidi bunga/margin yang telah dibayarkan.
”Jadi, ketentuan KUR saat ini (Permenko Perekonomian No 1/2023) tidak meminta agunan. Apabila ada pelaku usaha pemohon KUR yang ditolak permohonannya, itu karena bank penyalur juga mempertimbangkan karakteristik pemohon,” tutur Yulius.
Hingga 30 September 2023, realisasi KUR mencapai Rp 175,73 triliun. Jumlah debiturnya mencapai 3,18 juta.
Ombudsman RI menerima 80 permintaan informasi dan 19 laporan pengaduan program KUR.
Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya, menyampaikan, pihaknya sempat membuka posko pengaduan akses program KUR selama 20 hari terakhir. Selama buka, Ombudsman RI menerima 80 permintaan informasi dan 19 laporan pengaduan program KUR.
Dari sisi pengaduan, 53 persen di antaranya menyangkut keluhan masih diminta agunan. Agunan bisa berupa sertifikat hak milik rumah dan surat bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Sisanya, pengaduan terkait nihilnya kepastian tindak lanjut permohonan dan merasa dipersulit.
Rekomendasi lainnya adalah skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkan KUR.
Berdasarkan laporan pengaduan ataupun permintaan informasi tersebut, Ombudsman RI merekomendasikan sejumlah hal kepada pemerintah. Di antaranya, pengaturan pengembalian agunan terhadap akad KUR dengan nilai Rp 100 juta yang terjadi sebelum 2023 dan cicilan sedang berjalan.
Rekomendasi lainnya adalah skema penyelesaian terhadap pemohon yang tidak lolos SLIK sehingga tetap berpeluang mengakses KUR sekaligus lembaga penyalur tetap mendapatkan jaminan terbayarkan KUR.
“Atensi pelaku UMKM terhadap KUR masih tinggi. Mungkin karena bunganya menarik. Kami berharap, selain sosialisasi ditingkatkan, pemerintah perlu melakukan literasi terhadap manajemen atau karyawan perbankan agar memahami filosofi KUR,” katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, secara terpisah, mengatakan, penyaluran KUR memang melalui perbankan yang biasanya pihak bank menerapkan mekanisme kehati-hatian. Apabila ada kebijakan pemutihan SLIK, kemudahan akses KUR berpotensi meluas, apalagi untuk pelaku usaha skala mikro dan kecil.
Akan tetapi, pemerintah perlu mewaspadai potensi negatif dari kebijakan itu, seperti debitur UMKM yang menerima ternyata tidak memiliki bisnis yang prospektif.
"Kemudahan akses KUR sebaiknya tidak hanya memperhitungkan efek jangka pendek, tetapi juga jangka panjang. Pemerintah perlu memperhatikan risiko moral (penyalahgunaan dana KUR)," kata dia.
Faisal menambahkan, jika kebijakan pemutihan jadi diberlakukan, pemerintah perlu melakukan evaluasi untuk mengetahui cakupan KUR menjadi meluas atau tidak. Jika tidak, pemerintah perlu menggali akar masalah lain dan mencari solusinya.
"Bisa jadi memang permintaan kredit sedang mengalami tren pelambatan," imbuhnya.