Pemerintah Atur Jenis Barang Impor yang Diperjualbelikan di Platform Daring
Dalam Permendag No 31/2023 diatur, antara lain, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik wajib menerapkan harga barang minimum 100 dollar AS per ”unit freight on board” (FOB).
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah menerbitkan peraturan yang memisahkan social commerce dan e-commerce, pemerintah juga akan membuat daftar jenis barang impor yang boleh didagangkan daring melalui platform. Hal itu untuk mengantisipasi derasnya barang impor yang masuk Indonesia, yang berpotensi mematikan usaha mikro, kecil, dan menengah.
Sebelumnya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik diundangkan pada 26 September 2023. Aturan itu terkait pemisahan social commerce dengan e-commerce. Social commerce hanya boleh untuk promosi barang dan jasa.
”Ini ada kelanjutannya. Barang yang boleh diimpor langsung ditata (dengan) positive list. Sekarang, kan, apa saja boleh langsung impor (dalam platform). Nanti ada daftarnya,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat meninjau Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta, Kamis (28/9/2023). Ia tak menyebutkan target waktu dikeluarkannya daftar itu.
Menurut dia, sebagaimana barang-barang yang diperdagangkan secara luring (offline), barang-barang impor untuk penjualan daring juga mesti diatur. Produk makanan, misalnya, yang harus ada pengujian hingga sertifikasi halal atau tidak. Juga produk kecantikan yang harus ada pengujian, seperti lewat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
”Atau jualan barang elektronik, ini siapa yang menggaransi kalau barangnya hidup (berfungsi)? (Hal-hal seperti itu) yang kemarin tidak diatur, kini akan diatur,” lanjut Zulkifli.
Dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 diatur, antara lain, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang melakukan kegiatan PMSE lintas negara wajib menerapkan harga barang minimum pada sistem elektroniknya untuk pedagang yang menjual langsung barang jadi asal luar negeri ke Indonesia.
Harga barang minimum tersebut adalah 100 dollar AS per unit freight on board (FOB). Adapun barang dengan harga di bawah harga minimum itu diperbolehkan masuk langsung melalui PPMSE lewat penetapan menteri berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Lindungi UMKM
Pada Kamis, Zulkifli meninjau sejumlah kios pakaian di Pasar Tanah Abang Blok A yang mengalami penurunan omzet lantaran sebagian konsumen memilih membeli lewat platform. Salah satunya karena harganya jauh lebih murah. Atas dasar itu juga Kemendag menerbitkan aturan tentang pemisahan social commerce dan e-commerce.
”Kami atur. Ini menyangkut hajat ekonomi UMKM kita. Di negara mana pun, saat UMKM enggak berkembang, negaranya enggak akan maju. Perdagangan (di Tanah Abang) ini rantainya panjang sekali, ada yang menjual bahan, jahitan, dan lainnya. Maka, pemerintah hadir dan berpihak. Jangan sampai kita tidak membela,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Kemendag, kata Zulkifli, akan menyurati semua pihak yang terkait di bidang usaha itu. ”Permendag No 31/2023 harus ditaati semua pihak. Kalau melanggar, tentu ada peringatan 1 sampai 3, dan pada saatnya nanti (masih dilanggar), Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir,” katanya.
Ali (43), pemilik kios Cherka Collection di Pasar Tanah Abang, yang menjual pakaian muslim, menuturkan, selepas libur Lebaran 2023, omzetnya menurun lebih dari 50 persen dibanding tahun lalu. Ia akan mengikuti apa pun aturan yang diterbitkan pemerintah. Baginya, yang penting omzet bisa kembali seperti sebelumnya.
Sementara itu, Iqbal Ramadhan (27), penjual di Linggo Collection, mengemukakan, ramainya pembeli menjelang hari keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, tak dirasakan lagi. ”Tahun-tahun sebelumnya, pas lagi ramai (omzet) bisa Rp 30 juta per minggu, sekarang paling 1 juta. Mudah-mudahan Tanah Abang bisa ramai lagi,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, selain menerima keluhan dari para pedagang, Zulkifli juga sempat menyerahkan uang, salah satunya kepada pedagang kios pakaian sebesar Rp 2 juta, dalam lembaran Rp 100.000. Kepada pemilik kios itu, ia mengatakan agar memberikan produknya saat ada pengunjung yang mau membeli.
Zulkifli mengemukakan, apa yang dilakukannya sebagai bentuk belanja di pasar. ”Bayangkan tokonya sudah keinjek-injek, dagangan keinjek. Kalau kita kedatangan orang, tetapi enggak belanja, cuma menonton, ngamuk enggak? Jadi, kita belanja. Setidaknya, (pedagang) yang terganggu tidak rugi,” ucapnya.
Persaingan sehat
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengapresiasi kebijakan pemerintah dengan memisahkan social commerce dan e-commerce karena dapat menciptakan persaingan usaha yang sehat. Data pribadi konsumen pun dapat terlindungi. Di samping itu, dengan menjadikan produk dalam negeri lebih berdaya saing, UMKM juga terlindungi.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani melalui siaran pers, Rabu (27/9/2023), mengatakan, persaingan usaha yang sehat, adil, dan tanpa keberpihakan perlu diterapkan. Pasalnya, model bisnis e-commerce telah banyak berevolusi dan berdampak pada UMKM sehingga perlu ada pengaturan lebih lanjut.
”(Itu) diperlukan untuk memastikan kualitas pertumbuhan dan iklim industri e-commerce tetap dapat memberikan peluang bagi UMKM Indonesia untuk berusaha dan berkembang. (Selain itu) juga untuk melayani kebutuhan konsumen dengan baik,” kata Shinta.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Westri Kekalih, menuturkan, bagaimanapun segala sesuatu yang bersifat daring (online) sulit dibatasi. Pasar pun sejatinya selalu menyesuaikan, bergantung pada kreativitas yang dihadirkan dalam penjualan produk-produk yang ditawarkan.
Namun, dalam konteks UMKM, realitasnya tak mudah. ”Tidak sederhana untuk ikut masuk ke platform, misalnya Tiktok Shop. Secara umum, UMKM kita cenderung business as usual. Kreativitas dan inovasinya kurang. Jadi, perlu campur tangan pemerintah (agar tidak mati). Bagaimanapun UMKM berkontribusi pada perekonomian dalam negeri,” katanya.
Untuk langkah jangka pendek, kata Westri, pengaturan seperti melalui Permendag No 31/2023 dapat menjadi pilihan dalam menyelamatkan UMKM. Selanjutnya, tinggal dilihat seperti apa dampaknya untuk dibuat kebijakan lanjutan. Dari sisi konsumen, ia menilai konsumen di Indonesia relatif mampu menyesuaikan cepat saat ada satu hal atau kebijakan baru.