Masalah nilai pengembalian pinjaman yang tinggi menjadi sorotan selain dugaan pelanggaran dalam penagihan utang.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Spanduk ajakan untuk mewaspadai praktik pinjaman daring ilegal menghiasi pintu masuk Pasar Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (14/11/2021). Saat ini setidaknya ada lebih dari 19.700 pengaduan pinjaman daring ilegal ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bukan hanya soal bunga tinggi yang tidak disadari oleh nasabah, praktik penagihan utang di pinjaman daring juga sering kali menerapkan intimidasi.
JAKARTA, KOMPAS — Publik patut mewaspadai pinjaman uang yang tidak mensyaratkan agunan seperti yang dipraktikkan platform pinjaman daring. Risiko dari pinjaman semacam ini adalah tingginya bunga pinjaman yang melampaui bungan pinjaman tanpa agunan di perbankan. Di satu sisi, platform pinjaman daring di Indonesia tumbuh pesat sejak pascapandemi Covid-19.
Peneliti ekonomi digital pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras, mengatakan, nilai bunga yang berimplikasi pada besarnya kewajiban pembayaran oleh nasabah tidak lepas dari tingginya risiko peminjaman daring tersebut. Situasi ini, menurut dia, kerap membuat pinjaman daring bermasalah, seperti pembayaran cicilan yang macet.
”Ada risiko yang harus ditanggung karena pinjaman enggak banyak syarat. Ini dikompensasi dengan tingginya bunga. Ini memudahkan peminjam yang menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sekitar 70 persennya lulusan SMA dan sederajat serta berpenghasilan Rp 1 juta sampai Rp 5 juta,” kata Farras saat dihubungi lewat telepon, Jumat (22/9/2023), di Jakarta.
Lantaran ada masalah pelunasan utang, imbuh Farras, teror penagih utang (debt collector) dari perusahaan peminjaman daring tetap tidak dibenarkan. Apabila terbukti ada pelanggaran, penegakan hukum harus dijalankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wajib memeriksa direksi perusahaan pinjaman daring tersebut untuk memberikan efek jera maupun memperbaiki panduan penagihan utang.
Salah satu platform pinjaman daring yang tengah mendapat sorotan OJK adalah AdaKami. Sempat viral di media sosial, salah satu peminjam uang dari AdaKami disebut-sebut bunuh diri lantaran tak kuat mendapat teror dari penagih utang yang mengaku dari platform AdaKami. Nasabah itu meminjam dana Rp 9,4 juta, tetapi yang harus dikembalikan senilai Rp 19 juta.
Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega buka suara tentang hal ini. Pada Jumat, ia bersama Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko menggelar jumpa pers di Jakarta. Ia juga mengaku bahwa pihaknya sudah dipanggil OJK untuk dimintai keterangan.
”Kami tengah menyelidiki debitor yang dimaksud (yang tengah viral di media massa). Namun, sampai saat ini, kami belum menemukan informasi mengenai debitor yang bersangkutan. Sebagai perusahaan yang berizin dari OJK, kami tentu patuh pada ketentuan dan perintah otoritas. Kami masih akan terus menyelidiki kebenaran kabar itu,” ucap Bernardino.
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Konferensi pers klarifikasi perusahaan peer to peer lending Adakami dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terkait informasi nasabah bunuh diri karena teror penagihan utang, di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Bernardino menambahkan, pihaknya juga tidak mengizinkan penagih utang meneror nasabah. Menurut dia, sebanyak 400 penagih utang yang tersertifikasi di tempat mereka hanya boleh melakukan penagihan sesuai kode etik dan prosedur, salah satunya hanya bisa melalui telepon dengan kontak nasabah disamarkan.
Terkait bunga pinjaman, lanjut Bernardino, AdaKami mengikuti ketentuan OJK dan AFPI, di mana bunga tidak melebihi 0,4 persen per hari atau 12 persen per bulan. Bunga keterlambatan harian adalah maksimal 1,2 persen per hari dan tidak melebihi 100 persen dari pokok pinjaman.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, dalam keterangan yang diunggah di Instagram resmi OJK, mengatakan, pihaknya telah memerintahkan AdaKami untuk membuka kanal pengaduan bagi masyarakat yang memilki informasi mengenai korban bunuh diri tersebut.
”OJK akan bertindak tegas apabila terbukti AdaKami melakukan pelanggaran yang merugikan konsumen,” ujar Friderica.