Investor ”Wait and See”, Gagasan Ekonomi Kandidat Capres Dinanti
Pelaku usaha tengah menyusun peta jalan kebijakan ekonomi yang akan diserahkan ke setiap kandidat calon presiden sebagai rekomendasi penyusunan program ekonomi. Laju investasi diperkirakan melambat untuk sementara.
Oleh
AGNES THEODORA, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dunia usaha mulai mencermati gagasan ekonomi tiap-tiap kandidat calon presiden yang akan berlaga di Pemilihan Umum 2024. Pemikiran serta arah kebijakan ekonomi tiap kandidat itu akan ikut memengaruhi keputusan pengusaha dalam berinvestasi, antara tetap wait and see atau berekspansi di tengah ingar-bingar tahun politik.
Sepanjang sejarah penyelenggaraan pemilihan umum langsung di Indonesia, sejak tahun 2004 sampai 2019 iklim investasi portofolio dan investasi langsung cenderung melesu pada saat dan sebelum diadakannya pemilu. Investasi biasanya baru mulai tumbuh signifikan setelah pemilu berlalu, kemudian berangsur-angsur kembali normal.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tren wait and see investor itu terutama dijumpai di investasi asing atau penanaman modal asing (PMA). Sementara investasi dalam negeri atau penanaman modal dalam negeri (PMDN) cenderung tetap tumbuh stabil di tahun pemilu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, Jumat (29/9/2023), mengatakan, salah satu faktor utama yang membuat pengusaha ragu untuk berinvestasi di tahun politik adalah ketidakpastian arah kebijakan ekonomi ke depan. Sebab, sudah menjadi hal lumrah bahwa pergantian pucuk kepemimpinan biasanya juga berdampak pada perubahan arah kebijakan.
”Setiap perubahan leadership artinya ada risiko untuk diskontinuitas kebijakan. Walaupun kali ini risiko itu cukup kecil, tetap ada. Mungkin untuk investasi yang jumlahnya tidak terlalu besar tetap akan tumbuh, tetapi untuk investasi jangka panjang, pengusaha pasti berpikir dua kali,” kata Shinta di sela-sela acara Kompas CEO Forum Afternoon Tea bertopik ”Peta Politik 2024” di Jakarta.
Ia menilai, sebagian besar kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo dalam sepuluh tahun terakhir ini sudah di jalan yang tepat. Pengusaha pun berharap kandidat calon presiden dapat melanjutkan program ekonomi yang dirasa sudah tepat, khususnya terkait reformasi struktural dan pemerataan pembangunan.
Namun, masih banyak pula implementasi kebijakan reformasi ekonomi itu yang tidak konsisten sehingga membutuhkan perbaikan oleh rezim yang akan datang. ”Pemerintahan berikutnya harus lebih profesional dan result-oriented untuk memastikan perubahan ekosistem ekonomi yang nyata di lapangan, bukan hanya di atas kertas,” katanya.
Rekomendasi
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang menilai, meski keberlanjutan kebijakan ekonomi penting untuk mengurangi ketidakpastian, itu bukan berarti pengusaha anti dengan perubahan. ”Tentu perlu perbaikan juga. Keberlanjutan itu penting, tetapi dengan modifikasi di sana sini, karena tidak semuanya sudah sempurna,” ujar Franky.
Menurut dia, pelaku usaha sudah terbiasa menyesuaikan diri dengan dinamika perpolitikan dalam negeri dan arah kebijakan yang berubah-ubah seiring dengan pergantian pemimpin. ”Kalau ‘poco-poco’ kebijakan itu yang rugi rakyat, bukan pengusaha. Pengusaha akan terus adaptif, tidak hanya bergantung pada pemerintah,” katanya.
Seiring dengan itu, Apindo tengah menyusun peta jalan kebijakan ekonomi yang akan memetakan kondisi tiap sektor usaha serta kebijakan mana yang sudah tepat dan tidak tepat sehingga membutuhkan perbaikan. Shinta mengatakan, dalam waktu dekat, dokumen peta jalan itu akan diserahkan ke tiap-tiap kandidat sebagai rekomendasi penyusunan visi-misi ekonomi.
”Masukan-masukan ini bersifat mikro berdasarkan kondisi riil di lapangan per sektor. Calon-calon presiden ini harus tahu apa saja yang work out, apa yang tidak. Supaya mereka punya gambaran kondisi tiap sektor seperti apa dan bisa mengadopsinya dalam program ekonomi mereka,” katanya.
Gagasan ekonomi para kandidat sejauh ini memang belum mengerucut secara jelas. Namun, sepintas, ketiga sosok kandidat tampak menawarkan dua format arah kebijakan yang berbeda.
Peneliti Litbang Kompas, Bestian Nainggolan, menilai, dari ketiga kandidat capres, hanya pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menawarkan skenario perubahan atau diskontinuitas terhadap arah kebijakan pemerintahan saat ini. Hal itu eksplisit dari nama koalisi yang diusung, yaitu Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KKP). ”Narasinya jelas dan kuat sekali bahwa mereka mengusung perubahan karena ketidakadilan,” ujar Bestian.
Sementara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto cenderung menawarkan skenario keberlanjutan (kontinuitas) alias melanjutkan program dan kebijakan strategis pemerintahan Jokowi. Itu terlihat dari nama Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang dipakai Prabowo yang menyerupai nama kabinet saat ini, serta partai pendukung Ganjar yang semuanya bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi saat ini.
Gagasan para capres terkait isu ekonomi diperkirakan menjadi fokus utama publik. ”Dari pemilu ke pemilu, isu ekonomi selalu konsisten menjadi sorotan teratas pemilih, seperti urusan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, stabilitas harga kebutuhan pokok. Ini hal-hal sensitif yang akan menjadi tuntutan masyarakat dan menentukan konteks persaingan pemilu,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas, belum terlihat adanya perbedaan gagasan ekonomi yang ekstrem di antara ketiga kandidat. Sebagai contoh, sudut pandang ketiga kandidat terkait hilirisasi sumber daya alam yang menjadi kebijakan andalan pemerintahan Jokowi, kurang lebih sama. Pandangan ketiga kandidat terkait isu kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja juga serupa.
Salah satu isu yang cukup berbeda adalah pandangan Anies dan kedua capres lainnya terkait pengelolaan APBN dalam pembangunan proyek strategis nasional jumbo, seperti ibu kota baru dan kereta cepat. Dalam berbagai kesempatan, Anies dan koalisinya kerap mengkritisi proyek-proyek itu sebagai ambisius dan bermasalah sejak perencanaan.
Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung menilai, pertumbuhan investasi bisa jadi sedikit melambat di akhir 2023 dan awal 2024 karena faktor tahun politik. Namun, itu tidak akan bertahan lama.
Pemerintah pun akan mengandalkan investasi dalam negeri sebagai penopang arus investasi selama tahun politik. ”Fluktuasi arus investasi ini akan kita jaga, jangan sampai terlalu tinggi. Apa pun isu yang terkait dengan politik, investor kita biasanya sudah lebih kebal. Jadi, kalau nanti PMA agak kurang, kita akan dukung realisasi PMDN. Kita beri fasilitas, kita dampingi,” ujar Yuliot.
Menurut dia, kecil kemungkinan pemilu kali ini akan membawa skenario diskontinuitas kebijakan yang ekstrem yang berdampak pada arus investasi. ”Kita sudah berkali-kali berganti kepemimpinan, demokrasi sudah berjalan baik, dan kita lihat peralihan kebijakan tetap bisa berjalan mulus meski sempat menghangat. Jadi, kami yakin investor tidak khawatir,” katanya.